Islam adalah agama yang syumuliah (universal) dimana segala aspek kehidupan di atur dalam Islam tanpa terkecuali aspek ekonomi. Dalam Islam, ekonomi mengandung dasar-dasar keutamaan, kebahagiaan dan kesejahteraan bersama serta menghilangkan ketimpangan antara si miskin dan si kaya. Kemiskinan memang selalu menjadi masalah yang tak kunjung usai dan Islam punya solusinya. Dalam pandangan Islam dikenal instrumen ekonomi yang memiliki tujuan untuk memberantas kemiskinan yaitu zakat.
Zakat mempunyai peran penting dalam pemberdayaan ekonomi umat. Namun negara-negara dimana mayoritas penduduknya beragama Islam yang termasuk dalam kategori negara sedang berkembang masih berada pada posisis tingkat kemiskinan yang masih tinggi termasuk negara Indonesia (Miftah, 2008, hlm 313). Perintah zakat dalam Al-Qur'an ditemukan sebanyak 32 kali, 26 kali diantaranya disebutkan bersamaan dengan kata shalat. Hal ini mengisyaratkan bahwa kewajiban mengeluarkan zakat seperti halnya kewajiban mendirikan shalat (Naimah, 2013, hlm 2).
Undang-Undang No 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat menyebutkan bahwa zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Berdasarkan Undang Undang No 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat
pengelolaan zakat dilakukan oleh Badan Nasional Zakat Nasional disingkat BAZNAS) dan Lembaga zakat swasta (Lembaga Amil Zakat disingkat LAZ). Menurut Undang Undang tersebut, BAZNAS diberi wewenang untuk mengelola dan mengkoordinasikan semua lembaga zakat. Sedangkan LAZ memiliki wewenang dalam hal hal pengumpulan, distribusi, pengelolaan dan pertanggungjawaban zakat (Beik & Arsyianti, 2016, hlm 142).
Dengan tugas lembaga zakat yang begitu kompleks, maka kinerja lembaga zakat perlu mendapat perhatian khusus (Beik, 2009, hlm 52 ). Untuk mengukur kinerja suatu lembaga, dalam hal ini lembaga zakat baik BAZNAS maupun LAZ memiliki beberapa model pengukuran yang bisa di gunakan diantaranya Indeks Zakat Nasional (IZN), Indeks Desa Zakat (IDZ), Center of Islamic Business and Economic Studies (CIBEST), Balance Scorecard, Indonesia Magnificence of Zakat (IMZ) dan International Standard of Zakat Management (ISZM). Dalam penelitian ini peneliti akan menjelaskan model model pengukuran kinerja lembaga zakat tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap model pengukuran kinerja lembaga zakat di Indonesia. Maka penelitian ini di beri judul "Model Pengukuran Kinerja Lembaga Zakat Di Indonesia". Fokus penelitian ini adalah untuk menjelaskan enam model pengukuran kinerja lembaga zakat di Indonesia.
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis meneliti dengan menggunakan metode studi kepustakaan (library research), yaitu dengan cara mengumpulkan dan mempelajari literatur yang telah ada dari berbagai sumber seperti: jurnal, artikel, buku dan lain lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data secara deskriptif sehingga mendapatkan gambaran atau penjelasan dari model pengukuran kinerja lembaga zakat di Indonesia.
TINJAUAN LITERATUR
- Zakat
Pengertian Zakat
Secara bahasa kata zakat mempunyai arti, yaitu: keberkahan, pertumbuhan, perkembangan, dan kesucian, secara istilah zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu yang diwajibkan Allah SWT kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula. Dengan demikian pengertian zakat baik secara bahasa dan istilah bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan baik (Prasetyoningrum, 2015, hlm 4).
Makna keberkahan yang terdapat pada zakat berarti dengan membayar zakat akan memberikan berkah kepada harta yang dimiliki. Zakat berarti pertumbuhan karena dengan memberikan hak fakir miskin dan lain-lain yang terdapat dalam harta benda kita, akan terjadilah suatu sirkulasi uang yang dalam masyarakat mengakibatkan berkembangnya fungsi uang itu dalam kehidupan perekonomian di masyarakat. Zakat bermakna kesucian ataupun keberesan yang dimaksudkan
suatu hasil yang dapat diukur dengan menggambarkan kondisi suatu organisasi. Pengukuran kinerja organisasi hendaknya mencakup pengukuran terhadap semua aktivitas organisasi baik aktivitas yang dapat diukur secara kualitatif maupun secara kuantitatif.
