Jika sudah demikian, otomatis kita tidak aman dong? Lalu, mengapa masih nekad keluar dan berkerumun?
Inilah yang membuat penulis tak habis pikir. Belum lagi jika hal-hal semacam ini terus terjadi dan minim ketegasan dari pihak yang bertanggungjawab, maka yang pusing siapa? Pemerintah.
Jika angka-angka kasus terus meningkat, siapa yang disalahkan? Ya, pemerintah. Padahal, praktik-praktik tidak cerdas semacam itu yang memicu penyebaran corona tak kunjung berhenti.
Kemudian, masyarakat yang tidak mawas diri nantinya akan berupaya mencari kambing hitam dan dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang ingin mencari keuntungan dalam kepanikan. Sungguh tidak dewasa.
Artinya, pesta corona semakin gempita jika masyarakat Indonesia tidak padu dalam menjalankan instruksi, apalagi hanya imbauan.
Seharusnya kita sebagai masyarakat paham dengan bahayanya corona, atau setidaknya patuh dengan instruksi pemerintah. Karena, sejauh ini pemerintah sebenarnya sudah berupaya menghindari adanya otoriterisme terhadap masyarakat. Itulah yang membuat banyak peraturan cenderung lamban dan terkesan tidak tegas.
Bisa saja pemerintah sebenarnya ingin mengukur kapasitas kedewasaan masyarakatnya agar masyarakat Indonesia pantas hidup dalam falsafah demokrasi yang cerdas.Â
Jangan sampai visi demokrasi justru dirusak sendiri oleh masyarakatnya dan memancing pemerintah untuk bertindak tegas--namun juga acapkali setengah-setengah atau terlalu ambigu.
Sudah seharusnya masyarakat Indonesia dapat bertindak sesuai dengan kekritisannya dalam mengawal sistem pemerintahannya.Â
Jangan sampai masyarakat suka mengkritik kebijakan pemerintah, namun ujung-ujungnya masyarakat juga melanggar banyak aturan dari pemerintah. Itu namanya hidup segan, mati pun enggan.