Tentunya hasilnya juga bohongan. Dukungan fiktif itu hanyalah akal-akalan meraup keuntungan finasial dengan memanfaatkan amibisi tak terkontrol dari para kandidat.
4. Influencer Amatir (simpatisan)
Uncal ini datang berseliweran. Ada yang dari sekitaran daerah tempat si kandidat berdomisili dan ada juga yang datang dari luar kota. Bahkan ada yang tidak tentu asal-usul rimbanya.Â
Mereka memberi berbagai macam informasi yang terdengar sangat merdu di telinga si kandidat. Mulai dari informasi pendukung, informasi kekuatan dan kelemahan para pesaing, hingga kemasalah klenik yang menjanjikan hadirnya  kekuatan ghaib yang bisa memenangkan pertarungan si kandidat. Para influencer alam ghaib ini biasanya meminta imbalan berupa dana operasional.
5. Lembaga Survey
Uncal ini berbau white collar crime. Pertelikungan Kerah Putih tingkat tinggi. Dengan hasil survey yang dikelolanya itu, ia menjanjikan prediksi seolah-olah data-datanya  itu valid dan bisa memuluskan jalan si kandidat untuk  meraih kemenangan yang diharapkannya.Â
Padahal kejadiannya tidaklah seperti itu. Data-datas survey yang disodorkannya itu, merupakan data-data lama yang direcovery seperti hasil penelitian baru.Â
Dalam artian, si lembaga survey tersebut sama sekali tidak melakukan survey baru.  Dengan hanya ongkang-ongkang kaki, ia  menyudorkan data-data lama yang direkayasanya seperti data-data baru yang disesuaikan dengan masalah pendataan pemilu yang diperlukan si kandidat.Â
Untuk hasil kerja kamufllasenya itu, ia mendapat bayaran dalam jumlah nominal sangat besar.  Dari awal survey hingga selesai, ia dibayar  hingga milyaran rupiah banyaknya.
6. Partai Pendukung
Uncal jenis ini berupa kegiatan akal-akalan berjamaah yang dilakukan  para pejabat partai yang mendukung si kandidat. Kebesaran nama partai digunakan para pemimpin partai tersebut untuk meminta sejumlah dana dalam jumlah  besa rdengan alasan untuk  keperluan konsolidasi dan penggerakan massa, padahal dana tersebut tidak mengucur ke akar rumput partai yang diyakini si kandidat bakal mendukungnya.