Dengan perasaan aneh Batara dan Dahayu kemudian mengikuti dua pengawal tersebut. Meninggalkan petilasan batu besar dan beringin Sanjaya menuju suara bende yang ditabuh tiga kali itu.
Dahulu kala, bende yang dikenal sebagai bende samudra ini pertama kali ditabuh di tanah Kuningan. Bukan sebagai wawaran, tetapi sebagai tanda peperangan. Sebuah bende yang khusus memberikan tanda perubahan strategi perang dan pembawa gemuruh kekacauan.
Saat itu Kuningan menjadi medan laga antara kerajaan Sunda yang sudah dikuasai Sanjaya melawan kerajaan Galuh. Sanjaya bersama pasukan Sunda berhasil mengoyak kerajaan Galuh dan membunuh sang raja, Purbasora. Raja sekaligus uwa dari sang ayah, Prabu Sena.
Berbeda dengan sang ayah yang telah hidup damai dan menjadi pemimpin di Kalingga, Sanjaya justru memupuk dendam kepada sang uwa yang telah mengudeta dan mengusir keluarganya dari Galuh. Saat Purbasora tumpas, maka tuntas jugalah dendam Sanjaya.
Lantas, apakah bende yang ditabuh dari arah pandapa kali ini akan berujung seperti apa yang dikobarkan Sanjaya? Sementara itu, berpuluh-puluh tahun berselang, beringin yang ditanam Sanjaya kini tumbuh makin besar. Ia menjadi rumah bagi burung, ular, dan kini telah menjadi saksi mekarnya cinta antara Batara dan Dahayu.
Bersambung ke bagian 4. Akses ke bagian 2.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H