Pertama, kisah di film ini adalah pembauran antara realita dan adaptasi dari kisah fiksi. Tentu ada ekspektasi bahwa film ini akan menghadirkan genre action yang berbeda, meski secara umum bisa ditebak permukaannya.
Kedua, kisah ini menghadirkan teladan dari sebuah profesi, dokter. Ini mengingatkan pada situasi yang sama bagi dokter di seluruh dunia ketika berada di masa pandemi seperti sekarang.
Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap dokter pasti memiliki gejolak dilematis, karena pasti ada kekhawatiran atas keselamatan dirinya dari pihak keluarga. Namun, sebagai dokter, mereka pasti tahu apa yang seharusnya dilakukan.
Ketika ada orang sakit, pasti ada naluri untuk menolongnya tanpa peduli latar belakang orang sakit tersebut. Karena, saat orang itu sakit, latar belakangnya sudah jelas mengarah pada suatu rumusan masalah yang konkrit; sakit dan risiko kehilangan nyawa.
Itulah yang membuat seorang dokter punya panggilan untuk bekerja sesuai profesinya. Meski dengan berbagai rintangan hingga yang paling meresahkan adalah adanya kecemasan dari orang terdekat.
Orang terdekat seharusnya mendukung tindakan yang sudah diyakini secara sungguh-sungguh. Apalagi dasarnya adalah rasa kemanusiaan, tentu ini adalah jaminan besar bahwa tindakannya tetaplah benar.
Perihal ketiga dari film ini adalah pemunculan masalah. Memang, bagi yang jarang atau malah kurang suka menonton film action akan menganggap film ini sangat sadis. Namun, emosionalitas yang terbangun memiliki dasar yang cukup kuat.
Ditambah dengan adanya konflik keluarga, maka penonton akan merasakan kedekatan dengan kisahnya. Orang terdekat memang biasanya sangat merepotkan jika sudah terjadi ketidakcocokan tentang prinsip hidup.
Satu-satunya yang mendekatkan keluarga adalah kehilangan dan kematian. Tentu, ini adalah penilaian yang satire, namun sangat apa adanya. Film ini nyatanya juga mampu menghadirkan realitas seperti itu dengan baik.