Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Perempuan Susah Berumah Tangga, Benarkah Gila Harta, dan Salahkah?

4 Februari 2023   15:31 Diperbarui: 4 Februari 2023   15:33 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perempuan-perempuan karier yang identik sulit menjalin rumah tangga yang langgeng. (Pexels/Tirachard Kumtanom)

Itulah kenapa, pasutri yang sama-sama berkarier juga tidak ada salahnya. Terkhusus di masa kini, yang masih untung gas oksigen tidak harus beli ke BUMN negaranya masing-masing. Bayangkan, kalau semua orang butuh tabung oksigen untuk bernafas, lalu di dalam rumah yang berisi minimal tiga orang, ternyata hanya satu orang yang mengais rezeki dan itu pun belum tentu gajinya melebihi kebutuhan pokok sehari-hari. Apa yang akan terjadi?

Ilustrasi semacam itu bisa saja terjadi di antara kita, dan saya berpikir bahwa hal-hal semacam itulah yang berpotensi juga membuat seseorang masih ingin berkarier terlepas dari status dan jenis kelaminnya. Selama pekerjaan yang digeluti masih dapat dinilai positif secara normatif, kenapa tidak?

Begitu pun jika pada akhirnya perempuan memilih hidup sendiri sampai tua, itu adalah pilihan. Terlepas dari karakternya yang egois, susah diatur, dan sebagainya, maka itu bukanlah seratus persen kesalahan. Bisa saja, itu adalah buah dari pohon yang pernah menjalani kehidupan yang sama. Berantakan.

Ada kalanya, suatu yang buruk akan menghasilkan sesuatu yang baik karena sesuatu itu telah belajar untuk tidak mengikuti jejak buruk yang sebelumnya terukir. Tetapi, lebih seringnya adalah suatu yang buruk akan menghasilkan sesuatu yang tidak kalah buruk, karena minimnya referensi yang bisa membuat sesuatu yang baru itu menjadi baik.

Artinya, jika ada perempuan-perempuan yang memilih hidup sendiri hingga tua, dan/atau susah mempertahankan rumah tangganya, bisa saja itu bukan karena keinginannya semata, melainkan karena jejak moral yang minim ditanamkan oleh orang-orang yang seharusnya bertanggung jawab dalam mendidiknya, yakni orang tua.

Orang tua yang baik dan benar dalam menciptakan referensi yang tepat kepada anaknya, biasanya berangkat dari pernikahan yang tertata. Tertata secara mental, intelektual, dan finansial. Tentu, finansial yang dimaksud adalah finansial dari pasutri tersebut, terutama sejak sebelum menikah. Artinya, bukan dari orang tua mereka. Kenapa harus begitu?

Karena, calon pasutri yang punya finansial kuat secara mandiri akan punya potensi untuk membangun mentalitas positif yang kuat. Jika belum demikian, maka perlu ditunjang oleh kemauan tinggi dalam mencari pengetahuan yang selaras terhadap misi membangun kehidupan berumah tangga, agar intelektualitasnya juga cukup untuk membina hubungan suami-istri, menantu-mertua, hingga hubungan sebagai orang tua dengan anak-anaknya kelak.

Kalau masih belum begitu juga, maka lebih baik urungkan pernikahan jika tidak ingin melahirkan anak-anak yang nantinya akan meniru jejak orang tuanya yang kesulitan membangun dan mengelola kehidupan berumah tangganya. Apalagi, kalau rumah tangga tersebut hancur yang di luar faktor cerai mati, karena faktor cerai mati adalah suatu kejadian yang di luar kehendak manusia.

Jadi, masihkah hanya menyalahkan perempuan yang susah berumah tangga dan terkesan hanya fokus mengejar uang? Dan, memangnya salah kalau perempuan ingin kaya dengan jerih-payahnya sendiri?

Oiya, tulisan ini tentu bukan dari orang yang sudah menjalani kehidupan berumah tangga. Karena, amit-amit jika saya harus menulis hal ini ketika sudah menjalani pahitnya kehidupan berumah tangga, terlebih lagi jika harus bercerai terlebih dahulu.

Namun, tulisan ini berasal dari pengalaman seorang anak laki-laki yang tahu betul bahwa ternyata kehidupan berumah tangga tidak seindah yang diharapkan oleh kedua orang tuanya. Dan, sebagai orang yang terlahir laki-laki, saya berharap tidak menjadikan diri saya hanya sekadar menerima takdir sebagai buah yang jatuh dari pohon yang gersang akibat lingkungannya yang tidak kondusif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun