Beruntung bagi Arsenal di laga ini lini belakangnya nyaris minim kesalahan, karena Pablo Mari, David Luiz, dan Sokratis Papastathopoulos saling bahu-membahu hingga jatuh-bangun demi hasil 3 poin dan cleansheet.
Seandainya Premier League musim ini belum menerapkan VAR tentu gol Lacazette tersebut bisa saja dianulir, dan Arsenal harus puas berbagi angka sekaligus membuat langkah mereka untuk merangkak tersendat lagi. Sedangkan bagi West Ham itu adalah hasil adil, karena mereka sudah mampu bertahan dengan baik dan tidak minim peluang di kotak penalti lawan.
Selain itu, tanpa adanya VAR juga akan membuat sang AW 2 mendapatkan sorotan dan tentunya kritikan, karena dianggap kurang cermat dalam mengambil keputusan. Namun, dengan kembali terlihatnya AW 2 perempuan di laga yang bisa dikatakan sengit---karena derbi---kita menjadi bangga untuk menunjukkan bahwa sepak bola memang sudah mengakui peran perempuan.
Mereka tak lagi "hanya" menjadi penonton, WAG's, reporter, dan pesepakbola, namun juga dapat menjadi asisten wasit hingga wasit utama. Salah satunya tentu Sian Massey yang dipercaya mendampingi salah seorang wasit senior di Premier League, Martin Atkinson.
Bahkan, dirinya sudah eksis di Premier League sejak 2017 ketika terdapat laga antara klub London lainnya, Chelsea vs Southampton. Eksistensinya di sepak bola Inggris semakin kuat ketika di gelaran Community Shield di awal musim 2019/20 juga terdapat dirinya yang kembali menjadi hakim garis.
Dia juga kemudian dipercaya menjadi hakim garis di pertandingan Liga Eropa (pria) antara PSV Eindhoven vs LASK Linz di musim yang sama. Artinya, kini nama Sian Massey-Ellis semakin familiar di penikmat sepak bola dan akan selalu dinantikan kiprahnya baik di Premier League maupun Eropa.
Soal apakah dirinya melakukan kesalahan atau tidak, semua figur pengadil di lapangan pasti pernah melakukan kesalahan termasuk si wasit senior Martin Atkinson. Bahkan, wasit-wasit yang memimpin pertandingan di level Liga Champions (pria) pun dapat membuat kesalahan.