Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perjalanan Mengenal Puisi dengan "Melipat Jarak"

21 Juli 2020   15:30 Diperbarui: 22 Juli 2020   07:50 978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Daya tarik puisi rata-rata adalah tentang cinta. Gambar: Dokpri/DeddyHS/Gramedia

Melalui pembaitan angka--semoga benar istilahnya, Sapardi mengenalkan cara untuk membuat puisi yang juga bisa menyampaikan sebuah kronologi peristiwa. Fantastis!

Itulah yang membuat saya masih menyukai puisi, meski saya sampai sekarang belum mampu berpuisi dengan baik. Ketidakmampuan ini juga yang membuat saya selalu mengapresiasi orang-orang yang gigih berkarya dengan puisi. Meski di satu sisi, saya menangkap adanya anggapan bahwa berpuisi itu lebih mudah dibandingkan membuat artikel. Benarkah?

Tentu saya tidak tahu kebenarannya. Hanya, saya merasa terbantukan dengan keberadaan puisi yang membuat saya bisa melihat banyak ekspresi di sekitar. Tentang lebih bagusan puisinya siapa, saya tidak mau tahu.

Lalu, bagaimana dengan keterikatan saya dengan puisi Sapardi?

Baru bisa membeli bukunya 2 tahun setelah buku itu terbit. Tidak apa-apa. Gambar: Dokpri/DeddyHS/Gramedia
Baru bisa membeli bukunya 2 tahun setelah buku itu terbit. Tidak apa-apa. Gambar: Dokpri/DeddyHS/Gramedia
Jika merujuk pada selera, sebenarnya saya lebih menyukai gaya berpuisinya Joko Pinurbo. Namun, soal belajar berestetika dalam berpuisi, saya mengakui karya Sapardi cukup berpengaruh bagi pemahaman saya tentang puisi.

Betul, bagi saya berpuisi tidaklah mudah. Perlu banyak pertimbangan dalam mengeluarkan apa yang ada di pikiran ke bentuk tulisan. Memang, soal jam terbang bisa membuat segala kesulitan menjadi hal yang biasa.

Namun, berpuisi tetap perlu daya imajinasi, interpretasi, dan implementasi yang luar biasa solid. Ditambah dengan penemuan ide serta pengaruh zaman. Hal ini yang saya lihat ketika mulai mencoba membaca beberapa puisi dari pemuisi lainnya.

Tentu ada banyak perbedaan antara puisi karya Sapardi dengan yang lainnya. Namun saya tetap merasa bahwa, karena puisi Sapardi saya berani mengenal puisi. Seolah seperti cinta pertama, maka buku puisi "Melipat Jarak" tak akan pernah saya lupakan dalam perjalanan saya membaca puisi.

Sapardi Djoko Damono tutup usia di angka 80 tahun. Gambar: Gramedia via Kompas.com
Sapardi Djoko Damono tutup usia di angka 80 tahun. Gambar: Gramedia via Kompas.com
Selamat jalan, Eyang! Karyamu tetap abadi bersama mereka yang menemukan pelitamu.

Malang, 19-21 Juli 2020
Deddy Husein S.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun