Ini yang kemudian menghasilkan beberapa poin yang disebut keuntungan sebagai "anak bawang".
Pertama, ketika menjadi "anak bawang", mereka punya kesempatan untuk masih menjadi pendengar. Semakin bertambahnya usia, menjadi pendengar yang baik terkadang lebih sulit dari sebelumnya.
Berinisiatif dan membuat tindakan langsung juga bisa menjadi salah satu wujud adanya keinginan untuk berbicara meskipun secara nonverbal.Â
Di satu sisi memang bagus, tetapi di sisi lain juga tidak jarang akan menimbulkan kesalahpahaman, baik secara horisontal (sesama pekerja) maupun vertikal (antara pekerja dengan atasannya).
Artinya, ketika masih sebagai "anak bawang", tugasnya selain bekerja adalah mendengar. Bekerja sesuai arahan juga bisa menjadi bagian dari bukti sebagai pendengar.
Semua "anak bawang" sebaiknya mempunyai kesabaran untuk menjadi pendengar terlebih dahulu. Bahkan, seorang Wishnutama yang mengawali kariernya di dunia pertelevisian juga melakukannya--bisa dicari dalam sesi wawancaranya di Youtube--sebelum kini berhasil menjadi salah seorang visioner di dunia hiburan Indonesia.
Kedua, "anak bawang" punya kesempatan memperkuat pondasi. Ada tiga pondasi yang perlu diperkuat selama menjadi pekerja baru, yaitu karakter, cara kerja, dan pengetahuan.
Setelah mau menjadi pendengar yang baik, maka "anak bawang" juga perlu memperkuat diri agar dapat bertahan dan berkembang di tempat kerjanya.
Tahap ini sangat bagus, karena kalau masih menjadi "anak bawang", seseorang masih bisa mencoba-coba cara yang tepat agar dapat bekerja sesuai dengan tempat kerjanya. Masa adaptasinya juga biasanya lebih cepat, daripada orang-orang yang sudah sarat pengalaman.
Selain itu, ketika masih menjadi "anak bawang" tanggung jawabnya masih belum sampai ke tahap harus menularkan pengetahuan dan pengalamannya ke orang lain. Itu yang membedakan dengan orang berpengalaman yang harus segera membagikan pengetahuan dan pengalamannya selain harus terus mengaktualisasi diri.