Kalau ditarik jauh mundur ke belakang, saya tidak menyangka akan bisa menghasilkan tulisan, minimal sesederhana tulisan ini. Dulu di pikiran saya, mempunyai kebiasaan menulis seperti mimpi saja.
Alasannya sederhana. Saat itu, kebiasaan membaca belum serutin sekarang. Kalaupun membaca, gairah terbesar saya adalah membaca tentang olahraga. Sebenarnya, ada hal lain, tapi itu bonus, alias menyesuaikan keadaan.
Kebetulan bacaan paling mudah dijangkau adalah koran, maka itulah yang saya baca. Tetapi, saya sering melompati halaman Ekonomi dan sejenisnya.
Biasanya, saya akan membaca rubrik olahraga dan kolom kriminal. Rubrik olahraga sudah jelas seperti yang saya sebut atau bahkan sudah dapat terbuktikan lewat kuantitas tulisan yang saya hasilkan, baik di blog maupun di Kompasiana.
Lalu, mengapa membaca kolom berita kriminal?
Menurut saya, membaca kasus-kasus kejahatan dapat membuat pembaca menjadi belajar menghindari kejahatan, entah sebagai pelaku atau korban. Membaca kasus kriminal juga membuat pembaca dapat menghargai nyawa, baik diri sendiri maupun orang lain.
Sekesal-kesalnya saya kepada orang lain, saya masih menghargai nyawanya, karena itu adalah haknya. Orang lain punya hak hidup, saya juga. Sesederhana itu.
Seiring berjalannya waktu, apa yang saya baca menjadi beragam. Ternyata, bertambahnya usia tidak membuat rasa ingin tahu memudar, justru bertambah.
Hanya saja, kalau diminta untuk sering mempelajari hal baru, saya juga mulai ogah-ogahan (hehehe). Tetapi, kalau untuk sekadar tahu, kenapa tidak?
Itulah yang kadang menurut saya dilupakan esensinya oleh orang-orang. Terkadang, saya melihat orang-orang termasuk diri saya sendiri tidak berani memasuki 'bilik-bilik baru' karena takut dituntut untuk belajar dan mempraktikkannya.
Padahal, di dalam 'bilik-bilik baru' itu seharusnya yang dilakukan adalah menyerap informasinya terlebih dahulu. Setelah informasi itu berhasil ditelaah dengan akal sehat, maka keputusannya ada dua. Melanjutkannya atau cukup sampai di sini.