Makna keberkahan yang terdapat pada zakat berarti dengan membayar zakat akan memberikan berkah kepada harta yang dimiliki. Zakat berarti pertumbuhan karena dengan memberikan hak fakir miskin dan lain-lain yang terdapat dalam harta benda kita, akan terjadilah suatu sirkulasi uang yang dalam masyarakat mengakibatkan berkembangnya fungsi uang itu dalam kehidupan perekonomian di masyarakat. Zakat bermakna kesucian ataupun keberesan yang dimaksudkan
suatu hasil yang dapat diukur dengan menggambarkan kondisi suatu organisasi. Pengukuran kinerja organisasi hendaknya mencakup pengukuran terhadap semua aktivitas organisasi baik aktivitas yang dapat diukur secara kualitatif maupun secara kuantitatif.
Pengukuran Kinerja Lembaga Zakat
Selama ini, sistem pengukuran kinerja lebih banyak digunakan oleh organisasi komersil seperti perusahaan swasta. Sedangkan organisasi nirlaba seperti halnya Organisasi Pengelola Zakat atau OPZ masih kurang menyadari pentingnya pengukuran kinerja bagi organisasinya. Bagi organisasi komersil pengukuran kinerja bermanfaat bagi peningkatan labanya. Sedangkan bagi organisasi nirlaba, pengukuran kinerja akan sangat bermanfaat bagi pengembangan program kerja dimasa mendatang.
Pada dasarnya, penilaian kinerja suatu organisasi dilakukan agar organisasi yang bersangkutan bisa terus belajar memperbaiki kinerja organisasinya. Jika suatu organisasi terus belajar dalam memperbaiki kinerja organisasinya, maka organisasi tersebut akan tumbuh menjadi organisasi yang sehat dengan kepercayaan publik yang baik.
Regulasi Terkait
Regulasi tentang pengelolaan dan pengelola zakat pada awalnya dituangkan dalam undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Undang- undang tersebut lahir dengan dasar pemikiran zakat merupakan salah satu kewajiban umat Islam, sebagai penduduk mayoritas di Indonesia. Perubahan dilakukan oleh pemerintah dengan ditetapkannya undang-undang No. 23 tahun 2011.Â
Aturan lain terkait zakat termaktub dalam Peraturan Dirjen Pajak No. Per -- 15/PJ/2012 tanggal 11 Juni 2012 tentang badan atau lembaga penerimasumbangan zakat dan keagamaan sebagai pengurang penghasilan bruto dalam pembayaran pajak. Hingga Oktober 2015 Direktorat Jendral Pajak Kementrian Keuangan mempublikasikan 1 (satu) Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), 19 (sembilan belas) lembaga amil zakat dan 2 (dua) badan keagamaan non-Islamyang telah dikukuhkan sebagai penerima zakat dan sumbangan keagamaan (Astuti, 2017, hlm 36).
Undang-undang zakat menempatkan zakat dalam tatanan formal dan hukum nasional, sehingga zakat tidak lagi berada pada ranah tradisional yang dikelola secara parsial tetapi menjadi potensi pendapatan yang harus dikelola secara professional agar mencapai tujuan asasi berupa pemberdayaan masyarakat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan. Pengaturan zakat dengan sistem hukum yang baku juga memungkinkan zakat terkoneksi dengan aturan pajak dan keuangan (Astuti, 2017, hlm 36).
Selain Undang Undang ada pula regulasi yang berkaitan dalam hal pengukuran dan pencatatan untuk OPZ. Menurut (Rahman, 2015, hlm 154) standar akuntansi ZIS yang berlaku saat ini dan digunakan oleh OPZ sebagai pedoman dalam pembukuan dan pelaporan keuangannya adalah PSAK No. 109 yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada tahun 2010.Â
Penerbitan PSAK ini telah mengalami proses yang cukup lama kurang lebihempat tahun dari waktu penyusunannya, dimulai dengan disusunnya Eksposure Draft -nya (ED) yang diterbitkan sejak tahun 2008. Namun, saat ini tidak semua