Nyaris saja laga pekan 28 Premier League yang bertajuk London Derby di Emirates Stadium (7/3) berakhir imbang. Karena, tendangan setengah volley Lacazette hasil operan kepala Mesut Ozil dinyatakan tidak sah oleh Hakim Garis 2 atau juga disebut Asisten Wasit (AW) 2.
Kesalahan dalam mengambil keputusan sebenarnya bukan hal yang langka dari pihak pengadil di lapangan, baik wasit utama dan asisten wasitnya. Namun, kali ini sorotan terlihat menarik pada laga antara Arsenal vs West Ham United tersebut.
Keberadaan asisten wasit perempuan terlihat menyita perhatian. Ditambah dengan kinerjanya yang semakin berat ketika di babak kedua fokus permainan semakin banyak di area permainan The Hammers.
Menariknya, salah satu keputusan offside-nya adalah ketika proses terjadinya gol Lacazette. Awalnya Ozil diduga offside saat menerima bola liar hasil tendangan spekulasi Aubameyang. Namun, karena arahnya---setelah deflected---berada di dalam kotak penalti dan tepat ke arah pergerakan Ozil, maka si pemain bergerak masuk menyundul bola ke arah Lacazette.
Di sini kemudian muncul peninjauan dari Video Assistent Referee (VAR). Terlihat VAR dapat menangkap momen pergerakan Ozil yang ternyata belum mendahului pergerakan pemain terakhir West Ham yang memang sudah terlanjur fokus dengan pergerakan bola, bukan pergerakan lawan---untuk membuat jebakan offside.
VAR pun ternyata ingin meninjau keputusan AW 2 yang mengangkat bendera ketika bola berhasil ditanduk Ozil. Sepertinya, keputusan offside justru ketika bola dioperkan ke Lacazette, bukan ketika bola akan jatuh ke kepala Ozil.
Lacazette pun berselebrasi, Arsenal 1-0 West Ham. Momen ini kemudian membuat tensi permainan bagi Arsenal sedikit turun, sedangkan bagi Mark Noble dkk. justru semakin membara. Mereka harus mampu mencetak gol untuk kembali memaksakan kedudukan imbang.
Namun apa yang diharapkan skuad asuhan David Moyes itu gagal terwujud. Hal ini tak lepas dari perhitungan Mikel Arteta untuk menambal kekuatan di lini belakang dengan memasukkan Hector Bellerin menggantikan sang pemberi asis, Ozil.
Beruntung bagi Arsenal di laga ini lini belakangnya nyaris minim kesalahan, karena Pablo Mari, David Luiz, dan Sokratis Papastathopoulos saling bahu-membahu hingga jatuh-bangun demi hasil 3 poin dan cleansheet.
Seandainya Premier League musim ini belum menerapkan VAR tentu gol Lacazette tersebut bisa saja dianulir, dan Arsenal harus puas berbagi angka sekaligus membuat langkah mereka untuk merangkak tersendat lagi. Sedangkan bagi West Ham itu adalah hasil adil, karena mereka sudah mampu bertahan dengan baik dan tidak minim peluang di kotak penalti lawan.
Selain itu, tanpa adanya VAR juga akan membuat sang AW 2 mendapatkan sorotan dan tentunya kritikan, karena dianggap kurang cermat dalam mengambil keputusan. Namun, dengan kembali terlihatnya AW 2 perempuan di laga yang bisa dikatakan sengit---karena derbi---kita menjadi bangga untuk menunjukkan bahwa sepak bola memang sudah mengakui peran perempuan.
Mereka tak lagi "hanya" menjadi penonton, WAG's, reporter, dan pesepakbola, namun juga dapat menjadi asisten wasit hingga wasit utama. Salah satunya tentu Sian Massey yang dipercaya mendampingi salah seorang wasit senior di Premier League, Martin Atkinson.
Bahkan, dirinya sudah eksis di Premier League sejak 2017 ketika terdapat laga antara klub London lainnya, Chelsea vs Southampton. Eksistensinya di sepak bola Inggris semakin kuat ketika di gelaran Community Shield di awal musim 2019/20 juga terdapat dirinya yang kembali menjadi hakim garis.
Dia juga kemudian dipercaya menjadi hakim garis di pertandingan Liga Eropa (pria) antara PSV Eindhoven vs LASK Linz di musim yang sama. Artinya, kini nama Sian Massey-Ellis semakin familiar di penikmat sepak bola dan akan selalu dinantikan kiprahnya baik di Premier League maupun Eropa.
Soal apakah dirinya melakukan kesalahan atau tidak, semua figur pengadil di lapangan pasti pernah melakukan kesalahan termasuk si wasit senior Martin Atkinson. Bahkan, wasit-wasit yang memimpin pertandingan di level Liga Champions (pria) pun dapat membuat kesalahan.
Begitu pula untuk hakim garis. Tentu kita sudah tahu bahwa ada banyak hakim garis di dunia ini (termasuk Indonesia) yang sering salah mengambil keputusan, khususnya untuk kasus offside dan mereka adalah pria kecuali di sepak bola putri. Sehingga, sudah bukan waktunya kita mengkritisi kinerjanya karena faktor jenis kelamin, melainkan murni karena kinerjanya.
#IWD2020
Malang, 8 Maret 2020
Deddy Husein S.
Berita terkait:
Express.co.uk, Rte.ie, Kompas.com, Dailycannon.com.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H