Ketika dihampiri Syarif Hidayatullah dan Pangeran Cakrabuana, orang-orang Pajajaran termasuk keluarga keraton memilih untuk pergi, bubar, dan berpencar. Ada yang moksa menghilang di tengah rimba raya; ada yang lari ke atas gunung; ada juga yang rela meninggalkan statusnya sebagai manusia dan berubah menjadi harimau untuk selama-lamanya.
Namun, selain itu ada juga warga Pajajaran yang diketahui memilih pergi dan mencari suaka ke daerah-daerah di sekitaran Pajajaran. Ke daerah yang pengaruh Islamnya belum begitu kuat, seperti Taraju, Kawali, Kuningan, Ukur, Maleber, Sumedang, dll.
Walau hasilnya kurang memuaskan, namun dengan hal ini, maka proses islamisasi di Pajajaran, yang notabene tugas dari Sang Ibu dapat dikatakan telah selesai dilaksanakan oleh Syarif Hidayatullah.
Syarif Hidayatullah dan rombongan lalu melanjutkan perjalanan ke arah barat, menuju pedukuhan Banten. Mereka kemudian melakukan islamisasi di sana. Proses islamisasi berjalan dengan cukup baik.
Syarif Hidayatullah lalu mengawini putri dari Ki Gedeng Kawunganten, Kuwu Banten, yang bernama Dewi Kawunganten. Setelah menikahi Dewi Kawunganten, Syarif Hidayatullah kemudian memboyongnya pulang ke Cirebon.
Di Cirebon, Syarif Hidayatullah lalu mendapatkan laporan bahwa seorang gadis secara ajaib hamil akibat kesemsem kepada dirinya. Sang gadis diketahui hamil setelah memakan rebung (anak bambu) yang tumbuh di tempat Syarif Hidayatullah pernah berdiri.
Setelah melahirkan, bayi yang dilahirkan tersebut kemudian dinamai Bung Cikal. Sang kakek atau ayah dari gadis tersebut lalu diminta oleh Syarif Hidayatullah untuk merawat si bayi. Sementara sang gadis sendiri lalu menikah dengan Syarif Hidayatullah.
- Kalijaga dan Kembalinya Syarif Hidayatullah ke Mesir
Cirebon dan daerah-daerah yang berbaiat kepadanya perlahan berkembang dan mulai mencapai kestabilan yang baru. Cirebon kini menjelma jadi pemerintahan yang telah menguasai sebagian besar tanah Parahiyangan. Tak sedikit kemudian pihak/pemimpin daerah perlahan memberikan simpati kepada Cirebon dan para pemimpinnya.
Suatu ketika, putra dari temenggung Tuban, Lokacaya datang ke Cirebon dan hendak menemui Syarif Hidayatullah. Maksud dan tujuan Lokacaya sendiri adalah hendak berguru kepada Syarif Hidayatullah. Melihat adanya tanda kewalian di diri Lokacaya, Syarif Hidayatullah lalu menerimanya.
Syarif Hidayatullah kemudian mengajak Lokacaya untuk belajar di tempat yang sepi, di tepi sungai atau kali. Lokacaya diminta untuk bertapa di sana. Dari peristiwa inilah, putra dari pangeran Tuban tersebut mulai dikenal dengan sebutan Kalijaga.
Di pertapaan ini juga, Kalijaga bertemu dengan nabi Khidir. Dari nabi Khidir ia kemudian mendapatkan beragam nasihat dan petunjuk dalam berlaku hidup.