Ada kabar menarik di jagat sepak bola dunia, bahwa salah seorang legenda klub FC Barcelona, Xavi Hernandez, mampu meraih gelar juara di Piala Amir 2020. Sebuah kompetisi piala liga di Qatar yang tahun ini digelar pada 18 Desember 2020.
Xavi yang kini menjadi pelatih, berhasil mengantarkan Al Sadd untuk mengalahkan Al Arabi dengan skor tipis 2-1. Pertandingan yang digelar di Stadion Al Rayyan, Qatar, terlihat meriah dan mengeluarkan tim asuhan Xavi untuk menjadi pemenangnya.
Melihat kejadian ini, tidak heran jika publik penggemar sepak bola dunia dan Eropa langsung memikirkan tentang kiprah Xavi sebagai pelatih hebat masa depan. Mereka juga pasti berharap bahwa Xavi akan melatih Barcelona.
Berdasarkan kesuksesannya meraih trofi ke-4 sepanjang kariernya sebagai pelatih--dari tahun 2019--itu, Xavi mulai dirumorkan untuk dapat menjadi pengganti posisi Ronald Koeman di Barcelona. Koeman adalah pelatih Barcelona saat ini yang menggantikan Quique Setien.
Walaupun, sebenarnya kiprah Koeman masih belum genap separuh musim, ia sudah mulai diisukan untuk lengser dan digantikan oleh Xavi. Apakah itu bisa terjadi?
Bisa iya, bisa tidak. Tetapi, akan lebih baik jika jawabannya saat ini adalah tidak. Mengapa?
Pertama, karena Xavi masih baru menjadi pelatih. Dia perlu mengumpulkan banyak jam terbang, agar lebih siap menghadapi tekanan yang lebih besar.
Melatih Barcelona memang bisa menjadi impian Xavi, tetapi akan lebih baik jika tidak terburu-buru. Dia harus punya kesempatan untuk banyak bereksperimen terhadap apa yang dia inginkan dalam permainan timnya.
Saat ini, Al Sadd adalah klub yang lebih tepat untuk menguji kehebatan taktik Xavi. Apalagi, Xavi masih belum memberikan gelar di liga utama Qatar untuk Al Sadd, maka itulah target realistis yang harus dapat dikerjakan olehnya, bukan malah ke Barcelona.
Xavi yang bisa merengkuh gelar juara ketika menjadi pemain Al Sadd, maka juga akan lebih baik untuk merengkuhnya lagi ketika menjadi pelatih. Ketika itu berhasil, maka ada tantangan selanjutnya yang menanti.
Tantangan itu adalah menaklukkan Liga Champions Asia. Al Sadd yang merupakan tim kuat di Qatar juga bukan klub sembarangan di Liga Champions Asia. Maka, Xavi juga perlu menjadikan kompetisi ini sebagai prioritasnya, alih-alih segera bereuni dengan Lionel Messi, Gerard Pique, dan Sergio Busquets.
Jika Xavi mampu berprestasi di ajang tertinggi Asia itu, maka ia boleh bersiap-siap untuk terbang ke Camp Nou. Mungkin, pengalamannya berprestasi di Liga Champions Asia bisa memperkuat optimisnya untuk melatih Barcelona.
Selain Liga Champions Asia, tantangan besarnya juga ada di Piala Dunia Antarklub. Momen itu akan sangat pas untuk mengukur seberapa dekat kemampuan taktik Xavi ketika berduel dengan klub-klub terbaik sedunia.
Memang, dia tidak perlu menjadi juara. Tetapi, dengan performa timnya di atas lapangan, itu bisa membuat pengamat akan memperkirakan sejauh apa Xavi akan mampu memberikan intruksi kepada pemain-pemain Barcelona--jika dia menjadi pelatih Barcelona.
Zidane yang merupakan mantan pemain Real Madrid, berhasil mengantarkan Real Madrid menjadi juara di La Liga dan Liga Champions ketika menjadi pelatih klub bermarkas di Santiago Bernabeu itu. Tetapi, perjalanannya juga tidak mudah.
