Mohon tunggu...
Dedeh Rohilah Azhari
Dedeh Rohilah Azhari Mohon Tunggu... Guru - Menulis menjadi awet muda

work hard for better life

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rasa Ini Sakit

25 Agustus 2021   08:17 Diperbarui: 25 Agustus 2021   08:35 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adisya, perempuan, 23 tahun, pegawai lepas Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Sebuah lembaga negara yang independent untuk penegakan hak asasi perempuan Indonesia. Adisa bekerja melayani berbagai pengaduan masyarakat terkait dengan kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh orang-orang terdekatnya. Pembawaan yang santun dan ceria, membuat ia populer dikalangan teman dan koleganya di kantor.

" Hai Dis, kok tumben muka lo di tekuk  gitu, belum sarapan ya?, nih mamih buatin nasi goreng katanya buat lo" ucap Alya, sahabat Adisa.

"Thanks Al, salam buat mamih, minggu depan aku ke Depok ya."ucap Adisa dengan lesu.

"Kenapa Dis, ada apalagi ... masih masalah mamah dan papahmu?" iya ? Iya hanya diam tak menjawab, hanya matanya yang berkaca-kaca.

" Gak apa kok Al, nanti aku cerita ya pulang kerja, kamu bisa ikut ke tempatku kan?" tanya Adisa penuh harap.

"Siap... nanti pulang  bareng ya!" sahut Alya mengiyakan ajakannya".  Makasih ya".  Jawabnya sambal jalan dan masuk dalam kubikelnya.

Jam 5 sore, saat semua pegawai siap-siap hendak pulang. Mereka berjalan bersisian sambil membicarakan kegiatan yang akan mereka lakukan di tempat Adisa. Saat mereka mau masuk ke dalam lift. Tiba-tiba ada yang menyenggol lengan Adisa dengan keras.

"Aduh...".  Adisa menjerit dan reflek mencari pegangan agar badannya tidak jatuh.  Tanpa sengaja dia meraih lengan orang yang ada di sebelah laki-laki yang menabrak tadi.

"Oh maaf, tidak sengaja".  ucap Adisa tersenyum sambil melihat pada lelaki yang tadi membantu menahan tubuhnya.  

Deg..

Mata Adisya membola, hatinya bergetar  saat mengetahui laki-laki yang menolongnya tadi. Adisya mundur dan berlari sambil menarik tangan Alya  menjauh dari depan lift.

Lelaki tampan itupun tersentak kaget dan sepersekian detik  kehilangan kesadarannnya, dia hanya bengong, menatap gadis yang sudah lama dia cari keberadaannya. Sejak mereka lulus dan wisuda dari universitas yang sama, namun berbeda jurusan. Adisya menghilang beberapa hari setelah Adisya dikenalkan kepada keluarganya. Saat itu keluarga Ricky hadir bersama seorang gadis cantik yang dikenalkan ibunya sebagai tunangnnya Ricky. Sejak saat itu Ricky kehilangan jejak Adysa.

"Adisya, tunggu! Beri aku kesempatan untuk menjelasknya" teriaknya sambil berlari mengejar Adisya dan Alya. Namun Ricky tak menemukannya.

"Rick, ayo cepat!  kita di tunggu sama ibu Myra" teriak Aldo sambil menahan pintu lift. Radit terpaksa kembali menuju lift dengan wajahnya yang ditekuk.

Ternyata lelaki yang mengejar Adisa itu adalah Ricky  Wijaya Kusuma. Lelaki dengan hidung mancung, berbulu mata lentik yang bertengger di atas mata elangnya, tinggi putih dengan rambut lurus hitam legam.  Hari ini Ricky bersama rekan kerjanya Aldo akan menandatangani kontrak kerjasama dengan Komnas Perempuan dalam proyek kampanye terhadap perlindungan perempuan. Ricky tidak pernah menyangka kalau ternyata Adysa masih ada d lingkungan sekitarnya. Dia nyaris kehilangan harapan untuk menemukan cintanya, Namun ternyata semesta masih berpihak padanya dan dia menemukan gadis impiannya di tempat yang dia sering kunjungi.

"Wait Dis, kamu utang penjelasan sama aku". Kata Alya ngos-ngosan karena turun lewat pintu samping, tentu saja harus mengeluarkan tenaga extra karena harus berjalan menuruni tangga menuju lobby.

