Masyarakat sudah familiar dengan work from home (WFH), stay at home (SAH), tidak ada lagi acara ngumpul-ngumpul, nongkrong di warung kopi/cafe, seremonial, pesta pernikahan, ke mall dan sebagainya.
Bahkan kegiatan belajar mengajar untuk para siswa/mahasiswa "diliburkan". Istilahnya belajar di rumah dengan tutorial secara online.
Dan yang lebih urgen lagi adalah acara ibadah yang selama ini dilakukan bersama di mesjid, gereja dan tempat ibadah lainnya, sekarang sudah dilakukan di rumah masing-masing.
Sehingga, mobilitas masyarakat dari dan ke tempat umum menjadi jauh berkurang. Jika ada yang penting sekali, misalnya membeli bahan kebutuhan untuk pangan, baru ke luar dari rumah. Sisi ini yang "tidak disukai" oleh para driver online.Â
Gara-gara Covid-19 harga barang di pasar semakin mahal, sementara itu di sisi lain request atau order masyarakat akan alat transportasi online berkurang jauh. Akibatnya, mereka lebih banyak parkir dari pada jalan membawa penumpang.
Berdasarkan pengalaman mereka dalam sebulanan ini, dengan muter-muter seharian hanya dapat penumpang hanya 3 sampai 6 orang, tidak impas dengan BBM yang dibeli.
Apa lagi mereka juga harus terus menghidupi keluarganya di rumah. Tidak hanya itu, mereka juga harus membayar anguran kredit mobil/sepeda motor setiap bulannya.Â
Parkir di bawah pohon di pinggir jalan, di area SPBU, atau di rumah menunggu adanya bunyi klunting smart phone mereka di rumah menjadi pilihan. Jadi mereka lebih banyak diam dan menunggu dari pada mlipir-mlipir di jalan-jalan.
Mereka seperti orang yang mengganggur yang gak punya kerjaan. Karena kondisinya demikian, penghasilan mereka menurun jauh, dan bahkan pernah Rp. 0 dalam sehari. Perhatikan salah satu caption berikut ini:
Dalam obrolan driver di radio tersebut menyebutnya dirinya sebagai "ODP", tidak sebagai mana istilah dalam Convid-19, yaitu Orang Dalam Pengawasan.