Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kisah "Gumun" dan Murah Senyum kepada WNA

20 Januari 2021   22:16 Diperbarui: 29 Januari 2021   08:51 1098
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi murah senyum. Gambar: Minerva Studio via Kompas.com

Saya tidak menampik bahwa penulisan ini karena ada pemberitaan viral terkait Warga Negara Asing (WNA) yang berulah di wilayah kedaulatan Republik Indonesia (RI), Bali. Saya sampai umur 2 dekade lebih memang belum pernah ke Bali, tetapi saya yakin jumlah WNA di sana sangat banyak.

Sampai saat ini, saya hanya menetap di dua daerah di Jawa Timur, dan sejauh ini tempat kedualah yang cukup sering memperlihatkan saya keberadaan WNA. Faktor identitasnya sebagai salah satu kota pendidikan, membuat WNA tidak jarang ada di sini.

Termasuk, karena di sini juga ada klub sepak bola populer yang memungkinkan ada kerabat atau teman dari pemain asing yang berkunjung. Ada tiga tempat yang sering memperlihatkan saya keberadaan WNA, yaitu mall, alun-alun kota, dan tempat Car Free Day (CFD).

Namun, saya tidak pernah berinteraksi dengan WNA. Bahkan, ketika di area tempat tinggal saat ini juga ada WNA yang saya duga adalah pelajar.

WNA ini mungkin dari negara di Afrika atau dari Prancis, yang mana ketika berbicara dengan sesama terdengar tidak menggunakan bahasa Inggris. Baru ketika berbicara dengan orang Indonesia yang sepertinya teman yang mereka kenal, baru berbicara dengan bahasa Inggris.

Biasanya saya melihat mereka ketika di penjual nasi lalapan. Tetapi, saya urung berinteraksi dengan mereka karena tidak ada kepentingan. Saya justru tertarik untuk mengamati sekitar. Mengapa?

Karena, orang-orang yang melihat keberadaan pemuda-pemuda jangkung itu seperti 'gumun'. Bahkan, sempat saya melihat ada orang yang terus melihat gerak-gerik pemuda-pemuda WNA itu. Entah, apa yang dipikirkan.

Momen melihat orang gumun juga terjadi saat saya hendak ke toko kelontong. Di depan toko berhenti seorang lelaki yang hendak membeli sesuatu. Tetapi, sebelum dia turun dari sepeda motor, dia malah gumun dengan dua orang WNA tinggi-ramping yang sedang berjalan melintas.

Saya kembali menganggap momen itu unik. Karena, saya menjadi teringat momen sebelumnya yang sangat menyiratkan kegumunan seseorang dengan sosok yang 'berbeda'.

Apakah saya juga begitu?

Ilustrasi ini lebih mendekati. Gambar: Pezibear/Pixabay
Ilustrasi ini lebih mendekati. Gambar: Pezibear/Pixabay
Dulu ketika saya baru tiba di kota ini melihat pelajar WNA juga sedikit 'gumun'. Tapi, kegumunan saya tidak terekspos di gestur. Saya melihat mereka seperti ketika melihat orang Indonesia yang kebetulan berjalan berlawanan arah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun