Persyaratan kedua adalah adanya perbandingan (second opinion). Ketika seseorang pernah menilai secara PSP, alangkah baiknya juga pernah menilai karya berdasarkan bagaimana jika ia mengamati karya tersebut lebih lama lagi.
Menilai dengan PSP sudah jelas hanya mengungkap apa yang ditangkap dalam sekali pandang. Itulah yang membuat orang tersebut juga harus mampu menilai berdasarkan pengamatan yang lebih jeli.
Di dalam hal berkarya seni, cara ini harus dilakukan agar seimbang. Kita bisa menilai dengan sekali pandang, juga bisa menilai dengan pengamatan hingga perenungan.
Tujuannya pun sama seperti persyaratan sebelumnya, yaitu menghindari kesalahpahaman dan ketidakpuasan. Karena, penilaian berdasarkan PSP terkadang dianggap mudah untuk dilakukan, dan ini harus diminimalisir agar tak terjadi perdebatan yang kurang penting.
Berdasarkan dua syarat itu, sepertinya apa yang terjadi pada polemik seputar desain HUT RI ke-75 itu berkaitan dengan penilaian sekali pandang. Namun, sayangnya pengungkapan itu berada di lingkup yang tidak tepat dan tidak ada perbandingan tentang bagaimana jika orang yang menilai itu mengetahui apa yang ada di dalam desain tersebut.
Menariknya, apa yang terjadi di Indonesia juga terjadi di luar negeri. Tepatnya di Jerman. Jerman yang memiliki kompetisi sepak bola elit bernama Bundesliga itu terdapat salah satu klub bernama FC Koln.
Klub yang juga diidentikkan dengan Lukas Podolski itu ternyata menimbulkan polemik karena adanya corak siluet pada sisi kanan jersey tersebut yang jika diamati dengan jeli ternyata menampakkan sebuah masjid. Benar, masjid!
Masjid yang digambarkan secara siluet di jersey itu ternyata Masjid Agung Koln yang menjadi salah satu landmark di kota Koln. Masjid terbesar di Jerman itu telah diresmikan pada 2018 oleh Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan.
Keberadaan masjid itu juga tak lepas dari adanya populasi penduduk muslim di Koln yang mencapai 11 persen dari jumlah penduduk kotanya. Mereka sebagian besar dari imigran Turki dan sekitarnya.