"Ok, nanti aku jelasin di rumah ya, sekarang kita harus cepat-cepat keluar dari kantor ini".  Ajak Adisya sambil berlari memberhentikan taksi yang lewat di depan lobby kantor.

"Jalan Anggrek ya pak".  Kata Adisya sesaat setelah duduk. Tak sampai satu jam mereka sudah sampai di tempat  Adiysa.

"Masuk Al". Ajak Adysa sambil membuka pintu. Kamar sederhana namun nyaman dan rapi membuat siapapun akan senang menempatinya. Simpel seperti kepriibadian  Adisya. Setelah menutup pintu, tubuh Adisya melorot ke lantai dan tak lama berselang terdengar isak tangisnya yang tertahan. Ternyata dari tadi dia mati-matian menahan air matanya agar tidak luruh saat perjalanan pulang. Alya hanya bisa menatap dan mengusap punggunya menunggu Adysa menghabiskan airmatanya yang sudah menganak sungai di pipi mulusnya.

"Al, aku nih kerja di komnas perempuan, membantu perempuan-perempuan untuk bisa melawan kekerasan dan ketidak adilan suaminya. Tapi kenapa aku gak bisa menolong ibuku?, aku harus gimana".  Tanyanya dengan suara serak. " Ibuku tetap menolak untuk minta cerai, padahal sudah jelas ayah menikah lagi? apa yang dia pertahankan?, aku kesel, kecewa dan sedih,  aku benci ayahku" teriaknya dengan suara tertahan dan airmatanya berhamburan keluar tanpa ia komando.

Alya hanya memandang Adysa dan mengusap-usap tangannya, sebenarnya dia tak tega melihat sahabatnya terpuruk seperti ini. Namun dia juga tidak bisa memberikan solusi yang tepat untuk masalah yang Adysa hadapi.  

" Ya udah, kita duduk di atas, kita ngobrol biar hati kamu lega dan aku akan mendengarkan semua cerita kamu" ucap Alya sambil menarik dan membawa Adisya untuk duduk di atas bed. Alya mengambil minum dan memberikannya pada Adysa.

"Al, apa kamu percaya dengan namanya cinta sejati?" aku kok gak ya.. Adysa bertanya namun dia jawab sendiri pertanyaanya.

"Aku percaya" kata Al spontan.

"Mamih adalah cinta sejatinya papihku. Mereka menjalin kasih dari semenjak kelas 3 SMP, berapa puluh tahun cinta mereka hidup, papih tidak pernah meninggalkan mamih. Papih selalu ada disamping mamih saat mamih membutuhkannya. Aku sering  berimajinasi ingin memiliki suami seperti papih". Kata Alya.

" Iya Al, aku juga lihat cinta di mata papihmu sama mamih itu luar biasa, papihmu sangat mesra dan sayang banget sama mamih. Coba ayahku bisa seperti itu ya Al". Ucap Alya sambil merebahkan dirinya dan menatap langit-langit kamarnya.

"Ya sudahlah Al, mungkin mamahmu punya pertimbangan lain ketika ia tidak  mau cerai".  Jawab Alya sambil menatap Adysa dari samping.

"Coba kamu bayangkan, jawaban apa yang aku dapet ketika aku tanya mamah tentang masalah ini. "Kenapa mah, kenapa mama gak mau cerai sama papah?, apa yang mamah cari, apa yang mamah dapet?, apa coba jawaban mamah Al?, bisa kamu tebak?  Alya hanya  menggelengkan kepalanya, karena memang dia tidak pernah punya jawaban andai pertanyaan itu disampaikan padanya.

Mamah bilang, "Biarkan mamah mencintai papah dengan cara mamah, papah adalah dunia akhirat  mamah. Mamah gak tahu harus bagaimana kalau mamah harus cerai sama papah. Mamah rasanya tidak bisa hidup tanpa papah." Ucap Adisya sambal menarik nafas panjang.

"Coba Al, bisa kamu bayangkan betapa prustasinya aku sama sikap mamah". Padahal udah jelas-jelas ayah nikah lagi tanpa sepengetahuannya. Apa ini yang namanya cinta sejati? teriak Adysa sambil mengguncang-guncangkan bahu Alya.

