Pertandingan besar antara Manchester United vs Arsenal di Old Trafford (3/12), sangat dinantikan. Terutama bagi penggemar kedua tim tersebut.
Saya pun mengaku beruntung bisa bangun tepat waktu, setelah berani memilih tidur terlebih dahulu supaya bisa lebih bugar saat menonton pertandingan besar ini. Padahal, biasanya yang sering terjadi adalah tidurnya kelewatan dari tenggat yang diinginkan.
Sebelum pertandingan dimulai, saya sempat membaca beberapa artikel, terutama yang berkaitan dengan Manchester United dan Arsenal. Dua diantaranya adalah tentang pendapat Michael Carrick tentang laga melawan Arsenal dan prediksi tentang Arsenal yang bisa mengalahkan Man. United.
Michael Carrick cenderung memuji kinerja Mikel Arteta sebagai mantan pemain yang berposisi gelandang sepertinya dan pernah berduel sengit di masa yang sama. Carrick juga mengaku tidak sabar untuk beradu strategi dengan Arteta.
Kemudian, prediksi Arsenal bisa menang melawan Man. United bagi penggemar Arsenal terasa menyejukkan. Ditambah, ada fakta yang cukup bagus dalam menilai Arsenal, yaitu kinerja lini pertahanannya.
Namun, data dan fakta itu juga bisa dikatakan telah lupa dengan data dan fakta lain, yaitu tentang kesulitan Arsenal dalam mencegah kebobolan dari klub-klub besar. Chelsea, Man. City, dan Liverpool sukses menjebol gawang Arsenal.
Termasuk, ketika gawang The Gunners sudah dijaga oleh Aaron Ramsdale, yang sepertinya menjadi pawang yang tepat untuk Arsenal saat ini. Bahkan, jika masih mengingat Tottenham Hotspur sebagai bagian dari Big Six, Arsenal juga kebobolan meski menang 3-1.
Artinya, Arsenal belum sepenuhnya bisa dikatakan tangguh lini belakangnya. Meskipun, ini juga bisa disebabkan oleh ketangguhan lini depan lawan yang beberapa diantaranya memang jauh lebih "canggih" dari lini depan Arsenal.
Sebenarnya, Arsenal juga punya Pierre-Emerick Aubameyang sebagai salah satu striker berkualitas mumpuni di Premier League. Tetapi, Aubameyang seperti masih kesulitan untuk menemukan kembali performanya seperti dalam dua musim awalnya di EPL.
Inilah yang kemudian menjadi titik kekurangan pertama yang terlihat dari Arsenal. Mereka bisa menyerang, membangun serangan dengan baik, tetapi efektivitasnya tidak bagus karena penyerangnya sedang jeblok.
Sebuah tim yang ingin menang, tidak bisa hanya mengandalkan satu lini terkuatnya untuk menopang beban dari semua lini. Semua lini seharusnya ada kemampuan dalam menunaikan tugasnya masing-masing.
Kekurangan pertama Arsenal ini yang kemudian terlihat di laga melawan The Red Devils. Aubameyang terisolasi oleh duet Vincent Lindelof dan Harry Maguire.
Duet ini sebenarnya tidak terlalu istimewa performanya. Tetapi, mereka masih bisa ditutupi oleh kinerja Scott McTominay dan Fred dalam bertahan, terlepas dari kesalahan-kesalahan mereka.
Selain itu, Auba juga memang lebih lama berada di tengah, alih-alih mencoba melebar atau sedikit menarik diri ke belakang lalu membiarkan antara Emile Smith Rowe, Gabriel Martinelli, atau Martin Odegaard mengisi posisinya.
Posisi yang stagnan dari Auba itu yang membuat Lindelof dan Maguire bisa dikatakan masih bisa fokus pada tugas utamanya.
Kekurangan kedua Arsenal, mereka cenderung menerapkan garis pertahanan rendah. Memang, Auba, Rowe, dan Martinelli menjalankan tugas sebagai penekan pertama terhadap penguasaan bola Man. United di pertahanan United, tetapi lini kedua dan ketiga berada di depan kotak penalti Arsenal.
Hanya di awal-awal, Odegaard dan salah satu di antara Thomas Partey dan Mohamed Elneny yang mencoba bersiap-siap memotong bola di tengah lapangan. Namun, selebihnya mereka cenderung menunggu bola sampai di sekitar pertahanan mereka.
Hal ini makin terlihat ketika Arsenal berhasil unggul lewat gol Rowe. Arsenal bermain sesuai dugaan saya, cenderung fokus bertahan.
Sebenarnya, bertahan tidak masalah, asal tidak terlalu dalam dan menciptakan jarak antara lini tengah dengan lini depan, terutama dengan Aubameyang. Di sini, saya melihat Arteta cenderung konservatif dalam menghadapi Man. United yang sebenarnya kualitas membangun serangannya tidak terlalu bagus.
Arsenal cenderung tidak berani menekan penguasaan bola Man. United untuk mencoba membuka peluang adanya kesalahan individu seperti salah oper bola. Padahal, hal ini sempat terjadi pada pemain Man. United di sekitar 15 menit awal.
Kekurangan ketiga, Arsenal seperti tidak belajar dari babak pertama. Pola permainan Arsenal cenderung 11-12 antara babak pertama dan babak kedua.
Mereka seperti sudah puas dengan kemampuan mereka mencetak gol. Itu membuat mereka seperti tidak melihat, bahwa mereka sebenarnya memberikan banyak kelonggaran kepada Man. United.
Memang, Man. United tidak istimewa dalam membangun serangan dari belakang ke tengah. Tetapi, mereka cukup mumpuni ketika sudah menguasai bola di depan atau di area pertahanan lawan.
Arsenal seperti terlalu percaya diri dengan kekuatan lini belakangnya, yang dibuktikan dengan gaya bertahan mereka yang sama ketika menghadapi serangan Bruno Fernandes dkk. di babak pertama. Mereka seolah-olah menganut pakem "menghadapi masalah lebih baik daripada mencegah".
Kalau itu tadi adalah tiga kekurangan Arsenal, kini saya juga menangkap adanya beberapa kekurangan Man. United.
Pertama, Man. United gagal mencegah tim tamu untuk merebut inisiasi serangan. Mereka sempat terdikte di menit-menit awal.
Beruntung, kaki-kaki dan kepala Arsenal juga masih belum panas untuk bisa memoles bola sampai mengarah tepat ke gawang David De Gea. Seandainya, lawannya adalah Liverpool, habis!
Kedua, Man. United masih terlihat punya kelemahan dalam koordinasi dalam membangun serangan. Akurasi operan dan kesalahpahaman dalam membaca pergerakan rekan menjadi problematika bagi tim yang ingin bangkit memulihkan statusnya sebagai tim perebut posisi empat besar.
Artinya, mereka harus punya akurasi operan yang bagus dan koordinasi yang tepat dalam membangun serangan. Jika tidak begitu, mereka masih akan sangat bisa dimanfaatkan oleh lawan-lawan yang fasih melakukan serangan balik.
Arsenal jelas nol besar dalam urusan ini, terutama di laga ini. Makanya, Carrick bisa tenang dan cenderung bahagia melihat pencapaian tim asuhannya sebelum diserahkan ke Ralf Rangnick.
Ketiga, cara bertahan Man. United masih rawan. Mereka yang akan dilatih oleh sosok pembangun pondasi gegenpressing, tentu tidak bisa berkaca pada laga ini.
Secara hasil, mereka memang menang. Tetapi, sebenarnya mereka bisa saja kalah kalau lawannya sedikit lebih baik dari Arsenal. Terutama, jika tim lawan punya penyerang efektif.
Baca juga: Arsenal Hampir Dikalahkan Crystal Palace, Kok Bisa?
Dari kekurangan-kekurangan itu, tentu sebuah tim punya potensi untuk dilihat sisi kelebihannya. Ditambah, dengan bukti bahwa kedua tim mampu mencetak gol.
Kelebihan pertama Arsenal, mereka mampu mengambil inisiasi serangan sejak awal pertandingan. Itu menunjukkan kalau Arsenal tidak mau terlihat inferior di kandang Man. United.
Kelebihan kedua, Arsenal bisa memanfaatkan Aubameyang sebagai pengalih fokus pertahanan Man. United. Terbukti, dua gol Arsenal diciptakan oleh dua pemain yang sebenarnya beroperasi di lini kedua, alias di belakang Aubameyang.
Berpindah ke Man. United. Pada kubu tuan rumah, mereka punya kelebihan pertama pada daya juang. Mereka tertinggal, namun bisa segera berupaya untuk mengambil-alih permainan.
Meskipun ini dikarenakan lawan mengizinkan, mereka tetap patut dipuji, karena mampu memanfaatkan kesempatan itu untuk mencetak gol-gol penting. Itu yang kurang bisa dilakukan Arsenal, meskipun gol pertama karena ada "izin dari Fred".
Kelebihan kedua, Man. United punya Cristiano Ronaldo. Menurut saya, keputusan terbaik Carrick di laga ini adalah memainkan Ronaldo.
Artinya, mereka tahu bahwa di laga ini, gegenpressing tidak penting. Yang paling penting adalah menaruh Ronaldo di tempat yang tepat dan mendukungnya dengan operan-operan yang akurat.
Meskipun, Ronaldo lebih tua dari Aubameyang, Ronaldo adalah pemain yang mampu menunjukkan kualitas penyelesaian akhirnya yang hampir tiada banding. Perlu sosok penyerang murni seperti Robert Lewandowski untuk menunjukkan kelasnya dalam penyelesaian akhir.
Lalu, apa dampak yang akan terjadi pasca-pertandingan besar ini?
Menurut saya, ini akan menjadi titik balik Man. United untuk bertarung memperebutkan zona papan atas. Minimal, mereka kembali berjuang untuk empat besar.
Karena, mereka adalah salah satu tim yang pantas menempati posisi itu lewat komposisi skuadnya. Hanya perlu dibimbing ke jalan yang benar, dan itu berpotensi dapat terjadi ketika Rangnick resmi mengambil-alih tugas Carrick.
Kalau bagi Arsenal, ini adalah pembelajaran besar. Arteta harus membuka mata lebar, bahwa timnya harus mulai mengubah pendekatan bermain dalam bertahan.
Saya beberapa kali membaca kabar kalau Arteta akan menjadikan Arsenal sebagai Liverpool kedua. Tetapi, di laga ini saya tidak melihat itu.
Mereka tidak menerapkan pertahanan dengan tekanan keras secara kompak lewat lini depan dan lini tengahnya. Arsenal masih bertahan setengah-setengah dalam mencoba bertahan ala gegenpressing yang kemungkinan besar akan makin populer di EPL.
Kekalahan ini juga perlu menjadi pelecut tim manajemen Arsenal untuk mendukung Arteta dalam upaya membenahi skuadnya, terutama di lini depan. Lini belakang dan tengah bisa dikatakan sudah cukup kompetitif, tetapi lini depannya cenderung berkarat.
Aubameyang perlu mendapatkan sengatan rivalitas internal lewat kedatangan striker haus gol. Dengan begitu, dia bisa bangkit dan menunjukkan kualitas sebenarnya sebelum benar-benar menanggalkan nomor 14.
Di luar itu semua, saya mengaku terhibur dengan pertandingan ini. Mereka mampu menyuguhkan pertandingan yang tidak membosankan dan tidak jomplang saat pertandingan ini banjir gol.
Terima kasih, #MUNARS!
Malang, 3 Desember 2021
Deddy Husein S.
***
Tersemat: Bola.net 1, 2, 3, dan Okezone.com
Terkait: Kompas.com 1, 2, Bola.net, Okezone.com.
Baca juga:Â Kekalahan yang Dibutuhkan Bayern Munchen
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H