Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Perlu Menambah Keterampilan Saat Ramadan

15 April 2021   17:01 Diperbarui: 15 April 2021   17:17 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi keterampilan. Sumber: Pexels/Anthony Shkraba

Kalau ditarik jauh mundur ke belakang, saya tidak menyangka akan bisa menghasilkan tulisan, minimal sesederhana tulisan ini. Dulu di pikiran saya, mempunyai kebiasaan menulis seperti mimpi saja.

Alasannya sederhana. Saat itu, kebiasaan membaca belum serutin sekarang. Kalaupun membaca, gairah terbesar saya adalah membaca tentang olahraga. Sebenarnya, ada hal lain, tapi itu bonus, alias menyesuaikan keadaan.

Kebetulan bacaan paling mudah dijangkau adalah koran, maka itulah yang saya baca. Tetapi, saya sering melompati halaman Ekonomi dan sejenisnya.

Biasanya, saya akan membaca rubrik olahraga dan kolom kriminal. Rubrik olahraga sudah jelas seperti yang saya sebut atau bahkan sudah dapat terbuktikan lewat kuantitas tulisan yang saya hasilkan, baik di blog maupun di Kompasiana.

Lalu, mengapa membaca kolom berita kriminal?

Menurut saya, membaca kasus-kasus kejahatan dapat membuat pembaca menjadi belajar menghindari kejahatan, entah sebagai pelaku atau korban. Membaca kasus kriminal juga membuat pembaca dapat menghargai nyawa, baik diri sendiri maupun orang lain.

Sekesal-kesalnya saya kepada orang lain, saya masih menghargai nyawanya, karena itu adalah haknya. Orang lain punya hak hidup, saya juga. Sesederhana itu.

Seiring berjalannya waktu, apa yang saya baca menjadi beragam. Ternyata, bertambahnya usia tidak membuat rasa ingin tahu memudar, justru bertambah.

Hanya saja, kalau diminta untuk sering mempelajari hal baru, saya juga mulai ogah-ogahan (hehehe). Tetapi, kalau untuk sekadar tahu, kenapa tidak?

Itulah yang kadang menurut saya dilupakan esensinya oleh orang-orang. Terkadang, saya melihat orang-orang termasuk diri saya sendiri tidak berani memasuki 'bilik-bilik baru' karena takut dituntut untuk belajar dan mempraktikkannya.

Padahal, di dalam 'bilik-bilik baru' itu seharusnya yang dilakukan adalah menyerap informasinya terlebih dahulu. Setelah informasi itu berhasil ditelaah dengan akal sehat, maka keputusannya ada dua. Melanjutkannya atau cukup sampai di sini.

Ini bukan pernyataan tentang percintaan, ya!

Itulah kenapa, saya berpikir bahwa fenomena orang jarang membaca juga bisa dikarenakan adanya kekhawatiran untuk mendapatkan tuntutan lebih mengenai apa yang dibaca. Jika ini yang terjadi, maka kebiasaan jarang membaca menjadi fatal.

Selain menghasilkan kemalasan membaca, juga menghasilkan terbatasnya informasi yang dimiliki. Kalau informasi terbatas, orang akan sulit berkembang dan mudah digiring.

Dua hasil yang sekilas bertolak belakang. Tetapi, hulunya (penyebab) sama, yaitu ketidaktahuan. Alasan adanya perbedaan hasil, karena orang memiliki dua tipe. Tipe tidak mau belajar dan tipe gampang percaya.

Tipe tidak mau belajar ini sudah pasti orangnya kaku banget, dan cenderung mengandalkan apa yang dilihat bukan yang dipikirkan. Kalau bertemu dengan orang semacam ini biasanya mengandung api, karena rasanya selalu ingin marah ke orang tersebut. "Jadi orang kok 'anu' banget!"

Tetapi, informasi yang terbatas juga dapat menghasilkan orang-orang yang gampang dipengaruhi. Alasannya sederhana, apa yang diketahui adalah hal baru.

Kalau ada yang menarik perhatiannya dan masuk ke logika sederhananya, maka ia akan percaya dengan hal tersebut. Ini juga dapat berlaku ke orang tipe people pleaser, karena orang yang mudah percaya biasanya karena dia sulit menolak dan tidak ingin dianggap jahat.

