Pada bursa transfer musim panas ini Inter Milan bisa dikatakan sebagai salah satu yang aktif di bursa transfer. Mereka telah mempermanenkan Stefano Sensi dan Alexis Sanchez, kembali memanggil Andrea Pinamonti, juga mendatangkan Aleksandar Kolarov dan Arturo Vidal.
Sebelumnya, mereka juga menggaet Achraf Hakimi. Bahkan, saat ini mereka dikabarkan dekat dengan upaya perekrutan Mateo Darmian dari Parma.
Artinya, Inter sangat serius membangun tim untuk mengarungi musim 2020/21. Apabila beberapa pemain yang disebut tak masuk rencana Conte gagal pergi, skuad Inter juga bisa disebut gemuk.
Jika merujuk pada skuad yang dibawa ke Roma untuk menantang Lazio (4/10), Inter sepertinya hanya menyisakan Ivan Perisic, Marcelo Brozovic, dan Christian Eriksen yang belum cabut.
Sedangkan Radja Nainggolan dan Kwadwo Asamoah sudah tidak tampak di daftar pemain, khususnya di bangku cadangan. Menariknya, di sana masih ada bek senior, Andrea Ranocchia.
Melihat aktivitas transfer Inter, terlihat sangat positif. Mereka tidak pasif dan cukup berhasil untuk menyeleksi para pemain yang sesuai kebutuhan pelatih.
Tetapi, mengapa Inter masih bisa ditahan oleh Lazio?
Laga di pekan ketiga Inter memang terlihat berat, karena harus bertandang ke markas Lazio. Namun, jika membandingkan aktivitas transfer dan progres permainan di laga sebelumnya, Inter seharusnya lebih berpeluang besar untuk menang.
Sebelum laga ini, Inter sukses menggebuk Benevento dengan skor 2-5. Meski berstatus klub promosi, Benevento cukup bagus dalam meladeni permainan Inter.
Sedangkan, Lazio malah digebuk Atalanta 2-4. Mereka terlihat tak perdaya, begitu pun dengan penampilan dan ekspresi top scorer musim lalu, Ciro Immobile. Ia kurang berkutik.
Namun, di laga besar ini, ternyata keduanya bermain cukup berimbang. Meski Inter terlihat lebih bagus dalam penguasaan bola, namun Lazio juga sangat agresif dalam menyerang.
Berkaca pada hasil laga ini, Inter sepertinya masih belum bisa disebut siap bertarung untuk juara. Memang, musim baru berjalan di laga keempat atau ketiga--masing-masing klub berbeda. Namun, ini membuktikan bahwa pasukan Conte masih belum stabil.
Mereka masih seperti musim lalu yang banyak membuang peluang, kurang efektif, dan terkadang terlibat intrik-intrik yang belum tentu mereka kuasai. Bayang-bayang kekalahan di final Liga Eropa musim kemarin--karena kegagalan meredam emosi dalam diri skuad--terlihat lagi di laga ini.
Ia yang sangat mendambakan pemain yang bermain lugas seperti Vidal seharusnya berkaca pada keengganannya memainkan Radja Nainggolan atau Marcelo Brozovic. Memangnya, apa bedanya ketiga pemain itu?
Vidal bisa sedikit unggul karena ia juga bisa menjadi penyerang bayangan. Dia cukup produktif dalam urusan mencetak gol dibandingkan Brozovic atau Nainggolan.
Tetapi, peran seperti ini bisa saja diemban oleh Nicolo Barella, Stefano Sensi, atau Gagliardini. Sedangkan peran sebagai gelandang jangkar tetap dijalankan oleh Brozovic atau Nainggolan.
Artinya, Conte sebenarnya tidak banyak mengubah peran yang ia butuhkan. Ia hanya mengubah sosoknya. Ia berharap yang paling ideal, tetapi sebenarnya tidak berbeda jauh dengan yang sebelumnya.
Satu-satunya keputusan yang bagus dari Conte adalah merekrut Hakimi. Pemain itu memang lebih cepat dari Antonio Candreva, walau Candreva juga tak lambat.
Tetapi, Hakimi lebih muda*, lebih berprospek jangka panjang, dan ia masih mau mendahulukan rekannya untuk mencetak gol sebelum ia yang ambil sendiri. Poin terakhir itulah yang kadang disesalkan oleh (mungkin) penggemar Inter musim lalu ketika melihat Candreva.
Terkadang, Candreva sedikit egois atau tidak tahu keputusan yang tepat. Bisa saja karena faktor latar belakangnya yang sebenarnya winger, alih-alih full back. Tetapi, Conte lebih gemar memasangnya sebagai full back atau sayap kanan (Side Midfielder).
Meski demikian, Conte juga harus mencari-cari alternatif lain. Memang, Inter sedang dirumorkan dengan Darmian, tetapi jika Darmian diproyeksikan hanya sebagai "pengganti" sosok Candreva, itu kurang worth it.
Sebaiknya, Conte lebih fokus terhadap taktik daripada terus mencari pemain-pemain yang kadang terlihat sama dengan pemain yang ia buang. Ia harus berani mencoba taktik yang dapat dijalankan oleh pemain yang berbeda, misalnya dengan Eriksen.
Hal ini perlu dilakukan, agar lawan susah menebak apa yang ingin dimainkan Inter di laga tersebut. Karena, bisa saja lawan akan tahu bagaimana maksud Conte ketika hanya selalu mengandalkan Barella atau Sensi.
Lalu, jika kembali merujuk pada pertandingan Lazio vs Inter yang berakhir 1-1 itu, kita juga perlu melihat apa yang dilakukan Lazio. Rival sekota AS Roma itu terlihat berupaya merespon pra pertandingan--hasil laga sebelumnya Lazio maupun Inter--dan kedatangan Inter.
Diduga kuat, Lazio sangat ingin bangkit akibat dipermalukan Atalanta. Mereka ingin mencari penebusan. Itulah kenapa, mereka tidak gentar dengan Inter yang terlihat lebih mentereng kali ini.
Berdasarkan hal tersebut, maka Inter harus belajar dari laga ini. Mereka harus mewaspadai bagaimana lawan merespon pertandingan sebelumnya dan menganalisis kekuatan mereka.
Pemikiran ini tentu tanpa peduli dengan kejadian-kejadian non teknis seperti drama pelanggaran, gaibnya VAR, atau malah kontroversinya VAR, dan sebagainya. Khusus bagi Inter dan Conte, mereka harus tergugah dari hasil ini.
Mereka tidak harus mencari kekurangan berdasarkan pemain belaka, tetapi juga berdasarkan cara bermain. Siapa tahu di situlah kurangnya Inter.
Sedangkan bagi Lazio, mereka memang harus terus bermain dengan berdarah-darah. Itulah cara klub besar untuk dapat meraih hasil maksimal. Jangan mudah loyo dan bergantung pada Ciro Immobile belaka.
Semoga, laga-laga di Serie A tetap seru seperti ini, walau terkadang ada yang harus merasa dirugikan. Selamat menonton Serie A!
~
Malang, 4 Oktober 2020
Deddy Husein S.
Berita Terkait:
Kompas.com, Bola.com, Detik.com.