Namun, pada akhirnya La Beneamata mampu keluar sebagai pemenang. Bukan hanya karena skuad mereka lebih merata, namun karena armada Conte mampu memainkan ritme permainan secara keseluruhan--termasuk mendikte lawan.
Mereka sebenarnya tidak sangat dominan, tapi justru itulah kuncinya. Ketika lawan dipancing untuk berani keluar, maka lini pertahanan lawan akan lebih longgar dan ada kemungkinan besar untuk lengah.
Begitu pun ketika lawan masih memiliki asa untuk mengejar gol, maka konsentrasi untuk bertahan pasti tidak akan maksimal. Itulah yang membuat di menit-menit tertentu, Inter sangat keras untuk membombardir pertahanan Milan, seolah Milan tidak boleh mencari kesempatan untuk menyerang.
Situasi ini yang kemudian membuat Inter memperoleh satu hal yang selalu diinginkan oleh pelatih dan penggemar, yaitu terciptanya gol "pembunuh" perlawanan. Ketika terjadi gol yang (seolah) mengunci pertandingan, maka di situ lawan akan kesulitan untuk comeback.
Berbeda jika gol kedua Juventus tercipta di babak kedua. Maka, rasanya akan sedikit sulit. Atau malah yang paling bagus adalah Juve mencetak gol ketiga. Itulah yang akan menjadi gol "pembunuh" perlawanan.
Pola permainan di derbi Milan itulah yang sebenarnya perlu diperagakan kembali oleh Inter Milan saat mereka nanti bertemu dengan Atalanta. Secara permainan tim, Atalanta tidak bisa diremehkan. Itulah yang harus membuat Inter sebaiknya mencoba cara yang sama ketika mereka menghadapi Milan--yang saat itu sedang sangat pede dengan kembalinya Zlatan.
Jadi, apakah Inter akan menjadi penghenti rentetan kemenangan Atalanta atau justru tim lain yang akan mengembalikan Atalanta ke bumi?
Malang, 8-9 Juli 2020
Deddy Husein S.
Berita terkait:
Detik dan Football5star
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H