Nahasnya, dua tipe ini tidak mengenal generasi, loh! Kalau ada yang menganggap orang kaku atau mudah terpengaruh karena faktor generasi, menurut saya salah.

Ketidaktahuanlah yang sebenarnya menjadi biang-kerok. Ketika itu menyasar ke generasi tua atau muda, hasilnya sama.

Dari situlah, membaca menjadi sangat penting. Saya pun kemudian semakin merasakan manfaatnya ketika saya juga telah menemukan aktivitas yang tepat--bagi saya, yaitu menulis.

Menulis dan membaca sulit terpisahkan, dan keduanya saling memberikan pengaruh. Kalau ada yang bertanya alasan saya menulis, jawabannya sederhana. Saya membaca, lalu saya punya pikiran atau impresi terhadap bacaan tersebut, maka saya menulis.

Sebenarnya, kalau saya pandai berbicara, maka saya akan menjadi motivator. Pendapatannya pasti lebih besar dari penulis. Becanda.

Lalu, bagaimana kalau ada yang bertanya tentang mengapa saya membaca?

Sebenarnya, saya lebih ingin ditodong dengan pertanyaan "apa yang saya baca". Dengan begitu, pertanyaannya lebih spesifik. Karena, sebenarnya saya juga tidak merasa seperti pembaca yang budiman.

Pembaca budiman yang saya maksud seperti orang-orang yang bacaannya sudah menggunung dan tidak jarang mengandung unsur kebanggaan. Seperti membaca biografi tokoh besar, membaca kumpulan esai dari tokoh besar, bahkan kalau misalnya membaca novel, yang dipilih adalah hasil dari penulis besar atau yang best-seller.

Saya tentu tidak 'anti', hanya saja, saya merasa itu akan menjadi racun bagi cara berpikir saya terhadap realitas. Karena, saya menjadi harus selalu mengikuti apa yang dibaca orang lain, juga harus membaca hal-hal yang menurut saya belum tentu harus dibaca sekarang.

Contohnya, membaca biografi atau tulisan yang mengandung buah pikir kental (baca: filosofi hidup) yang cenderung akan membuat saya menjadi seolah-olah sudah tahu tentang dunia luar lewat tulisan itu. Kalau sudah tahu, maka kenapa harus melakukannya juga?

Kalau berdampak bagus, tidak masalah. Bagaimana kalau berdampak buruk?

Itulah yang membuat saya jarang membaca buku biografi atau sejenisnya, sekalipun ada beberapa tokoh yang saya suka pola pikirnya. Tetapi, untuk saat ini, saya belum merasa itu perlu saya baca.

Mungkin, nanti kalau saya sudah beruban penuh, buku-buku semacam itu akan saya baca dengan khidmat. Atau, mungkin kalau saya sedang khilaf.

Dari penggambaran tentang bacaan yang belum saya baca, maka saya masih menganggap diri saya belum sepenuhnya gemar membaca. Yang saya baca masih sederhana, yang masih mudah masuk ke dalam logika dangkal.

Tetapi, kalau ada yang ngeyel bertanya mengapa saya membaca, maka jawabannya adalah "saya menulis". Ketika saya menulis dan bahkan bisa dikatakan wajib menulis, maka saya juga wajib membaca.

Menulis yang sering dianggap hasil dari 'kesoktahuan' seseorang, sebenarnya juga merupakan hasil dari ketidaktahuan seseorang. Bahkan secara bukti, banyak tulisan saya yang dihasilkan dari ketidaktahuan.

Tulisan tentang bola saja masih banyak yang berawal dari ketidaktahuan. Kalau ada pembaca yang lebih tahu, pasti akan mudah mendeteksinya. Serius!

Itulah kenapa, kalau ada yang menganggap penulis itu adalah orang yang soktahu, mungkin orang itu tidak tahu rasanya menjadi orang yang tidak tahu tapi ingin tahu. Uniknya, itu sebenarnya bisa orang itu lakukan, kalau dia mau menjadi pembaca yang budiman.

Ingat, saya belum menjadi pembaca yang budiman, maka ketika saya menulis, itulah jalan untuk saya dapat menjadi pembaca budiman suatu saat nanti.

Apakah berarti saya akan membaca buku-buku yang sedang tidak ingin saya baca?

Bukan hanya itu, saya juga akan berusaha membaca hal-hal lain yang terkadang tidak saya anggap penting. Misalnya, tulisan horor dan komedi.

Sekalipun saya gemar menonton film horor dan membaca komik horor, tapi saya masih belum menganggap itu penting, khususnya dalam bentuk tulisan. Namun, seiring berjalannya waktu, saya menganggap itu penting.

Contoh bacaan horor-misteri, lumayan membantu proses kreatif menulis horor. Sumber: Dokumentasi Deddy Husein S..
Contoh bacaan horor-misteri, lumayan membantu proses kreatif menulis horor. Sumber: Dokumentasi Deddy Husein S..
Ada harapan suatu saat saya bisa menghasilkan tulisan horor, walaupun sebenarnya saya sudah melakukannya. Seperti saat saya menulis tentang kehidupan pribadi, itu adalah horor bagi saya--salah satu bentuk tulisan yang selalu ingin saya hapus setelah merasa kecewa telanjur curhat.

Namun, kali ini horornya lebih ke karya fiksi yang sifatnya menghibur, bukan mengundang simpati hingga empati. Jadi, selamat menantikan tulisan horor saya, ya!

Lalu, tulisan kedua yang ingin saya hasilkan adalah tentang komedi. Menurut saya, ini adalah bentuk tulisan yang sangat sulit. Entah, karena saya jarang becanda atau asupan komedi saya memang terbatas banget.

Contoh bacaan komedi (kanan: Lelucon Para Koruptor) untuk bisa menulis komedi. Sumber: Dokumentasi Deddy Husein S.
Contoh bacaan komedi (kanan: Lelucon Para Koruptor) untuk bisa menulis komedi. Sumber: Dokumentasi Deddy Husein S.
Itulah kenapa, dalam beberapa waktu terakhir, saya berusaha membaca tulisan-tulisan komedi. Harapan saya, entah di masa Ramadan ini maupun di waktu lainnya, saya dapat menambah keterampilan (skill) menulis komedi.

Kalau yang ini, tidak usah ditunggu, karena nanti timbul kekecewaan akibat tulisan saya ternyata tidak kunjung membuat pembaca terpingkal-pingkal. Karena itu, saya menyarankan pembaca membaca tulisan orang lain jika ingin tertawa.

O ya, dalam proses menambah keterampilan menulis horor dan komedi, referensi dalam mencari ide tidak harus selalu lewat buku. Bisa juga lewat media massa online, agar dapat menemukan ide-ide yang kekinian.

Selain itu, keinginan menambah keterampilan menulis horor dan komedi sebenarnya juga untuk membuat saya bisa menjalani Ramadan dengan seimbang. Ada momen untuk serius dan santai.

Artinya, ketika sedang proses mengasah keterampilan tersebut, saya berharap juga dapat menikmati bacaan-bacaan menarik (bersantai) selain saya sedang berusaha menghasilkan tulisan yang menarik (serius). Fokusnya pun sebenarnya bukan tentang objeknya, melainkan mencari keseimbangan momen.

Keseimbangan momen menurut saya akan lebih terasa ketika Ramadan. Karena, saat Ramadan kita menjadi lebih berusaha efektif dan efisien dalam melakukan kegiatan.

Itulah kenapa, kalau misalnya ada objek lain yang lebih dibutuhkan, maka itu dapat diubah sesuai kebutuhan. Yang terpenting adalah memanfaatkan momennya untuk dapat lebih seimbang.

Jadi, kalau saya sedang berharap dan berproses menambah keterampilan menulis horor dan komedi, bagaimana dengan pembaca? Keterampilan apa yang ingin ditambah selama Ramadan?

Malang, 15 April 2021
Deddy Husein S.

Baca juga: Salah Satu Buku yang Sudah Saya Baca

Tulisan sebelumnya: Menjalani Ramadan dengan Cara Berbeda

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun