Di bagian 3 telah diuraikan kisah perjalanan Syarif Hidayatullah dari Mesir ke Cirebon. Terangkum dalam 3 subjudul: Perjalanan Menuju Rasulullah; Pulang ke Negeri Sang Ibu: Cirebon; kemudian China dan Cirebon Merdeka. Bagi yang belum membaca Sejarah Sunda Cirebon Bagian 3, bisa dengan mengeklik tautan berikut. kompasiana.com/bagian3
Artikel ini sendiri merupakan rangkuman atas babad berjudul Babad Tanah Sunda Babad Cirebon yang disusun oleh P.S. Sulendraningrat. Dengan spesifik merangkum bab 23 sampai dengan bab 30. Kisah akan berfokus pada peristiwa islamisasi yang dilakukan Syarif Hidayatullah di Luragung, Pajajaran, dan Banten. Berikut merupakan kisahnya.
- Mengislamkan Luragung
Berkat nasihat Pangeran Cakrabuana, Syarif Hidayatullah lalu pergi ke tenggara, ke daerah Luragung dan mulai melakukan islamisasi di sana. Proses "penghijauan" daerah Luragung cukup lancar. Di sana Pangeran Cakrabuana diterima oleh pemimpin Luragung, Ki Gedeng Kamuning.
Ketika di Luragung inilah putri China, Ong Tien tiba di Cirebon. Mengetahui orang yang ditujunya sedang tidak di keraton Cirebon, Putri Ong Tien bersama rombongan lalu kembali mengejarnya ke Luragung.
Singkat cerita, Putri Ong Tien dan rombongan akhirnya tiba di Luragung. Ia yang tengah mengandung itu kemudian melahirkan di Luragung. Putri Ong Tien diketahui melahirkan sebuah bokor kuningan. Bokor yang dulu pernah dijadikan alat untuk menipu Syarif Hidayatullah di China. Walau demikian, tak lama bokor kuningan itu pun secara ajaib berubah menjadi orok manusia.
Syarif Hidayatullah lalu menitipkan bayi ajaib itu ke Ki Gedeng Kamuning. Tak lupa, Syarif Hidayatullah juga mewasiatkan kepada ki Gedeng, bahwa kelak yang akan memimpin daerah tersebut adalah sang bayi. Bayi itu kemudian diberi nama Pangeran Kuningan.
Syarif Hidayatullah lalu pulang ke Cirebon dan menikahi Putri Ong Tien. Namun sayang, tak lama Putri Ong Tien wafat. Atas kejadian tersebut, Syarif Hidayatullah merasa sangat kehilangan.
Di momen inilah ia kemudian bertemu dengan Ratna Babadan lalu menikahinya. Bertemu dan menikahnya Syarif Hidayatullah dengan Ratna Babadan mirip seperti bertemu dan menikahnya Dayang Sumbi dengan Si Tumang, terjadi karena nazar sang perempuan.
- Mengislamkan Pajajaran dan Banten
Suatu ketika, Syarif Hidayatullah kembali mendapatkan petunjuk dari Pangeran Cakrabuana. Petunjuk agar dirinya bisa mulai mengislamkan kerabat/keluarga Pajajaran. Maka, di detik inilah dimulainya usaha islamisasi di kerajaan Prabu Siliwangi.
Dikisahkan, ketika mengetahui anak serta cucunya berhasil hidup dengan cara Islam, Prabu Siliwangi pun sempat tertarik. Ia bersedia hidup dengan cara Islam. Akan tetapi, ketika melakukan rembugan dengan para pejabat istana banyak yang kemudian tidak menyetujuinya, terlebih seorang pertapa yang berasal dari barat Pajajaran. Ia meminta agar Sang Prabu tidak menerima risalah tersebut. Maka, Prabu Siliwangi pun memutuskan untuk mengurungkan niatnya.
Ketika dihampiri Syarif Hidayatullah dan Pangeran Cakrabuana, orang-orang Pajajaran termasuk keluarga keraton memilih untuk pergi, bubar, dan berpencar. Ada yang moksa menghilang di tengah rimba raya; ada yang lari ke atas gunung; ada juga yang rela meninggalkan statusnya sebagai manusia dan berubah menjadi harimau untuk selama-lamanya.
Namun, selain itu ada juga warga Pajajaran yang diketahui memilih pergi dan mencari suaka ke daerah-daerah di sekitaran Pajajaran. Ke daerah yang pengaruh Islamnya belum begitu kuat, seperti Taraju, Kawali, Kuningan, Ukur, Maleber, Sumedang, dll.
Walau hasilnya kurang memuaskan, namun dengan hal ini, maka proses islamisasi di Pajajaran, yang notabene tugas dari Sang Ibu dapat dikatakan telah selesai dilaksanakan oleh Syarif Hidayatullah.
Syarif Hidayatullah dan rombongan lalu melanjutkan perjalanan ke arah barat, menuju pedukuhan Banten. Mereka kemudian melakukan islamisasi di sana. Proses islamisasi berjalan dengan cukup baik.
Syarif Hidayatullah lalu mengawini putri dari Ki Gedeng Kawunganten, Kuwu Banten, yang bernama Dewi Kawunganten. Setelah menikahi Dewi Kawunganten, Syarif Hidayatullah kemudian memboyongnya pulang ke Cirebon.
Di Cirebon, Syarif Hidayatullah lalu mendapatkan laporan bahwa seorang gadis secara ajaib hamil akibat kesemsem kepada dirinya. Sang gadis diketahui hamil setelah memakan rebung (anak bambu) yang tumbuh di tempat Syarif Hidayatullah pernah berdiri.
Setelah melahirkan, bayi yang dilahirkan tersebut kemudian dinamai Bung Cikal. Sang kakek atau ayah dari gadis tersebut lalu diminta oleh Syarif Hidayatullah untuk merawat si bayi. Sementara sang gadis sendiri lalu menikah dengan Syarif Hidayatullah.
- Kalijaga dan Kembalinya Syarif Hidayatullah ke Mesir
Cirebon dan daerah-daerah yang berbaiat kepadanya perlahan berkembang dan mulai mencapai kestabilan yang baru. Cirebon kini menjelma jadi pemerintahan yang telah menguasai sebagian besar tanah Parahiyangan. Tak sedikit kemudian pihak/pemimpin daerah perlahan memberikan simpati kepada Cirebon dan para pemimpinnya.
Suatu ketika, putra dari temenggung Tuban, Lokacaya datang ke Cirebon dan hendak menemui Syarif Hidayatullah. Maksud dan tujuan Lokacaya sendiri adalah hendak berguru kepada Syarif Hidayatullah. Melihat adanya tanda kewalian di diri Lokacaya, Syarif Hidayatullah lalu menerimanya.
Syarif Hidayatullah kemudian mengajak Lokacaya untuk belajar di tempat yang sepi, di tepi sungai atau kali. Lokacaya diminta untuk bertapa di sana. Dari peristiwa inilah, putra dari pangeran Tuban tersebut mulai dikenal dengan sebutan Kalijaga.
Di pertapaan ini juga, Kalijaga bertemu dengan nabi Khidir. Dari nabi Khidir ia kemudian mendapatkan beragam nasihat dan petunjuk dalam berlaku hidup.
Sementara itu, setelah proses islamisasi di tanah parahiyangan dirasa sukses, Syarif Hidayatullah kemudian berniat untuk kembali ke Mesir menemui Ibunya, Putri Rarasantang.
Sesampainya di Mesir, ia lalu bercerita kepada Sang Ibu bahwa tanah parahiyangan sudah hampir sepenuhnya "hijau". Dirinya juga bercerita situasi, kondisi, serta sikap keluarga Pajajaran ketika proses islamisasi dilakukan.Â
Sempat merasa sedih mendengar kabar tersebut, namun putri Rarasantang kemudian kembali berbahagia setelah mengetahui bahwa sang putra hidup damai sebagai pemimpin Cirebon dan telah memperistri beberapa orang putri.
Ketika waktunya tiba, Syarif Hidayatullah kemudian mengutarakan alasan sebenarnya kenapa ia datang ke Mesir. Syarif Hidayatullah hendak menjemput Sang Ibu untuk kembali pulang ke Cirebon.
Sejarah Sunda Cirebon bersambung ke bagian 5, Sejarah Sunda Cirebon Bagian 5: Dipati Awangga dan Raden Fatah.***
Penulis: Dede Rudiansah