Ini bukan pernyataan tentang percintaan, ya!
Itulah kenapa, saya berpikir bahwa fenomena orang jarang membaca juga bisa dikarenakan adanya kekhawatiran untuk mendapatkan tuntutan lebih mengenai apa yang dibaca. Jika ini yang terjadi, maka kebiasaan jarang membaca menjadi fatal.
Selain menghasilkan kemalasan membaca, juga menghasilkan terbatasnya informasi yang dimiliki. Kalau informasi terbatas, orang akan sulit berkembang dan mudah digiring.
Dua hasil yang sekilas bertolak belakang. Tetapi, hulunya (penyebab) sama, yaitu ketidaktahuan. Alasan adanya perbedaan hasil, karena orang memiliki dua tipe. Tipe tidak mau belajar dan tipe gampang percaya.
Tipe tidak mau belajar ini sudah pasti orangnya kaku banget, dan cenderung mengandalkan apa yang dilihat bukan yang dipikirkan. Kalau bertemu dengan orang semacam ini biasanya mengandung api, karena rasanya selalu ingin marah ke orang tersebut. "Jadi orang kok 'anu' banget!"
Tetapi, informasi yang terbatas juga dapat menghasilkan orang-orang yang gampang dipengaruhi. Alasannya sederhana, apa yang diketahui adalah hal baru.
Kalau ada yang menarik perhatiannya dan masuk ke logika sederhananya, maka ia akan percaya dengan hal tersebut. Ini juga dapat berlaku ke orang tipe people pleaser, karena orang yang mudah percaya biasanya karena dia sulit menolak dan tidak ingin dianggap jahat.
Nahasnya, dua tipe ini tidak mengenal generasi, loh! Kalau ada yang menganggap orang kaku atau mudah terpengaruh karena faktor generasi, menurut saya salah.
Ketidaktahuanlah yang sebenarnya menjadi biang-kerok. Ketika itu menyasar ke generasi tua atau muda, hasilnya sama.
Dari situlah, membaca menjadi sangat penting. Saya pun kemudian semakin merasakan manfaatnya ketika saya juga telah menemukan aktivitas yang tepat--bagi saya, yaitu menulis.
Menulis dan membaca sulit terpisahkan, dan keduanya saling memberikan pengaruh. Kalau ada yang bertanya alasan saya menulis, jawabannya sederhana. Saya membaca, lalu saya punya pikiran atau impresi terhadap bacaan tersebut, maka saya menulis.