Bahkan, jika negeri ini demokratis, masyarakatnya tentu sudah cerdas dan mandiri. Seharusnya, tanpa ada peraturan seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Fatwa MUI, masyarakatnya sudah dapat bertindak cerdas dalam menghadapi corona.
Justru ketika masyarakat hanya menunggu adanya ketegasan dari pemerintah, maka kita sudah melangkah pulang ke zaman Orde Baru yang mana masyarakatnya masih nggah-nggih di luar lalu ngedumel di rumah tanpa solusi yang jelas dari ketidaksetujuannya tersebut.
Bahkan, meskipun akhirnya ada banyak aksi sosial seperti Penggalangan Dana untuk APD Tim Medis dan Pemotongan Gaji untuk memberi bantuan kepada masyarakat yang tidak mampu.Â
Tetap saja hal itu tidak akan menyelesaikan masalah, jika masih banyak aksi pelanggaran terhadap social distancing, physical distancing, hingga PSBB dan Fatwa MUI.
Karena, yang menjadi permasalahannya adalah pelanggaran-pelanggaran tersebut, bukan coronanya. Jika mengacu pada apa yang disarankan dr. Vito di program acara talkshow di salah satu tv domestik (link video ada di akhir ulasan), maka kita tahu bahwa virus itu tidak abadi.Â
Namun, yang membuat virus itu seolah tak segera punah adalah aktivitas kita, dan tentunya pola hidup kita yang tidak mau beradaptasi dengan keberadaan pandemi ini.
Jika masyarakat sepakat untuk mau menurunkan egonya dalam merubah pola hidupnya yang sebelum corona muncul, maka virus itu akan mati dan hilang dari Indonesia. Setidaknya melakukan cara-cara di atas, maka virus itu akan tersendat-sendat lajunya dan seiring berjalannya waktu akan lenyap.
Baca juga: Bagaimana Empati Polisi yang Gelar Resepsi saat Corona? (Ikrom Zain)
Itulah yang seharusnya dilakukan secara gotong-royong oleh masyarakat seluruh lapisan (pejabat dan non pejabat) detik ini juga. Karena, ketika corona ini dihadapi dengan perubahan gaya hidup yang sudah dianjurkan dan adanya pilihan-pilihan semacam itu, maka virus itu akan mulai kekurangan sasaran, dan tentunya akan mati.
Semakin lama kita bandel, maka semakin lama pula corona akan bertahan di Indonesia, yang artinya semakin lama pula saudara-saudara kita yang hanya mengandalkan gaji harian terus kelaparan. Jadi, bukan hanya pemotongan gaji yang harus diterapkan tapi juga social distancing, physical distancing, dan rajinlah mencuci tangan.
Jika hal itu dilakukan, maka perjuangan para manusia yang peduli sosial itu tak akan sia-sia dalam menyisihkan uangnya untuk menyumbang dana membeli APD kepada tim medis, dan pemotongan gaji untuk disumbangkan kepada saudara-saudara yang kurang beruntung.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!