Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Arsenal Terjungkal di Liga Europa, Sulit Jadi Versi Demonya Man. City

17 Maret 2023   16:02 Diperbarui: 18 Maret 2023   14:14 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arsenal musim ini dengan pemain baru seperti Oleksandr Zinchenko hingga Jorginho. (Sumber gambar: via Kompas.com)

Arsenal terjungkal, Arsenal terpental, Arsenal gagal ke perempat final Liga Europa (UEL) musim ini, 2022/23.

Kegagalan Arsenal itu pun tersaji justru di kandangnya, Emirates Stadium, London, pada Jumat (17/3) dini hari WIB, alias Kamis malam waktu setempat.

Arsenal sempat unggul lewat gol Granit Xhaka di babak pertama, namun disamakan oleh pemain Sporting CP--atau yang biasa disebut Sporting Lisbon--di babak kedua.

Apesnya bagi tim asuhan Mikel Arteta, mereka gagal mencetak gol pengunci kemenangan dan justru harus sampai bermain di babak adu penalti, karena agregat sama kuat, 3-3.

Baik di Liga Europa maupun Liga Champions, sudah tidak ada sistem gol tandang. Maka, ketika Arsenal berhasil menahan imbang Sporting di leg 1 dengan skor 2-2, alias mencetak dua gol tandang, itu tidak berguna.

Ketidakbergunaan itu kemudian ditambah dengan kesialan Gabriel Martinelli yang gagal mengeksekusi tendangan penalti di urutan keempat.

Dikarenakan Arsenal menjadi penendang kedua, dan Sporting mampu mencetak gol dalam empat kali menendang, maka penentunya adalah penendang kelima. Jika masuk, maka Arsenal tidak dapat mengejar meski masih ada penendang kelima.

Ternyata, tendangan Nuno Santos berhasil masuk, dan Sporting asuhan pelatih Ruben Amorim yang resmi melenggang ke babak perempat final menyingkirkan 'The Gunners'.

Walaupun Sporting merupakan tim langganan Eropa, termasuk Liga Champions, namun kekalahan Arsenal di kandang cukup mengejutkan, karena di Liga Primer Inggris, mereka tampil superior.

Sampai pekan 27 Premier League, 'Si Meriam London' hanya takluk sekali dan itu pun harus dari sang kakak tingkat, Manchester City.

Disebut kakak tingkat, karena pola permainan Arsenal dengan Man City mirip. Jika ingin melihat versi demonstrasi gaya bermain proaktif dan atraktif ala Pep Guardiola dan Barcelona, maka lihatlah Arsenal.

Dan, bila ingin melihat versi matangnya sistem bermain tersebut, maka lihatlah pertandingannya 'The Citizens'.

Selain penguasaan bola yang tinggi dan perpindahan bola pendek dari kaki ke kaki yang cepat, Arsenal dan City punya kemiripan dalam momen-momen di pertandingan yang mereka jalani masing-masing.

Seperti, gol Erling Haaland ke gawang Borussia Dortmund pada menit 53 saat City membantai wakil Bundesliga Jerman 7-0 di leg 2 babak 16 besar Liga Champions. 

Pada proses sebelum gol tersebut, terlihat Bernardo Silva menjadi pemantul bola di tiang jauh dari titik sepak pojok dari sisi kiri pertahanan Dortmund, yang kemudian berhasil dieksekusi oleh Erling Haaland yang berjaga-jaga di tiang seberang Bernardo.

Skema bola mati tersebut seperti gol Arsenal di Liga Inggris awal musim ini, ketika Oleksandr Zinchenko menjadi pemantul bola sedemikian rupa dan mampu dikonversikan rekannya menjadi gol. 

Secara tidak kebetulan, pemain internasional Ukraina tersebut merupakan mantan penggawa City asuhan Guardiola, sehingga visi bermainnya terlihat sangat terasah dan dapat mengeksekusi keinginan Arteta.

Contoh lainnya adalah taktik mengundang tekanan garis tinggi dari lawan untuk menciptakan ruang kosong di antarlini milik lawan seperti yang diperagakan City di laga kontra Dortmund tersebut. ini juga dilakukan Arsenal dengan salah satunya dipraktikkan saat Arsenal mencukur tuan rumah Fulham, 3-0.

Bedanya, pemain Arsenal yang biasa melakukan progresi bola ke depan pasca-berhasil mengundang tekanan lawan, adalah William Saliba, bek Arsenal asal Prancis. Sedangkan, di City yang biasa mengalirkan bola transisi jauh tersebut adalah kiper asal Brasil, Ederson Moraes.

Melihat kemiripan-kemiripan tersebut membuat Arsenal seperti juniornya City. Bisa saja karena Mikel Arteta mantan asisten pelatih Pep Guardiola.

Ditambah, ia pernah mengenyam ilmu bermain sepak bola di akademi Barcelona, La Masia, persis seperti Guardiola. Maka, filosofi bermain dengan ala Barcelona yang ditanamkan Johan Cruyff lalu dihidupkan lagi oleh Frank Rijkaard dan kemudian dipopulerkan Guardiola pun ada di benak Arteta.

Hanya saja, selayaknya junior, adik tingkat, atau pun adik seperguruan, biasanya masih banyak celanya. Jangankan si adik, sang kakak saja pun masih ada titik lemahnya.

Itulah kenapa, sejauh ini City masih belum bisa menaklukkan misi besar mereka yakni juara Liga Champions bersama Pep Guardiola, dikarenakan ada kepingan hilang dari timnya Guardiola selama mereka sangat dominan di kompetisi domestik.

Bila Guardiola selalu menyebut keberhasilannya di Barcelona taklepas dari keberadaan talenta luar biasa Lionel Messi, maka secara umum pada timnya Guardiola terutama di City adalah perlunya pemain yang bikin geleng-geleng kepala karena faktor kehebatannya yang di atas rata-rata.

Minimal hingga musim ini belum berakhir, kita bisa melihat bersama bahwa yang membuat City makin matang dibanding Arsenal adalah dengan keberadaan talenta hebat pada Erling Haaland. 

Tidak perlu dijelaskan panjang-lebar, karena sudah bisa dilihat buktinya dengan kemampuannya mencetak gol di musim pertamanya bersama tetangga berisiknya Manchester United.

Di Liga Inggris, Haaland sudah mencetak 28 gol ketika liga baru berjalan 27 pekan. Di Eropa, dia sudah mencetak 10 gol saat kompetisi UCL baru menuntaskan babak 16 besar, alias delapan laga yang enam diantaranya dia mainkan. Padahal, sekali lagi, ini baru musim pertamanya di City.

Lalu, apakah Arsenal punya pemain seperti Haaland?
Tidak punya.

Ketika kemampuan membangun serangan dan menciptakan peluang sudah dapat dianggap setara dengan City, namun kemampuan menyelesaikan peluang untuk menjadi gol itulah yang masih menjadi pekerjaan rumah Arsenal.

Arsenal musim ini selayaknya City yang pernah tanpa striker nomor 9 murni. Terutama musim lalu, ketika Sergio Aguero pergi dari Etihad Stadium.

Bahkan, sebetulnya Aguero merupakan striker nomor 9 yang modern, karena tidak hanya mengandalkan perannya sebagai pencetak gol di dalam kotak penalti, namun juga dapat membangun serangan transisi dari tengah lapangan selayaknya striker palsu yang dipopulerkan Lionel Messi di Barcelona oleh Guardiola.

Tanpa Aguero, City kelimpungan dalam urusan mencetak gol, meskipun tetap di atas rata-rata tim lain di Liga Inggris. 

Hal ini karena semua pemain dari lini kedua seperti Kevin De Bruyne, Ilkay Gundogan, dan Bernardo Silva, juga dapat diandalkan untuk mencetak gol selain Phil Foden, Riyad Mahrez, dan Gabriel Jesus.

Nama terakhir bahkan sering cedera dan dikenal sebagai penyerang yang lebih bagus di sayap daripada di depan-tengah seperti Aguero, karena ia kurang efektif dalam mengeksekusi peluang. 

Meski begitu, dia punya kualitas dalam mengacak-acak pertahanan lawan dengan keterampilan olah bolanya yang tinggi, dan mempunyai visi berbagi bola yang bagus.

Dan, ketika di Liga Champions, alias kompetisi jangka pendek yang butuh gol-gol krusial yang efektif karena lawan-lawannya juga tim dengan kualitas pertahanan yang bagus, maka City tidak dapat mengandalkan semua pemain tersebut untuk mencetak gol karena mereka memang tidak punya kualitas unggul untuk membobol gawang lawan.

Itu dibuktikan dengan kehadiran Haaland musim ini, yang membuat produktivitas City meningkat terutama di Premier League. 

Sedangkan, di UCL masih patut dinantikan, apakah Haaland dapat mengakhiri mimpi 'Si Manchester Biru' mengangkat si 'Kuping Besar' pada 10 Juni--11 Juni dini hari WIB--mendatang, atau tetap saja gagal mewujudkannya.

Di London Merah, mereka saat ini seperti gambaran City era Guardiola yang cenderung cocok dengan striker palsu alias striker dinamis seperti Gabriel Jesus--yang menyeberang ke Emirates karena adanya Haaland di Etihad--dan Leandro Trossard--dari Brighton & Hove Albion. Hanya saja, permasalahannya sama, yakni mereka bukanlah striker nomor 9 yang bisa efektif mencetak gol.

Saat ini pun Arsenal mirip City sebelum ada Haaland, yakni semua pemain dapat mencetak gol seperti Gabriel Martinelli dengan 12 gol di Liga Inggris, dan Bukayo Saka bersama Martin Odegaard dengan sama-sama 10 gol di liga.

Produktivitas mereka pun menyokong keran gol Arsenal saat ini yang hanya kalah dari City, yakni 62 gol berbanding 67 gol dari 27 pertandingan.

Namun, hal luar biasa ini akan menghilang ketika menghadapi tim yang kualitas bertahannya sangat bagus, atau sedang sangat berjuang mati-matian untuk bertahan total karena misi menghindari degradasi (di liga) atau memang karakter permainannya sedemikian pasif, maka Arsenal akan kesulitan dalam menciptakan gol penting.

Ya, gol penting, bukan lagi menghasilkan peluang besar. Kalau soal menciptakan peluang, Arsenal sudah tidak perlu diragukan lagi kualitasnya. Tetapi, ketika berada di situasi yang sulit seperti menghadapi Sporting Lisbon di 'Liga Maljum' tersebut, Arsenal kelimpungan.

Ditambah, sekurang populernya Liga Portugal, tetap saja, mereka adalah tim yang sudah berpengalaman dalam bersaing di kompetisi Eropa dan menghadapi situasi sulit, yakni melawan tim yang lebih diunggulkan daripada mereka.

Maka dari itu, sama seperti yang dilakukan City musim ini, bahwa jika Arsenal ingin mengeliminasi tim-tim yang punya organisasi bertahan yang bagus, maka mereka harus mempunyai striker jempolan yang dapat mengonversikan peluang-peluang ganteng yang diberikan pemain seperti Bukayo Saka, Leandro Trossard, hingga sang kapten Martin Odegaard.

Apa iya, mereka sudah puas dengan Eddie Nketiah?

Bahkan, striker yang suka berselebrasi ala orang menelepon itu bisa saja musim depan akan kalah bersaing dengan striker yang dipinjamkan Arsenal ke Stade Reims, Folarin Balogun. 

Bisa saja, Balogun akan mengikuti jejak William Saliba, yakni menjadi pemain inti Arsenal usai menjalani masa pengujian mental dan kualitas bermain di klub Ligue 1 Prancis.

Meski begitu, seharusnya Arsenal dapat menghadirkan striker matang yang siap pakai dan siap dituntut mencetak banyak gol, apabila orientasi mereka kini tidak hanya menjadi pengganggu Man City di Liga Inggris.

Bila mereka sungguh ingin menjadi perebut gelar juara Liga Inggris secara reguler bersama City, MU, dan bisa saja Liverpool dan Chelsea akan tampil lebih waras musim depan, maka Arsenal wajib mendatangkan striker nomor 9 yang matang seperti Victor Osimhen. 

Ditambah lagi, Arsenal hampir pasti mengamankan tiket Liga Champions musim depan, maka mereka harus menaikkan level mereka dari yang sekadar adiknya City, menjadi teman sekelas City.

Dan, penaikan level itu harus ditunjang dengan keberadaan kualitas pemain yang mampu efektif mencetak gol penting bagi Arsenal, agar dapat tetap menang meski dengan skor tipis.

Jadi, itulah sulitnya menjadi tim seperti City. Bisa menguasai permainan namun juga harus efektif dalam mencetak gol. Itu pun masih belum tentu berbuah juara Liga Champions. Setidaknya sampai tulisan ini dibuat.

Malang, 17 Maret 2023
Deddy HS.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun