Manusia saja secara hakikat dapat seperti saat ini karena itu. Seandainya nenek moyang kita tidak mau beradaptasi dengan zaman, habislah kita.
Itulah mengapa, kalau sebuah perusahaan ingin terus bertahan dan berkembang, maka bukan hanya berusaha mempertahankan identitas, melainkan memperbaharui identitasnya. Hal ini yang biasanya akan diemban oleh para "anak bawang".
Maka dari itu, menyandang status sebagai "anak bawang" bukan suatu hal yang memalukan. Masih banyak hal yang dapat diserap sisi positifnya ketika masih begitu, salah satunya yang menjadi bonus dari ulasan ini adalah "anak bawang" tidak terlalu keras kepala.
Sebandel-bandelnya "anak bawang", mereka masih seperti besi panas yang dapat ditempa untuk menjadi bilah pedang, mata tombak, dan lainnya. Ini yang sulit dilakukan kepada orang-orang berpengalaman, yang sudah mempunyai bentuk tersendiri dan sulit untuk dibentuk ulang.
Jadi, kenapa resah kalau dicap "anak bawang"?
Malang, 17-19 April 2021
Deddy Husein S.
Catatan: Tulisan ini ditulis oleh seorang "anak bawang abadi" di mana pun dia berada.
Tersemat: Jurnalmanajemen.com (organisasi)
Baca juga: Menjadi "Anak Bawang" di Tempat Kerja (I Ketut Suweca)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H