Pengukuran Kinerja Lembaga Zakat
Selama ini, sistem pengukuran kinerja lebih banyak digunakan oleh organisasi komersil seperti perusahaan swasta. Sedangkan organisasi nirlaba seperti halnya Organisasi Pengelola Zakat atau OPZ masih kurang menyadari pentingnya pengukuran kinerja bagi organisasinya. Bagi organisasi komersil pengukuran kinerja bermanfaat bagi peningkatan labanya. Sedangkan bagi organisasi nirlaba, pengukuran kinerja akan sangat bermanfaat bagi pengembangan program kerja dimasa mendatang.
Pada dasarnya, penilaian kinerja suatu organisasi dilakukan agar organisasi yang bersangkutan bisa terus belajar memperbaiki kinerja organisasinya. Jika suatu organisasi terus belajar dalam memperbaiki kinerja organisasinya, maka organisasi tersebut akan tumbuh menjadi organisasi yang sehat dengan kepercayaan publik yang baik.
Regulasi Terkait
Regulasi tentang pengelolaan dan pengelola zakat pada awalnya dituangkan dalam undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Undang- undang tersebut lahir dengan dasar pemikiran zakat merupakan salah satu kewajiban umat Islam, sebagai penduduk mayoritas di Indonesia. Perubahan dilakukan oleh pemerintah dengan ditetapkannya undang-undang No. 23 tahun 2011.Â
Aturan lain terkait zakat termaktub dalam Peraturan Dirjen Pajak No. Per -- 15/PJ/2012 tanggal 11 Juni 2012 tentang badan atau lembaga penerimasumbangan zakat dan keagamaan sebagai pengurang penghasilan bruto dalam pembayaran pajak. Hingga Oktober 2015 Direktorat Jendral Pajak Kementrian Keuangan mempublikasikan 1 (satu) Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), 19 (sembilan belas) lembaga amil zakat dan 2 (dua) badan keagamaan non-Islamyang telah dikukuhkan sebagai penerima zakat dan sumbangan keagamaan (Astuti, 2017, hlm 36).
Undang-undang zakat menempatkan zakat dalam tatanan formal dan hukum nasional, sehingga zakat tidak lagi berada pada ranah tradisional yang dikelola secara parsial tetapi menjadi potensi pendapatan yang harus dikelola secara professional agar mencapai tujuan asasi berupa pemberdayaan masyarakat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan. Pengaturan zakat dengan sistem hukum yang baku juga memungkinkan zakat terkoneksi dengan aturan pajak dan keuangan (Astuti, 2017, hlm 36).
Selain Undang Undang ada pula regulasi yang berkaitan dalam hal pengukuran dan pencatatan untuk OPZ. Menurut (Rahman, 2015, hlm 154) standar akuntansi ZIS yang berlaku saat ini dan digunakan oleh OPZ sebagai pedoman dalam pembukuan dan pelaporan keuangannya adalah PSAK No. 109 yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada tahun 2010.Â
Penerbitan PSAK ini telah mengalami proses yang cukup lama kurang lebihempat tahun dari waktu penyusunannya, dimulai dengan disusunnya Eksposure Draft -nya (ED) yang diterbitkan sejak tahun 2008. Namun, saat ini tidak semua
OPZ yang ada di Indonesia dapat menerapkan PSAK no. 109. Hal tersebut karena sebagian OPZ mengalami beberapa kendala dalam penerapannya. Salah satu faktor kendalanya adalah adanya kesulitan dalam sumber daya manusia yangdimiliki OPZ.
Akuntansi zakat yang ada dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 109 bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi zakat dan infak/sedekah. PSAK ini berlaku untuk amil yakni suatu organisasi/entitas pengelola zakat yang pembentukannya dan pengukuhannya diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan untuk mengumpulkan dan menyalurkan zakat dan infak/sedekah, bukan untuk entitas syariah yang menerima dan menyalurkan ZIS tetapi bukan kegiatan utamanya. Untuk entitas tersebut mengacu ke PSAK 101 mengenai Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Amil yang tidak mendapatkan izin juga dapat menerapakan PSAK No. 109. PSAK ini merujuk kepada beberapa fatwa MUI (Rahman, 2015, hlm 154).
Penelitian Terdahulu
Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu
No
Model Pengukur
Nama Penulis
Judul
Metodologi
Kesimpulan
1
Indek Zakat Nasional (IZN)
Diana, Irfan Syauqi Beik, Khonsa Tsabita (2017)
Performance Analysis of Zakat Practices in East Lampung Regency using National Zakat Index (NZI)
Penelitian ini mengambil sampel 100 rumah tangga mustahik dengan teknik purposive sampling. Alat analisis yang digunakan adalah Indeks Zakat Nasional (IZN) yang menggunakan metode estimasi
Bobot Multi- Stage Weight.
Kinerja praktik zakat di Kabupaten Lampung Timur berada pada kategori kurang baik dengan nilai indeks 0,38.
2
Indeks         Desa Zakat (IDZ)
Belum ada penelitian yang mengguna kan   IDZ sebagai alat      ukur
kinerja.
3
Center of Islamic Business and Economic Studies (CIBEST)
Irfan Sauqi Beik & Laily Dwi Arsyianti (2016)
Measuring Zakat Impact On Poverty And Welfare Using Cibest Model
Penelitian ini mencoba menganalisis peran program zakat berbasis produktif dalam
mengurangi tingkat
Hasil yang tidak terduga terjadi pada indeks kemiskinan spiritual dimana
ada peningkatan
kemiskinan rumah tangga mustahik (zakat) dari perspektif dimensi material dan spiritual.
Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari wawancara melalui kuesioner di DKI Jakarta dan Kabupaten Bogor.
dua rumah tangga yang hidup di bawah kemiskinan spiritual.
Artinya, kedua rumah tangga penerima zakat ini lemah dari segi nilai spiritual meski secara material lebih baik dengan adanya program zakat.
4
Balanced Scorecard
Seviawati Polinggap o (2014)
Pengukuran Kinerja Lembaga Pengelola Zakat, Infaq dan Sedekah (ZIS) dengan Menggunakan Metode Balanced Scorecard (Studi Kasus pada Yayasan Dana Sosial Al-Falah Malang)
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Data yang dikumpulkan dengan cara observasi, wawancara, kuesioner dan dokumentasi.
Kinerja YDSF Malang secara keseluruhan sangat baik ditunjukkan oleh nilai scorecard yang dihasilkan sebesar 94%. Perspektif Keuangan sangat baik karena institusi tersebut mampu memenuhi target realisasi. Perspektif pelanggan menunjukkan bahwa kinerjanya cukup baik karena layanan yang diberikan. Perspektif proses bisnis internal menunjukkan hasil yang sangat baik dalam proses inovasi yang dilakukan oleh organisasi, hanya dalam proses operasi menunjukkan
hasil yang buruk.
PEMBAHASAN
- Model-Model Pengukuran Kinerja Lembaga zakat
Model pengukuran kinerja lembaga zakat ialah alat yang di gunakan suatu institusi atau lembaga yang bergerak dalam hal pengelolaan dana zakat untuk mengukur sejauh mana kinerja lembaga tersebut sehingga dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi lenbaga yang bersangkutan agar memperbaiki kinerjanya.Â
Adapun model-model pengukuran kinerja lembaga zakat yang bisa digunakan antara lain: Indek Zakat Nasional (IZN), Indeks Desa Zakat (IDZ), Center of Islamic Business and Economic Studies (CIBEST), Balance Scorecard, Indonesia Magnificence of Zakat (IMZ) dan International  Standard of Zakat Management (ISZM).
Indek Zakat Nasional (IZN)
Indeks Zakat Nasional (IZN), yang disusun oleh Tim Peneliti Pusat Kajian Strategis (Puskas) BAZNAS, merupakan sebuah indeks komposit yang dibangun dengan tujuan untuk mengukur perkembangan kondisi perzakatan nasional. IZN diharapkan dapat menjadi indikator yang dapat memberikan gambaran sejauh mana zakat telah berperan terhadap kesejahteraan mustahik, dan juga dapat menunjukkan pada tahap apa lembaga zakat telah dibangun, baik secara internal kelembagaan, partisipasi masyarakat, maupun dari sisi dukungan yang diberikan pemerintah (Badan Amil Zakat Nasional, 2016, hlm 8).
Indeks Zakat Nasional (IZN) adalah wujud dari keseriusan untuk mentranformasi zakat agar selalu menuju kearah yang lebih baik. Tentunya untuk membuat pengelolaan zakat lebih baik diperlukan adanya indikator yang tepat yang dapat menggambarkan kinerja zakat secara keseluruhan.Â
IZN pada dasarnya juga merupakan rangkuman dari indek indeks yang ada, dimana indeks-indeks tersbut terbagi menjadi tiga tingkatan perhitungan, yaitu tingkatan dimensi, indikator dan variabel. Setiap dimensi memiliki sejumlah indikator, dan indikator- indikator tersebut memiliki sejumlah variabel. Setelah semuanya dihitung maka akan muncul nilai yang menunjukan bagaimana kondisi suatu lembaga tersebut.
