Apalagi, dia juga memiliki postur cukup tinggi. Sehingga, pembagian atau pertumbuhan ototnya akan lebih "normal", dibandingkan mereka yang berpostur lebih pendek.
Biasanya yang berpostur 160 sampai 170-an cm, ketika mereka menambah massa otot, akan terlihat sama seperti ketika mereka menambah jumlah lemak ke tubuh.
Artinya, badannya hanya membesar namun bentuk rentangan atau panjang massa ototnya tidak memanjang, alias "menggumpal" di satu bidang yang tidak lebar.
Inilah yang kemudian dikhawatirkan akan mengurangi kelincahan tubuh dan jika melihat postur Adama Traore, dia juga tidak terlalu tinggi (178 cm).Â
Namun, dengan massa ototnya yang sedemikian rupa, ternyata dia masih mampu memiliki kecepatan dan itu membuat kita seperti dibangunkan dari tidur panjang akibat pemahaman yang sebelumnya.
Lalu, apa yang dapat kita ambil dari keberhasilan Adama Traore dalam mementahkan stereotip tentang tubuh berotot yang lamban?
Hal ini jika dibayangkan saja pasti sudah berat, apalagi harus diwujudkan. Jadi, dari apa yang ditunjukkan oleh Adama, kita bisa melihat bahwa kerja keras dan kemauan untuk melakukannya adalah kunci besar untuk melawan stereotip yang sudah terlanjur melekat di kepala kebanyakan orang.
Kita juga sering menemukan banyak stereotip di masyarakat yang kemudian tidak (bisa) dilawan, melainkan diterima dengan pasrah.Â
Bahkan, tidak sedikit generasi zaman now yang mudah untuk mengikuti stereotip-stereotip tersebut. Padahal, jika kita bisa yakin terhadap kerja keras untuk melawan stereotipe itu, maka stereotipe itu juga akan terbantahkan.