Seiring berjalannya waktu, saya kemudian sepakat dengan pemikiran ibu, bahwa hobi dan masa depan adalah suatu hal yang berbeda. Jikalau sama, itu tidak lepas dari pembauran antara kerja keras dan kedisiplinan.
Mereka yang berhasil menjadi pesepak bola profesional, sebagian besar karena itu. Bukan hanya karena merasa senang saja.
Selain itu, saya juga beruntung memiliki banyak hobi pada masa kecil. Itu yang membuat saya tidak takut kehilangan satu hobi untuk mengembangkan hobi yang lain.
Hobi memang seharusnya dirawat, karena hidup itu harus ada rasa senang, nyaman, dan nikmat. Hobilah yang paling banyak memberikan medianya.
Tetapi, kita hidup juga harus realistis. Perlu ada uang untuk makan, untuk membeli pakaian, sampai membangun rumah--termasuk rumah tangga, dan lain-lain. Artinya, kalau hobi itu belum menemukan situasi yang menguntungkan secara finansial, maka pisahkan hobi dengan misi mencari kesejahteraan.
Berdasarkan itulah, saya yang sebenarnya sering mendapatkan omelan akibat tingkah-polah saya yang semaunya sendiri, akhirnya menjadi maklum dan menghargai upaya yang dilakukan ibu saya waktu itu. Bahkan, apa yang ia tanamkan ke saya akan selalu saya ingat, dan berharap dapat mempraktikkannya dalam hidup.
Jadi, melalui tulisan ini saya hanya ingin menggambarkan tentang peran ibu, yaitu sebagai pengontrol dan pengingat kepada anaknya, bahwa hidup itu perlu seimbang antara kesenangan dan kesejahteraan. Dan, dua hal itu baru bisa sejalan jika kita melakukan segalanya dengan disiplin, alias penuh kontrol, dan secara bertahap melalui setiap prosesnya.
"Terima kasih ibu, engkau adalah sekolah pertamaku untuk mengarungi kehidupan yang keras ini. Sehat selalu untukmu."
Deddy Husein S.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H