Mohon tunggu...
Dede Rudiansah
Dede Rudiansah Mohon Tunggu... Editor - Reporter | Editor | Edukator

Rumah bagi para pembaca, perenung, pencinta kopi, dan para pemimpi yang sempat ingin hidup abadi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen Persahabatan: Mentari di Malam Hari [Bagian 1]

10 Desember 2023   16:46 Diperbarui: 12 Desember 2023   02:30 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ah... Tahu apa dia. Dia itu tidak merasakan apa yang aku rasakan Surya. Bukankah dia diam saja waktu itu? Tidak membelamu, apalagi membelaku! Teman macam apa itu?” Teman Surya tampak hampir saja menitikan air mata.

“Entah keputusanku ini benar atau salah, tapi aku akan melawannya! Aku tidak akan mengalah lagi. Capek aku, capek hati, capek pikiran! Bila kita terus mengalah, kapan menangnya?!” Ia pun menyerahkan kembali keputusan itu kepada Surya.

“Semuanya terserah padamu Surya, Aku dan Ibnu sudah menentukan sikap. Sekarang giliran kamu, ikut denganku atau ikut dengan Ibnu!” Keputusan itu sebenarnya lebih jelas diartikan sebagai sikap untuk terus mengalah atau melawan dan berperang!

Tak lama metromini berwarna merah biru bernomor 027 lewat. Seorang teman yang emosinya sedang bangkit itu kemudian naik meninggalkan Surya di tengah kegamangan malam Jakarta.

Surya yang sudah ragu itu pada akhirnya membenarkan pendapat temannya. Ia yakin bahwa keputusan pergi ke sanggar seni adalah suatu kesalahan. Surya lalu memutuskan untuk tidak menghadiri pertemuan itu.

Dia akan mengarang seribu macam alasan jika Ibnu sampai menanyakan ketidakhadirannya. Lagi pula Surya sendiri ragu bahwa Ibnu berani ke sanggar seorang diri di malam hari. Keputusan Surya sudah mantap, ia akan tegas melawan kesewenang-wenangan Purnama.

Ketika sedang memutar balik skuter miliknya itu tiba-tiba telepon genggam Surya berbunyi. Ia melihat sebuah nama di layar telepon genggamnya yang menyala. Sebuah nama yang tidak asing baginya. Dengan sedikit agak ragu Surya lalu mengangkatnya.

“Ha-Halo, Nu...,” kata Surya.

“Aku sudah di Sanggar, kamu di mana?” kata seseorang di ujung sana.

“Aku tidak....”

“Jangan sampai tidak datang. Aku sudah menepati janjiku, aku akan menemanimu,” lanjut seseorang di ujung sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun