Coba kalau pemain Basaksehir tidak dapat berinisiatif membuang bola ke depan, atau Demba Ba gagal mencetak gol. Pasti kesalahan Man. United itu tidak akan terlihat.
Artinya, bukan hanya Man. United yang harus dirundung, tetapi Basaksehir juga harus dipuji. Bisa saja, Basaksehir sudah menyiapkan antitaktiknya Man. United, dan itu perlu dipertimbangkan dalam menilai kinerja Ole secara keseluruhan.
Hal itu juga berlaku ketika kita melihat pemosisian tiga pemain yang berada di satu sisi yang sama dalam kotak penalti saat bertahan. Di situ sudah pasti Ole juga menjadi salah satu orang di antara kita yang tidak menyangka bahwa akan terjadi penampakan seperti itu.
Apakah dengan kesalahan para pemainnya itu, lalu dia harus langsung membangkucadangkan mereka yang melakukan blunder?
Memainkan sepak bola di atas lapangan jelas tidak semudah memainkan jemari atau jempol di atas keyboard. Sepak bola di atas lapangan mempertimbangkan banyak hal. Sedangkan di media sosial orang-orang bisa hanya mempertimbangkan satu sudut pandang.
Membuang pemain seperti Harry Maguire jelas bukan semudah kita bilang "Ole Out" di tagar medsos. Bahkan, membuang pemain semahal Maguire juga seperti hubungan percintaan yang terkadang perlu dipikirkan masak, agar muncul keputusan terbaik untuk kedua belah pihak.
Jika Ole gagal menunjukkan kemarahannya, maka manajemen bisa menunjukkan kemarahannya kepada pemain. Itu jika manajemen ada di sisi Ole.
Terkadang, sepak bola dewasa ini lebih menempatkan pelatih sebagai pihak yang disalahkan jika terjadi kehancuran di sebuah tim. Padahal, belum tentu hanya si pelatih yang bertanggung jawab.
Itulah mengapa, Ole seharusnya masih bisa bertahan di Man. United. Setidaknya sampai dia yang memilih mundur, bukan dipecat.