Menurut Paus Yohanes Paulus II dalam Contensimu Anus, minum-minuman keras itu adalah konsumerisme yang tidak dianjurkan bagi penganut katolik.
Tetapi jujur saya khawatir saran teman saya ini bertepuk sebelah tangan. Soalnya hal yang sama juga sudah secara serta merta diajukan beberapa orang. Di perorangan antara lain ada tokoh reformasi Amin Rais.
Organisasi Islam Besar PBNU dan Muhammadiyah serta MUI sudah meminta agar PP 10 2021 itu dicabut. Tapi Presiden yang meneken PP itu 2 Februari belum tampak bergoyang dihembus angin kencang itu.
Insting saya naga-naganya Presiden akan ndableg. Akan tak hirau suara gaduh yang menentang keputusan politiknya. Sama halnya ketika demo besar buruh dan mahasiswa menentang UU Omnibus alias UU Cipta Kerja yang tak lain adalah ibu biologis dari PP10 2021 itu.
PP 10 yang lampiran III nya mengatur izin investasi miras dianggap pemerintah sudah sesuai dengan UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau Omnibus Law. UU itu sudah disyahkan DPR, sehingga pemerintah merasa telah berjalan diatas rel yang benar. Izin industri miras menurut beberapa pengamat, juga membuat wapres masuk perangkap yang fait a comply.
Pa Yayi Maruf jadi ke sana gunung ke sini gunung. Ke sana bingung kesini bingung. Kepada bos Jokowi, dia harus taat dan kepada Ummat dia harus aspiratif. Dia itu kiyai, mantan Ketum MUI. Dia tahu hukum Islam. Dia tidak boleh lupa kacang akan kulit. Dia tidak boleh meninggalkan ummat yang memilihnya duduk di tempat terhormat itu dengan panggilan Yang Mulia bapak Wakil Presiden.
Ternyata rupanya abah masih nyeblok dalam kebingungan. Belum bisa jawab desakan dan protes ummat. Bahkan pesan dari Amin Rais untuk menyampaikan kepada Jokowi agar mencabut izin investasi miras itu belum ditanggapi pak Yayi.
Tetapi gelagatnya presiden akan tetap ngotot dengan PP10 itu. Selain kadung sudah diteken, gengsi juga kali.
Padahal ada pengamat yang mengiba agar presiden tidak malu karena itu yang terbaik. Pemerintah tidak akan kehilangan martabat dan harga diri. Kata sang pengamat, biar saja pemerintah tidak memberikan apa-apa kepada rakyat karena batal memberi izin industri miras. Masih banyak investasi lain yang bisa ditawarkan, tanpa harus merusak paham dan keyakinan agama masyarakat.
Ada lagi pengamat yang berpendapat, ini bukan kesalahan presiden/pemerintah sendirian. DPR juga ikut bersalah. DPR sudah mengesahkan UU Cipta Kerja itu. Jadi DPR juga harus bertanggung jawab dunia wal akhirat.
Yang membebani pikiran banyak orang adalah output atau akibat dari dibukanya kran dagang barang keras itu bagi perkembangan moralitas bangsa ini.