Di sisi lainnya lagi, saya juga sudah susah diatur. Karena, saya mudah bosan dengan menu yang sama, juga cenderung ingin mencicipi makanan yang orang lain bisa makan.
Berhubung tidak ada yang bisa mengontrol saya, maka "kecelakaan" pun sering terjadi. Bahkan, sampai sekolah dasar (SD), saya masih sering sakit dan pasti menghabiskan 'kuota' izin sakit 3 hari.
Ketika sudah SD, saya kembali mendapatkan asuhan dari ibu. Hal lain yang saya dapatkan di sini adalah tentang pendidikan.
Alhasil, saya bisa disebut sebagai alumni 'membaca komik', daripada alumni 'Ini Budi'. Namun, saat pertumbuhan saya sedikit out of the box, maka ada pula hal lain yang sedikit kurang diperhatikan, yaitu kemampuan berhitung.
Untuk level penjumlahan dan pengurangan, saya memang sudah lancar. Tetapi, bagaimana dengan perkalian dan pembagian?
Saya ternyata sangat keteteran di situ. Ibu saya akhirnya membeli buku tentang berlatih matematika. Bagi generasi SD 2000-an, pasti tahu bukunya seperti apa--kertasnya saat itu berbahan kertas karton berwarna.
Lewat media itu saya selalu diberi target. Saya harus hafal 1-2 kotak sehari. Maksudnya, saya harus hafal perkalian 1x1, 2x1, s/d 10x1 yang dihitung ke dalam satu kotak. Jika ternyata mudah/cepat hafal, maka segera dilanjut ke kotak kedua yang berisi 1x2, 2x2, s/d 10x2.
Praktik itu terus dilakukan sampai yang tersulit. Termasuk pembagian. Ini juga bisa dikatakan penuh trik, karena bisa disebut mudah--tinggal membalikkan logika perkalian, juga bisa disebut sulit kalau tidak tahu triknya.
Selama proses itu, saya sangat tertekan. Beruntung, saya tidak mendapatkan hukuman berat. Hanya tentang mentalitas saja yang terganggu.