Tetapi, saya tetap menganggap proses saya bisa akrab dengan menu daging ayam dan telur adalah evolusi, alih-alih revolusi. Karena, saya baru bisa mengonsumsi telur tanpa keluhan gatal-gatal ketika saya SD, sekitar kelas 5 atau 6.
Sedangkan untuk mengonsumsi daging ayam, saya baru bisa mengonsumsinya tanpa keluhan ketika sudah SMP. Itu pun dengan syarat saya tidak menjadikan daging ayam sebagai makanan sehari-hari.
Jadi, untuk menggalakkan kampanye makanan sehat dengan mengonsumsi daging ayam dan telur itu bukan fokus pada objeknya, melainkan pada proses pengenalan tubuh dengan zat makanan yang masuk ke dalam tubuh. Artinya, yang dikampanyekan adalah pentingnya asupan protein pada tubuh kita, bukan apa yang harus dimakan.
Mungkin, saya adalah orang yang beruntung di antara jutaan pemilik riwayat alergi yang survive dengan makanan yang tabu untuk tubuhnya. Dan, itu belum tentu bisa dipraktikkan oleh orang lain.
Tetapi, mungkin saja dengan pengalaman yang saya tulis, ini bisa membantu orang lain untuk menolong anaknya agar survive dengan makanan/minuman yang menyebabkan dirinya alergi. Kuncinya sabar dan perbanyak referensi, agar tidak salah melangkah. Semoga begitu.
~ Malang, 16 Desember 2020
Deddy Husein S.
Terkait: Hellosehat.com, Klikdokter.com, Alodokter.com.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H