Mohon tunggu...
dedi s. asikin
dedi s. asikin Mohon Tunggu... Editor - hobi menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sejak usia muda

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Miras Makin Memanas

2 Maret 2021   12:19 Diperbarui: 2 Maret 2021   12:33 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pertama saya ingin menyampaikan apresiasi dan salam taqdim kepada sahabat saya Ridhazia atas catatannya yang berjudul SEBAIKNYA PRESIDEN BATALKAN IZIN MIRAS. Catatan itu menyentuh perasaan ummat. Itu baik sekali, sangat aspiratif.

Tak hanya pemeluk Islam, tapi juga penganut agama lain. Sedikit menambahkan bukan hanya agama Islam yang tegas melarang miras sesuai surat Albaqarah 219, An Nisa 43 dan Al Maidah 90, tetapi juga hampir semua agama yang ada di negeri ini. Terlebih penganut samawi (Yahudi, Nasrani dan Islam) yang turun melalui jibril kepada para Rasul.

Secara sekikas dan kebetulan, saya pernah menyimak ketentuan beberapa agama selain Islam tentang larangan menenggak minuman menyengat itu.

Agama Budha

Ada 5 disiplin moral yang tidak boleh dilakukan para pemeluknya. Salah satunya menyebut, aku bertekad melatih diri menghindari minuman keras dan obat terlarang yang menyebabkan mabuk dan kelelahan.

Juga ada dalam buku Patria suci 30 yang berbunyi, menjauhkan diri dari perbuatan kejahatan, menghindari minuman keras, tekun melaksanakan dharma adalah perbuatan utama.

Agama Hindu

Mengutamakan cara hidup Panca Sheela. Lima jenis perbuatan yang harus ditinggalkan yaitu judi, melacurkan diri, berbohong, membunuh orang dan minum alkohol.

Agama Khong Hucu

Berdasar kitab Mengzigiled bab IVB, Suka judi, mabuk dan tidak memperhatikan orang tua adalah perbuatan tidak berbakti pada agama.

Agama Katolik

Menurut Paus Yohanes Paulus II dalam Contensimu Anus, minum-minuman keras itu adalah konsumerisme yang tidak dianjurkan bagi penganut katolik.

Tetapi jujur saya khawatir saran teman saya ini bertepuk sebelah tangan. Soalnya hal yang sama juga sudah secara serta merta diajukan beberapa orang. Di perorangan antara lain ada tokoh reformasi Amin Rais.

Organisasi Islam Besar PBNU dan Muhammadiyah serta MUI sudah meminta agar PP 10 2021 itu dicabut. Tapi Presiden yang meneken PP itu 2 Februari belum tampak bergoyang dihembus angin kencang itu.

Insting saya naga-naganya Presiden akan ndableg. Akan tak hirau suara gaduh yang menentang keputusan politiknya. Sama halnya ketika demo besar buruh dan mahasiswa menentang UU Omnibus alias UU Cipta Kerja yang tak lain adalah ibu biologis dari PP10 2021 itu.

PP 10 yang lampiran III nya mengatur izin investasi miras dianggap pemerintah sudah sesuai dengan UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau Omnibus Law. UU itu sudah disyahkan DPR, sehingga pemerintah merasa telah berjalan diatas rel yang benar. Izin industri miras menurut beberapa pengamat, juga membuat wapres masuk perangkap yang fait a comply.

Pa Yayi Maruf jadi ke sana gunung ke sini gunung. Ke sana bingung kesini bingung. Kepada bos Jokowi, dia harus taat dan kepada Ummat dia harus aspiratif. Dia itu kiyai, mantan Ketum MUI. Dia tahu hukum Islam. Dia tidak boleh lupa kacang akan kulit. Dia tidak boleh meninggalkan ummat yang memilihnya duduk di tempat terhormat itu dengan panggilan Yang Mulia bapak Wakil Presiden.

Ternyata rupanya abah masih nyeblok dalam kebingungan. Belum bisa jawab desakan dan protes ummat. Bahkan pesan dari Amin Rais untuk menyampaikan kepada Jokowi agar mencabut izin investasi miras itu belum ditanggapi pak Yayi.

Tetapi gelagatnya presiden akan tetap ngotot dengan PP10 itu. Selain kadung sudah diteken, gengsi juga kali.

Padahal ada pengamat yang mengiba agar presiden tidak malu karena itu yang terbaik. Pemerintah tidak akan kehilangan martabat dan harga diri. Kata sang pengamat, biar saja pemerintah tidak memberikan apa-apa kepada rakyat karena batal memberi izin industri miras. Masih banyak investasi lain yang bisa ditawarkan, tanpa harus merusak paham dan keyakinan agama masyarakat.

Ada lagi pengamat yang berpendapat, ini bukan kesalahan presiden/pemerintah sendirian. DPR juga ikut bersalah. DPR sudah mengesahkan UU Cipta Kerja itu. Jadi DPR juga harus bertanggung jawab dunia wal akhirat.

Yang membebani pikiran banyak orang adalah output atau akibat dari dibukanya kran dagang barang keras itu bagi perkembangan moralitas bangsa ini.

Meski dibatasi 4 daerah yang diizinkan, dikhawatirkan barang "haram" itu akan menyebar dan diperdagangkan di semua wilayah nusantara? Indonesia ini dikenal memiliki kelemahan dalam hal managemen pengawasan.

Alhasil dekadensi moral bangsa sudah di depan mata. Al hasil kejahatan yang dipicu para penenggak minuman itu akan semakin marak.

Demikian halnya kematian orang pasca pesta miras akan semakin bertambah banyk pula. Secara nasional, seperti ditulis rekan Ridhazia mencapai 58 %. Tapi khusus di Jakarta katanya 90%. Ngeri ngeri sedap tu barang.- ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun