"Tadi ada yang salah dengan wajahku, kang?" bisik Dahayu tiba-tiba.
"Tidak ada yang salah, dik."
Dahayu tersenyum mendengar perkataan Batara. Ia lalu bersiap menuju gegedeng selanjutnya. Saat Dahayu hendak melangkahkan kaki, tiba-tiba Batara mendekati wajah dan telinga Dahayu.
Wajah Batara kini sangat dekat. Ia bahkan bisa mencium aroma wewangian khas di leher Dahayu. Wangi mawar bercampur keringat dan sedikit asap dupa. Dalam posisi seperti itu Batara kemudian berbisik.
"Aku cinta kamu, dik."
Dahayu terdiam. Diam beberapa detik. Wajahnya masih menghadap ke punggung sang ayah yang kini sudah mulai bergerak. Bingung melihat sikap Dahayu, Batara kembali mengulang kata-katanya.
"Aku cinta kamu, Dahayu."
Batara kembali ke posisinya. Dahayu masih terdiam. Tak lama Dahayu kembali melangkah setelah sang ayah meliriknya untuk bisa bersegera.Â
Sesaat, beberapa bagian dari tubuh Dahayu bergetar hebat. Wajah cantiknya kini tampak bengong. Napasnya seketika memburu, ada yang bergejolak di dada Dahayu.
Dahayu menekan semua perasaannya itu. Ia tak mau tampak konyol dengan mengumbar luapan rasa bahagia di acara sakral seren tahun. Dahayu terus melangkah meninggalkan Batara yang masih tampak kebingungan itu.
Masih dengan kondisi tak karuan, Dahayu pun menyelesaikan tugasnya tanpa cela.