Artinya, jika kompetisi 2020 ini tidak kunjung tergelar lagi, maka lebih baik musim kompetisinya seratus persen dihapus. Sehingga, ketika kalender berganti (2021), maka kompetisi yang digelar juga merupakan musim baru.
Langkah ini akan memudahkan pihak pengelola kompetisi untuk mengatur jadwal. Ditambah dengan kebiasaan kompetisi kita ini adalah menunda pertandingan. Seperti ketika terjadi momen pilkada atau pemilu, maka jadwal kompetisi juga berpengaruh.
Padahal, di negara lain kompetisi sepak bola nyaris tidak terpengaruh dengan hal-hal semacam itu. Termasuk dengan alasan pelaksanaan ibadah (bulan Ramadan) yang dijadikan alasan dalam menolak adanya jadwal kompetisi tertentu.
Ini tentu menggelitik. Karena, anak-anak sekolah saja masih berangkat ke sekolah saat bulan Ramadan walau jam belajarnya dikurangi. Apakah pesepakbola profesional kalah profesionalnya dengan anak sekolah? Bukankah bisa juga pertandingan digelar pada malam hari?
Apabila memang kebiasaan-kebiasaan suka mencari momen berlibur itu tidak bisa dihilangkan, maka sebaiknya pihak federasi dan penanggungjawab kompetisi harus menyiapkan rencana terburuk. Yaitu, menghapus kalender musim kompetisi 2020 dan segera move on ke kalender 2021.
Alasannya sederhana, di kalender itu jadwal kompetisi akan sangat banyak. Seperti Piala AFF, Piala Dunia U-20, hingga jika ada Sea Games yang biasanya digelar di tahun berangka ganjil per dua tahun sekali--edisi terakhir pada 2019.
Artinya, sepak bola Indonesia harus berani membuat dua perencanaan--atau lebih--yang 180 derajat berbeda. Jika sudah demikian, maka ketika terjadi hal-hal yang di luar prediksi, sepak bola kita sudah siap menghadapinya.
Hal ini seperti yang terjadi pada kompetisi di negara lain, Australia. Keputusan sembrono terjadi federasi ataupun penanggungjawab kompetisi di liga domestiknya (A-League) memperbolehkan penonton untuk hadir lagi di tribun stadion.
Hasilnya pun sudah bisa ditebak. Ada yang positif terkena virus corona!
Seolah mereka tidak memandang apa yang telah terjadi pada daerah lain--negara bagian--yang sampai saat ini masih belum membaik, dan malah kembali meningkat grafik kasusnya.
Mereka pun terlihat ingin meniru beberapa pertandingan di Eropa yang telah berani menghadirkan penonton. Seperti pertandingan di Prancis yang mempertemukan Paris Saint-Germain dengan Saint-Etienne beberapa waktu lalu.