Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Balap Pilihan

Seberapa Besar Peluang Valentino Rossi Podium ke-200?

14 November 2021   16:03 Diperbarui: 14 November 2021   16:05 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kualifikasi zaman dulu. Sumber: via Detik.com

MotoGP 2021 sudah memasuki seri terakhir, yaitu di GP Valencia (14/11). Ini sekaligus menjadi akhir perjalanan karier pembalap legendaris dan ikonik di MotoGP, Valentino Rossi.

Sebagai pembalap yang pentas di MotoGP sejak 2000, dia sudah memenangkan juara dunia sebanyak tujuh kali. Pencapaian hebat itu tentu terdapat banyak kemenangan dan banyak podium.

Namun, sampai sekarang, pencapaian podium Rossi masih terhenti di angka 199. Kurang satu "saja" akan menjadi genap 200.

Tetapi, satu saja itu adalah pekerjaan berat bagi Rossi. Apalagi, di musim ini dia bukan pembalap pabrikan.

Memang, dia masih mendapatkan motor spesifikasi pabrikan. Tidak seperti Franco Morbidelli yang awalnya menjadi rekan setim Rossi di Yamaha Petronas SRT.

Morbidelli masih menggunakan motor yang lebih lama, dan itu membuatnya kesulitan tampil bagus, seperti apa yang dia capai musim 2020. Bahkan, dia harus mengalami cedera parah yang membuatnya sempat absen lama dan kemudian dipindahkan ke Yamaha Monster Energy, alias tim pabrikan.

Itu terjadi, karena Yamaha berhasil menggaet Andrea Dovizioso untuk ditempatkan di tim satelit. Dia kemudian menjadi rekan setim Rossi di sisa musim 2021.

Dovi yang sempat lama tidak membalap di MotoGP, juga terlihat kesulitan. Meski, itu dimaklumi.

Sedangkan, untuk Rossi, itu adalah tanda tanya. Apakah memang motor pabrikan yang dia gunakan tidak pernah selevel dengan motor Fabio Quartararo?

Apakah faktor pembalap menjadi kunci perbedaan antara yang dicapai Quartararo dengan Rossi?

Atau, ini karena Quartararo ada di tim pabrikan Yamaha, sedangkan Rossi di tim satelit?

Biasanya cara kerja tim mekanik di tim satelit sedikit berbeda dengan tim mekanik di tim pabrikan. Akses pengembangan motor yang ada di tim pabrikan tidak berlaku di tim satelit.

Tim satelit hanya akan mengutak-atik apa yang sudah disediakan dari tim pabrikan. Sedangkan, tim pabrikan bisa mengutak-atik motor dengan mengganti fitur-fiturnya yang dikembangkan oleh insinyur dan tim mekanik dari Jepang.

Artinya, setiap perkembangan di motor pabrikan Yamaha memang bisa dirasakan Rossi, tetapi belum tentu sesuai dengan apa yang diinginkan atau dibutuhkan Rossi.

Faktor gaya balap juga menjadi pertimbangan besar yang dapat membuat motor menjadi berbeda performanya. Kalau hal ini terjadi pada Rossi di tim pabrikan, maka motornya akan diubah sesuai gaya balap Rossi.

Tetapi, Rossi sudah bukan lagi pembalap tim pabrikan. Maka, keistimewaan itu tidak dapat terjadi.

Sudah syukur, Rossi mendapat motor pabrikan. Walaupun, itu juga karena faktor nama besar dan prestasi Rossi selama di MotoGP. Maka, dia memang sangat pantas mengendarai motor pabrikan.

Lalu, apakah ini yang menjadikan Rossi makin jauh dari zona podium?

Tentu saja, iya. Jika berkaca pada musim 2020, Rossi sebenarnya masih tangguh, jika dia masih menggunakan motor pabrikan dan di tim pabrikan.