Dari hasil kajian Tim Puskas telah diperoleh komponen IZN yang secara umum dibentuk oleh dua dimensi yaitu dimensi makro dan dimensi mikro. Dimensi makro merefleksikan bagaimana peran pemerintah dan masyarakat secara agregat dalam berkontribusi membangun institusi zakat.Â
Dimensi ini memiliki 3 indikator yaitu regulasi, dukungan anggaran pemerintah (APBN), dan database lembaga zakat. Kecuali regulasi dan dukungan anggaran pemerintah, indikator database lembaga zakat kemudian diturunkan kembali menjadi 3 variabel yaitu: jumlah lembaga zakat resmi, muzaki individu, dan muzaki badan usaha.
Sementara itu dimensi mikro merupakan bagian yang disusun dalam perspektif kelembagaan zakat dan penerima manfaat dari zakat atau mustahik. Secara teknis penyusunan, dimensi mikro memiliki dua indikator yaitu performa lembaga zakat dan dampak zakat terhadap mustahik.Â
Indikator performa lembaga zakat kemudian dibuat lebih terperinci ke dalam 4 variabel yang mengukur performa lembaga dari aspek penghimpunan, pengelolaan, penyaluran, dan pelaporan. Sedangkan indikator dampak zakat merupakan gabungan 5 variabel (Badan Amil Zakat Nasional, 2016, hlm 21).
zakat. Tujuan dari pengukuran ini adalah untuk mengidentifikasi sifat dan tingkat kelemahan pengelolaan zakat. Hasil dari perhitungannya akan menjadi dasar untuk memulai strategi perbaikan di semua aspek manajemen (World ZakatForum dan Indonesia Magnificence of Zakat, 2017).
Sejarah dan Karakteristik
Banyak laporan menggambarkan kesenjangan yang lebih luas antara orang kaya dan orang miskin yang menjadi semakin kuat. Ada kebutuhan yang jelas untuk memiliki mekanisme alternatif yang mampu meminimalkan kesenjangan tersebut. Secara umum, tingkat kemiskinan di negara-negara mayoritas muslim, yaitu Negara-Negara Anggota OKI masih tinggi dibandingkan dengan negara lain dan rata rata Negara tersebut termasuk kelompok Negara berkembang. Saat ini diperkirakan ada 1,6 miliar orang yang hidup dalam kondisi kemiskinan.Â
Lima puluh empat persen penduduk miskin tinggal di Asia Selatan sementara tiga puluh satu persen berasal dari Afrika Sub-Sahara dan mayoritas penduduk di daerah ini beragama Islam (World Zakat Forum dan Indonesia Magnificence of Zakat, 2017).Â
Menanggapi situasi tersebut, komunitas zakat dunia ambil bagian dalam solidaritas global untuk tindakan kemanusiaan guna merevitalisasi posisi muslim dalam memperkuat pengaruh muslim dunia, dan untuk mengatasi kecenderungan stereotip sebagai bagian dari kampanye global untuk menghidupkan kembali
pemuliaan Islam.
Terlepas dari masalah ini, mekanisme zakat masih perlu mendapat perhatian serius untuk mencari solusi terkait dengan pemahaman fiqih, model manajemen, distribusi zakat antar Negara, mekanisme kerja sama dalam praktik zakat yang berkaitan dengan masalah diplomatik, dan isu-isu terkait lainnya. Maka kehadiran ISMZ berusaha menjadi solusi dari masalah tersebut.
Adanya ISZM menjadi salah satu standar internasional dalam pengelolaan zakat oleh lembaga zakat. ISMZ memiliki tujuan spesifik yang berkaitan dengan program pengembangan manajemen zakat sebagai berikut:
Mengikuti pedoman pengelolaan zakat
Bertindak sebagai alat ukur untuk menilai kualitas pengelolaan zakat. Bertindak sebagai norma dasar untuk membandingkan tingkat kualitas antara satu organisasi zakat dengan yang lain.
Mendorong peningkatan kelembagaan dan peningkatan efektivitas. Mendorong organisasi belajar dan amilin (orang).
Implementasi standar stimulasi pengembangan manajemen zakat dari ISMZ memiliki karakteristik sebagai berikut:
Praktis berorientasi
Dapat diterapkan ke semua institusi zakat Bisa diaplikasikan ke seluruh negara Bertindak sebagai tata kelola amil yang baik
Untuk bertindak sebagai standar minimum yang komprehensif
Untuk menilai kinerja manajemen puncak pengelolaan zakat, maka dilakukan penelaahan terhadap tujuh aspek ke dalam lingkup ISZM, yang mencakup antara lain: kepatuhan terhadap syariah, kepemimpinan, pengumpunan, keuangan, penyaluran, sistem manajemen dan manajemen amil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H