Alya memeluk  Adysa yang terus menangis di pundaknya. Alya tidak menyangka kalau masalah Adysa serumit ini. Alya membiarkan Adysa menangis dipundaknya sampai tak terdengar lagi isakannya. "Ya sudah, hari ini kamu cukup nangisnya ya,  lihat tuh matamu sembab, bisa-bisa besok kamu gak bisa ke kantor, karena matamu bengkak." Ucap Alya. "Aku pamit ya Dys". Kata Alya sambil berdiri.

"Memang kamu gak mau tanya lelaki yang kutabrak tadi?" kata Adysa sambil menatap Alya dengan ujung bibirnya yang naik ke atas, memperlihatkan barisan gigi kelincinya yang rapi.

"OMG Disya, aku lupa. Abis kamu sih tiba-tiba nangis.  Sini duduknya di kursi ,  biar kita nobrol  sambil ngemil, kebetulan masih ada coklat dari Andi kemarin, oh iya salam dari Andi, dia udah pulang tugas dari Singapore".  Ajak Alya sambil menarik Adysa ke kursi.  Alya adalah pacarnya Andi, sahabat satu kelas Adysa saat kuliah dulu. Jadi mereka berteman akrab.

"Ok. Makasih, salam balik ya buat dia, dah lama juga gak ketemu." Ucap Adysa.

"Trus laki-laki yang tadi itu siapa Dys? Kok kamu gak pernah cerita ?,  langsung lari aja  saat ketemu dia? Kayak lihat hantu. Pasti mantan ya?"  Tanya Alya nyerocos.

"Ehm... itu Ricky Al, lelaki yang pernah ku ceritakan, lelaki yang membuat luka hatiku dan sampai saat ini rasanya luka ini tak pernah sembuh, dialah laki-laki pertama yang aku cintai sampai saat ini setelah ayahku. Namun aku juga tidak pernah tahu apakah dia mencintaiku atau tidak. Karena dia tidak pernah mengatakannya. Dia selalu  memperlakukanku dengan sangat baik Al. Namun ayah dan dia mengecewakanku." isaknya tertahan.

"Bukankah kamu bilang kalau Ricky tak pernah menjelaskan soal pertunangan itu?, dan kamu langsung kabur, sebaiknya kamu beri kesempatan Ricky untuk menjelaskan semuanya, sebelum kamu ambil keputusan  untuk lari lagi darinya". Nasihat Alya dengan bijak. Tiba-tiba pintu terbuka dan ada suara yang melanjutkan nasihat Alya. "Benar kata temanmu Dis, beri aku kesempatan untuk menjelaskan cerita yang mamahku sampaikan sama kamu" ujar Ricky sambil mengambil tangan Adisya dan berjongkok di depannya.

"Tunggu, bagaimana kamu tahu rumah Dysa disini? Padahal aku yakin Adysa tak pernah lagi ketemu kamu sejak 3 tahun lalu." Selidik Alya penasaran. Ricky hanya tersenyum dan melihat kearah Alya.

"Aku memaksa ibu Myra untuk memberikan alamat rumahmu Dis, semoga kamu tidak keberatan. Dan memberikan aku kesempatan untuk menjelaskan tentang gadis yang ibu bawa saat wisuda itu" ucap Ricky pelan. Dysa hanya termenung dan melihat Ricky "Dysa, gadis itu bukan tunangan aku, dia adalah gadis yang akan dijodohkan denganku. Namun aku tidak bisa menerimanya. Karena hanya ada kamu di hatiku Dys, Aku mencintai kamu. Sejak pertama kita bertemu sampai saat ini. Please, Dys jangan lari lagi dariku" ucap Rcky penuh harap. Adysa hanya menatap dan termenung.

"Maaf Rick, aku gak bisa, aku malu, aku gak pantas untuk kamu, ayahku menikah lagi, aku tidak  mau jatuh cinta lagi, aku gak bisa Rick, aku gak bisa". sahut  Adysa sesenggukan.

"Dysa, lihat aku, cinta kita tidak ada hubungannya dengan pernikahan  kedua ayahmu. Percaya sama aku. Aku tidak akan pernah menduakanmu. Ayuk kita buktikan bersama kalau cinta kita tak seperti cinta ayahmu". Bujuk Ricky yang di amini oleh Alya. Adisya hanya tepekur dan melihat denga nanar kepada lelaki yang sangat dia cintai. Namun hati kecilnya masih tidak bisa menerima karena kekhawatiran akan cinta Ricky yag akan berubah seperti cinta ayahnya pada mamamnya.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun