Mereka seperti sudah puas dengan kemampuan mereka mencetak gol. Itu membuat mereka seperti tidak melihat, bahwa mereka sebenarnya memberikan banyak kelonggaran kepada Man. United.
Memang, Man. United tidak istimewa dalam membangun serangan dari belakang ke tengah. Tetapi, mereka cukup mumpuni ketika sudah menguasai bola di depan atau di area pertahanan lawan.
Arsenal seperti terlalu percaya diri dengan kekuatan lini belakangnya, yang dibuktikan dengan gaya bertahan mereka yang sama ketika menghadapi serangan Bruno Fernandes dkk. di babak pertama. Mereka seolah-olah menganut pakem "menghadapi masalah lebih baik daripada mencegah".
Kalau itu tadi adalah tiga kekurangan Arsenal, kini saya juga menangkap adanya beberapa kekurangan Man. United.
Pertama, Man. United gagal mencegah tim tamu untuk merebut inisiasi serangan. Mereka sempat terdikte di menit-menit awal.
Beruntung, kaki-kaki dan kepala Arsenal juga masih belum panas untuk bisa memoles bola sampai mengarah tepat ke gawang David De Gea. Seandainya, lawannya adalah Liverpool, habis!
Kedua, Man. United masih terlihat punya kelemahan dalam koordinasi dalam membangun serangan. Akurasi operan dan kesalahpahaman dalam membaca pergerakan rekan menjadi problematika bagi tim yang ingin bangkit memulihkan statusnya sebagai tim perebut posisi empat besar.
Artinya, mereka harus punya akurasi operan yang bagus dan koordinasi yang tepat dalam membangun serangan. Jika tidak begitu, mereka masih akan sangat bisa dimanfaatkan oleh lawan-lawan yang fasih melakukan serangan balik.
Arsenal jelas nol besar dalam urusan ini, terutama di laga ini. Makanya, Carrick bisa tenang dan cenderung bahagia melihat pencapaian tim asuhannya sebelum diserahkan ke Ralf Rangnick.
Ketiga, cara bertahan Man. United masih rawan. Mereka yang akan dilatih oleh sosok pembangun pondasi gegenpressing, tentu tidak bisa berkaca pada laga ini.