Ketika Real Madrid sulit juara di La Liga, ia pun dikritik meskipun mampu mengantarkan Real Madrid mencetak tiga kali juara Liga Champions beruntun. Bahkan, ada pula indikasi bahwa Zidane kelelahan menghadapi tekanan, dan membuatnya sempat meninggalkan kursi kepelatihan Real Madrid.
Hal semacam itu juga bisa terjadi pada Xavi. Barcelona juga selevel dengan Real Madrid. Artinya, ia juga pasti akan memperoleh tekanan yang tinggi seperti yang dihadapi Zidane.
Walaupun, karakter dan kemampuan orang berbeda-beda, tetapi pengalaman Zidane sangat patut diperhatikan oleh Xavi. Hal itu pula yang harus disadari oleh publik Barcelona dan tentunya penggemarnya.
Apakah mereka yakin dapat selamanya berada di belakang Xavi? Bagaimana jika ternyata Xavi tidak mampu memberikan dampak progresif, alih-alih dampak cepat kepada Barcelona? Bisakah Barcelona sangat bersabar dengan Xavi?
Pertanyaan-pertanyaan itu sangat relevan dengan sepak bola masa kini. Semua klub dewasa ini semakin berupaya keras untuk langsung berprestasi tanpa peduli dengan apa itu proses.
Itu seperti yang terjadi pada Lucien Favre di Borussia Dortmund. Ia harus menjadi pelatih Eropa yang cepat kehilangan pekerjaan di musim ini karena tren buruk Dortmund di Bundesliga Jerman. Artinya, fenomena itu juga bisa terjadi pada klub lain.
Memang, kita perlu melihat bahwa ada klub-klub yang sedang berupaya bersabar dengan pelatihnya, karena pelatih itu adalah ekspemain klub tersebut. Walaupun, sebenarnya mereka sedang terseok-seok dan/atau labil. Sebut saja Arsenal, Manchester United, dan Chelsea.
Tiga klub itu--dengan yang paling parah adalah Arsenal--terbukti masih berupaya bersabar dengan pelatih-pelatih mudanya yang notabene mantan pemainnya. Tetapi, kita juga tidak bisa melupakan momen Gennaro Gattuso dipecat oleh AC Milan, walau dia adalah ekspemain Rossoneri.
Baca juga: Gattuso Gantikan Ancelotti
Artinya, tidak semua pemain hebat nantinya bisa menjadi pelatih hebat. Atau, tidak semua mantan pemain klub tersebut yang biasanya dapat memberikan performa terbaiknya di lapangan akan bisa memberikan taktik hebatnya di pinggir lapangan.
Terbukti, Gattuso yang terlihat seperti "ABG" di AC Milan, justru mampu memperlihatkan kematangannya saat melatih Napoli. Berarti, Xavi juga tidak harus membuktikan kehebatannya sebagai pelatih di Barcelona, hanya karena label mantan pemain Barcelona.
Lagipula, Barcelona saat ini juga sebenarnya dilatih oleh mantan pemainnya. Itulah yang membuat Barcelona seharusnya tidak terburu-buru memanggil Xavi untuk pulang. Mereka justru harus bersabar melihat progres kepelatihan Xavi di Qatar dan Asia.
Begitu pun dengan penggemarnya. Jangan mudah terbuai dengan kata legenda. Karena, legenda adalah masa lalu, yang artinya untuk menatap masa depan tidak harus berkata kunci legenda, melainkan visioner.
Barcelona entah dengan Xavi atau bukan, mereka harus membutuhkan pelatih yang visioner. Pelatih yang tidak hanya mengembalikan identitas klub, melainkan juga memberikan warna baru yang sesuai dengan permainan sepak bola masa kini dan masa depan.
Mungkin, Xavi adalah salah satu orangnya. Tetapi, seharusnya tidak sekarang, melainkan pada waktu yang tepat nanti. Sabar ya, Cules.
Deddy Husein S.
Terkait: Iloveqatar.net, INews.id, CNNIndonesia.com, Kompas.com.
Cek riwayat karier/prestasi Xavi di sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H