Hanya saja, memang, kalau dibandingkan Maverick Vinales, apa yang terjadi pada Rossi cenderung stagnan dan regresif. Berbeda dengan Vinales yang masih cukup ada harapan untuk berkembang, alias progresif.

Kita tidak bisa memutar waktu dengan mengandaikan Rossi yang bertahan, Vinales yang dikeluarkan dari tim pabrikan Yamaha. Karena, apa yang dilakukan Yamaha juga rasional.

Sudah saatnya, MotoGP diisi pembalap muda yang sejauh ini sejalan dengan perkembangan motor yang kian kencang. Kita bisa melihat, bahwa catatan waktu Rossi di kualifikasi sebenarnya tidak buruk.

Misalnya, catatan waktu yang dicapai Rossi adalah 1 menit 31 detik. Itu sebenarnya sangat kencang. Tetapi, pembalap lain yang tentunya lebih muda, mampu mencatatkan waktu 1 menit 30 detik hingga 1 menit 29 detik.

Catatan itu tentu bergantung pada sirkuitnya. Panjang-pendek lintasan memengaruhi catatan waktu. Ada yang memang batas kecepatan maksimumnya di atas 1 menit 30 detik, alias 100 detik. Ada juga yang di bawah itu.

Kita kemudian membandingkan catatan waktu kualifikasi dulu dengan sekarang. Jika dulu, pembalap tertinggal 1 detik dari pembalap tercepat, dia masih bisa berada satu baris di bawah posisi pembalap tercepat itu.

Berbeda dengan sekarang, yang kalau beda 1 detik sudah pasti berada di baris belakang. Itulah yang dialami Rossi saat ini.

Rossi sudah berada di peta persaingan 0,001 detik di lintasan. Bukan lagi "sekadar" 0,1 detik.

Kualifikasi zaman dulu. Sumber: via Detik.com
Kualifikasi zaman dulu. Sumber: via Detik.com

Pertarungan sengit di kualifikasi MotoGP sekarang. Sumber: via Detik.com
Pertarungan sengit di kualifikasi MotoGP sekarang. Sumber: via Detik.com

Jika dalam kualifikasi saja Rossi sudah keteteran, terutama dalam memperoleh posisi start, maka dalam balapan juga akan demikian. Tetapi, bukankah Rossi memang dari dulu bukan pembalap hari Sabtu?

Betul. Tetapi, zaman sekarang pola pikir demikian tidak bisa sepenuhnya berlaku.

Pembalap kalau ingin menang atau minimal masuk podium, dia harus sebisa mungkin mengawali balapan dari barisan depan. Kita bisa lihat contoh pembalap bagus seperti Joan Mir.

Dia selalu tampil kuat di hari Minggu, tetapi kekuatannya tidak cukup untuk menang. Bahkan, untuk podium saja sulit.

Faktornya tentu ada di posisi start. Pembalap yang start di posisi terdepan saja terkadang bisa melorot saat gagal melakukan start yang bagus, apalagi yang start dari baris tiga hingga seterusnya, yang biasanya akan terjebak pada rombongan sejak tikungan pertama.

Artinya, sekuat-kuatnya Mir di hari Minggu, dia sebenarnya sangat butuh kecepatan yang luar biasa di hari Sabtu, terutama di kualifikasi. Dia harus dapat memulai balapan dengan posisi start yang bagus, agar saat balapan tidak sering terjebak di rombongan.

Jika pembalap seperti Mir saja sudah sangat gusar dengan hasil kualifikasi, karena itu bagian dari faktor yang sangat menentukan untuk balapan, apalagi Rossi. Pembalap yang sudah tergerus oleh perkembangan teknologi pada motor dan gaya balap.

Dia memang masih kencang, bahkan kalau diadu dengan Jorge Lorenzo yang baru pensiun dua tahun, dia pasti menang. Tetapi, lawannya saat ini adalah pembalap-pembalap muda yang memang lebih cocok dengan intensitas kecepatan motor yang ada di kelas primer saat ini.

Kita bisa melihat bukti kesulitan motor di MotoGP saat ini dengan Andrea Dovizioso yang terlihat harus beradaptasi keras setelah absen membalap reguler sejak Maret 2021. Terlepas dari spesifikasi tunggangannya, apa yang dialami Dovi bisa menjadi contoh betapa sulitnya MotoGP saat ini.

Kemudian, apakah demi podium ke-200 semua pembalap harus mengalah kepada Rossi?

Sayangnya, hal itu mustahil terjadi. Mustahil di sini adalah pembalap mengalah kepada Rossi.

Memang, mungkin akan ada pembalap yang membiarkan Rossi menyalipnya. Tetapi, ada beberapa pembalap yang punya tendensi untuk tampil maksimal di balapan terakhir ini.

Mereka adalah Francesco Bagnaia, Jack Miller, Fabio Quartararo, dan Jorge Martin. Kenapa mereka?

Bagnaia dan Miller harus meraih hasil terbaik untuk memenangkan juara dunia tim balap yang sedang diperebutkan antara tim Ducati Lenovo dengan tim Yamaha Monster Energy. Perhitungannya adalah torehan poin sebuah tim balap berasal dari semua pembalap di tim tersebut yang berhasil finis di zona poin, yaitu posisi 1-15.

Saat ini, Ducati Lenovo unggul 28 poin. Sedangkan, torehan poin maksimal yang mungkin bisa diraih sebuah tim balap adalah 45 poin, dengan asumsi, dua pembalap tim tersebut finis 1 dan 2 (25 poin dan 20 poin).

Bagnaia dan Miller tentu ingin membawa Ducati Lenovo menjadi juara tim balap 2021. Sumber: AFP/Patricia De Melo Moreira/via Kompas.com
Bagnaia dan Miller tentu ingin membawa Ducati Lenovo menjadi juara tim balap 2021. Sumber: AFP/Patricia De Melo Moreira/via Kompas.com

Patokan perolehan poin ini yang paling mudah untuk menjadi contoh, walau sebenarnya sangat sulit untuk diwujudkan. Karena, beban itu sebenarnya ada di tim Yamaha Monster Energy.

Sejak tidak ada Maverick Vinales, dan kebetulan pembalap ini cenderung menurun saat masih menjadi pembalap Yamaha, praktis andalan Yamaha adalah Quartararo. Banyak poin yang ditorehkan tim pabrikan Yamaha, karena hasil finis Quartararo.

Meski begitu, duo Ducati Lenovo patut mewaspadai Quartararo, karena sirkuit Valencia sebenarnya lebih cocok dengan motor in-line-4 dibandingkan motor V4. Sekalipun dalam kualifikasi, motor Ducati saat ini dominan, itu belum tentu menjamin hasil balapan.

Selain pertarungan dua tim balap tersebut yang kemudian melibatkan Bagnaia dan Miller vs Quartararo, kita juga harus mempertimbangkan Jorge Martin. Sebagai pembalap debutan musim ini, dia harus memperjuangkan gelar 'rookie of the year 2021'.

Jorge Martin meraih pole position keempatnya di musim debutnya di kelas MotoGP. Sumber: via Motogp.com
Jorge Martin meraih pole position keempatnya di musim debutnya di kelas MotoGP. Sumber: via Motogp.com

Saat ini Martin harus bersaing sengit dengan Enea Bastianini yang juga pengendara motor Ducati. Hanya saja, faktor motor yang setahun lebih tua dari yang ditunggangi Martin sebenarnya sempat membuat Bastianini kurang diperhitungkan.

Tetapi, pencapaian dua podium di dua seri San Marino adalah pembuktian bahwa Bastianini tidak tinggal diam dalam urusan gelar tersebut. Dia juga ingin menjadi 'rookie of the year' sebagai pijakan awal untuk menjadi pembalap yang makin diperhitungkan di musim-musim selanjutnya.

Empat pembalap itulah yang membuat langkah Rossi ke podium sangat terjal. Ini mengingatkan kita pada musim 2015.

Saat itu, Rossi harus finis minimal podium ketiga untuk bisa menjadi juara dunia, sekalipun Lorenzo memenangkan balapan. Namun, kenyataannya dia gagal meraih syarat itu, karena di depannya ada tiga pembalap yang punya kepentingan masing-masing yang masih belum tuntas, yaitu Jorge Lorenzo, Marc Marquez, dan Dani Pedrosa.

Alhasil, Rossi harus gigit jari. Meski sebenarnya, dia juga cenderung "dipersilakan" oleh semua pembalap, setelah start dari posisi paling belakang.

Tiap putaran, dia bisa melewati pembalap lain. Tentu, karena dia juga punya kecepatan yang bagus untuk mengejar posisi depan. Namun sayangnya, jaraknya dengan tiga pembalap Spanyol tersebut sudah sangat jauh. Itu yang membuat upaya 'comeback'-nya gagal berbuah manis.

Apakah ini juga akan kembali terjadi untuk usaha podium ke-200?

Sebenarnya, Rossi justru bisa memenangkan balapan. Dengan begitu, dia akan jauh dari kepentingan duel antara empat pembalap tadi.

Finis kedua dan ketiga yang diraih antara Bagnaia atau Miller, bukan suatu permasalahan. Asalkan, Quartararo di belakang mereka dan Morbidelli juga tidak mampu berbuat banyak untuk pertarungan titel terakhir di kelas primer tersebut.

Begitu juga bagi Martin kalau dia akhirnya harus puas finis di posisi keempat atau kelima. Itu sudah cukup, jika Bastianini hanya mampu finis paling maksimal posisi ketujuh.

Martin wajib ungguli Bastianini, minimal dengan jarak 4 poin. Sumber: Google/search: klasemen MotoGP
Martin wajib ungguli Bastianini, minimal dengan jarak 4 poin. Sumber: Google/search: klasemen MotoGP

Jadi, melihat Rossi finis podium ke-200 sebenarnya bisa. Asalkan target dan upayanya ditingkatkan.

Lagipula, Rossi juga sudah menunjukkan usaha terbaik untuk balapan di seri pamungkas ini. Dia berhasil memulai balapan dari posisi ke-10.

Itu adalah posisi terbaiknya sejak GP Silverstone 2021. Artinya, Rossi punya modal cukup bagus untuk upaya memperjuangkan finis podium.

Penggemar Rossi siap menyambut pertarungan terakhir Rossi di MotoGP. Sumber: Twitter.com/MotoGP
Penggemar Rossi siap menyambut pertarungan terakhir Rossi di MotoGP. Sumber: Twitter.com/MotoGP

Harapannya tinggal pada bagaimana Rossi dapat melakukan start dengan bagus. Lalu, mencoba berada di rombongan terdepan di tikungan pertama.

Sangat sulit. Tetapi, saya pikir Rossi masih punya sisa-sisa kemampuan untuk bertarung seperti itu.

Kalaupun pada akhirnya Rossi gagal meraih podium ke-200, saya pikir Rossi akan sangat dewasa dalam menyikapinya. Karena, dia tentu sudah paham, bahwa dia sebenarnya kalah dengan zaman.

Lalu, bagaimana dengan kita? Mampukah kita legawa dengan perkembangan zaman?

#GrazieVale

Malang, 14-11-2021
Deddy Husein S.

Tersemat: Ligaolahraga.com, Detik.com, dan Liputan6.com.
Terkait: Kompas.com 1, Kompas.com 2, Kompas.com 3, id.motorsport.com, Detik.com, Sportfeat.bolasport.com.
Baca juga: MotoGP 2021, Awal dan Akhir Valentino Rossi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Balap Selengkapnya
Lihat Balap Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun