Mohon tunggu...
Dede Rudiansah
Dede Rudiansah Mohon Tunggu... Editor - Reporter | Editor | Edukator

Rumah bagi para pembaca, perenung, pencinta kopi, dan para pemimpi yang sempat ingin hidup abadi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Legenda Batu Besar Cengal, Bagian 3: Batu Besar dan Beringin Sanjaya

7 Januari 2024   14:55 Diperbarui: 9 Januari 2024   10:34 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dahayu kembali terdiam. Namun, kini cukup lama. Dahayu lalu menatap Batara dan meghampirinya perlahan. Dahayu lalu mendekati wajah dan telinga Batara.

Wajah Dahayu kini sangat dekat dengan Batara. Saking dekatnya Batara bisa merasakan napas Dahayu memburu di lehernya. Entah kenapa Batara menikmati momen itu. Ia terdiam meresapi setiap embusan napas Dahayu. Mungkin ini juga kah yang tadi dirasakan Dahayu? Dahayu kemudian berbisik.

"Kamu yang pertama, kang. Aku juga cinta kamu."

Meledaklah isi hati Batara.

Keduanya kemudian saling berpandangan, tersenyum. Perasaan mereka bergemuruh. Wajah mereka memerah tak karuan. Mereka tersipu malu, salah tingkah. Beberapa kali mengalihkan pandangan ke arah rumputan dan langit, namun kemudian berpandangan kembali. Dipertemuan mata kesekian kalinya itu mereka lalu tersenyum cukup lama dan tampak bahagia, lega.

Jika Batara bukan anak pemimpin pedukuhan dan jika Dahayu bukan anak pendeta adat mungkin saja mereka sudah jingkrak-jingkrak kegirangan, saling peluk, cium, dan segala perbuatan tak pantas lainnya. Keduanya tahu diri dan tahu posisi. Mereka cukup cakap dan mampu menahan gejolak perasaan itu.

Namun, perasan senang campur aduk itu ternyata tak bertahan lama. Perhatian Batara dan Dahayu seketika teralihkan oleh suara bende wawaran yang dipukul 3 kali di pandapa. Sebuah tanda bahwa sebentar lagi akan ada pengumuman penting dari pedukuhan.

Tak lama dari arah pandapa pun muncul dua orang pengawal pedukuhan, menghampiri Batara dan Dahayu.

"Mohon maaf tuan Batara dan nyi mas Dahayu. Tuan dan nyi mas diminta prabu menghadap ke pandapa sekarang," ujar salah satu dari kedua pengawal itu. Batara sontak terkejut.

"Rama ingin kami menghadap? Ada apa?" Tanya Batara spontan.

"Mohon maaf tuan, kami hanya mendapatkan perintah untuk menjemput dan mengawal tuan serta nyi mas ke pandapa segera."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun