Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

KPAI Berusaha Memasak di Dapur PT Djarum Indonesia

8 September 2019   22:02 Diperbarui: 10 September 2019   10:58 1977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak penerus generasi atlet bulutangkis Indonesia. (Djarumfoundation.org)

Judul ini harus dipilih, karena, tidak ada judul lain yang dapat menggambarkan terlebih dahulu tentang polemik antara lembaga (independen) negara yang di sini fokusnya adalah KPAI dengan pihak perusahaan swasta yang di sini merujuk pada PT. Djarum Indonesia.

Tentu semua orang sudah tahu bahwa PT. Djarum Indonesia adalah perusahaan rokok besar milik Indonesia yang aktivitasnya tidak hanya memproduksi rokok, namun juga mendukung pendidikan generasi muda Indonesia melalui program beasiswanya. 

Beasiswa tersebut disalurkan dengan keberadaan Djarum Foundation yang dapat disebut sebagai induk dari aktivitas peduli sosial dari perusahaan tersebut.

Tentu bukan suatu keberlebihan jika menyebut Djarum Foundation sebagai pihak yang berkaitan dengan bidang sosial. Karena, Djarum Foundation tidak hanya aktif dalam memberikan beasiswa (ekonomi dan pendidikan) namun juga aktif mendukung pergerakan kreativitas bangsa dengan keterlibatannya di pagelaran seni teater (seni dan budaya). 

Teater Koma dan Agus Noor adalah pihak-pihak yang tentunya tidak akan segan untuk berterimakasih kepada Djarum Foundation, karena bersama Djarum Foundation-lah mereka dapat merealisasikan karyanya menjadi pertunjukan yang hebat.

Agus Noor dan karya pertunjukan teaternya
Agus Noor dan karya pertunjukan teaternya "Pesta Para Pencuri" yang disponsori oleh Djarum Foundation. (Djarumfoundation.org)

Di era yang semaju dan seberat saat ini, tentu akan cukup mustahil melahirkan suatu karya ataupun suatu peminatan jika pihak-pihak kreator (pemilik bakat dan kreasi) tersebut tidak mendapatkan dukungan materi (dana) dan itulah yang sering ditangkap (peluangnya) oleh PT. Djarum melalui Djarum Foundation-nya. 

Di situ pula kita semakin dapat melihat bahwa kesejahteraan bangsa tidak hanya menjadi pekerjaan rumah pemerintah, namun juga bagi pihak-pihak swasta yang tak hanya ingin memberdayakan masyarakat namun juga ingin memberikan peluang bagi masyarakat untuk menentukan garis kesejahteraannya.

Dari sini kita dapat melihat dengan netral (tidak harus melalui sudut pandang konsumen rokok) bahwa keberadaan PT. Djarum tidak bisa dipandang sebelah mata. 

Selain karena mereka dapat menyediakan stok "surgawi" bagi laki-laki dan perempuan pecandu asap tembakau, mereka juga dapat menyediakan peluang bagi masyarakat yang ingin berkarya dan menunjukkan kapasitasnya dengan bantuan dana.

Termasuk dengan keberadaan beasiswa. Dari jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi, Djarum Foundation memberikan peluang bagi generasi muda Indonesia untuk dapat meraih cita-citanya. Salah satunya melalui media olahraga.

PT Djarum dengan klub bulutangkis PB Djarum setiap tahun selalu mengadakan audisi dan beasiswa untuk anak-anak pecinta bulutangkis. (Akurat.co)
PT Djarum dengan klub bulutangkis PB Djarum setiap tahun selalu mengadakan audisi dan beasiswa untuk anak-anak pecinta bulutangkis. (Akurat.co)

Sudah banyak orang bahkan mengidentikkan perusahaan rokok tersebut dengan olahraga, yang salah satunya adalah bulutangkis. Tidak mengherankan, karena memang bulutangkis sampai sejauh ini masih menjadi cabang olahraga yang sangat mengharumkan nama Indonesia hingga ke tingkat dunia.

Jika sepakbola Indonesia hanya maju-mundur (tidak jelas), sedangkan bulutangkis Indonesia masih mampu menjaga asa untuk tetap dapat diperhitungkan di level dunia bersama China, Korea Selatan, Jepang, dan Malaysia. 

Satu hal yang menjadi faktor terjadinya fakta ini adalah karena adanya keberlanjutan dukungan terhadap generasi atlet bulutangkis dari masa ke masa, dan itu dilakukan oleh PT. Djarum Indonesia dengan nama PB Djarum (selain PBSI yang tugasnya menaungi).

Bersama klub PB Djarum-nya, PT. Djarum juga menghadirkan (atau mendukung) turnamen bulu tangkis yang ditujukan ke anak-anak hingga remaja. Tujuannya adalah menumbuhkan bibit-bibit unggul yang nantinya juga tak hanya menjadi atlet nasional, namun juga dapat memperoleh jaminan pendidikan yang sesuai dengan harapan mereka.

Inilah yang patut diacungi jempol oleh masyarakat Indonesia terlepas dari apakah orang-orang yang mengapresiasi kinerja PT. Djarum adalah pecandu rokok atau bukan. Karena, di luar dari daya tarik rokok, kita dapat mengakui bahwa PT. Djarum memiliki tindakan yang nyata terhadap apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Yaitu, wadah dan apresiasi.

Wadah ini dapat berupa media penyalur bakat; olahraga, seni, dan bidang lainnya. Sedangkan, apresiasi ini dapat dilihat dengan adanya beasiswa dan dana terhadap anak/remaja untuk pendidikannya dan orang-orang pengkarya yang ingin mendapatkan support materi demi terealisasinya misi mencapai kualitas.

Apa yang dilakukan PT. Djarum, Djarum Foundation dan PB Djarum ini tidak hanya kemarin sore, melainkan sudah bertahun-tahun, sejak 2006. Namun, mengapa polemik antara PT. Djarum dan KPAI baru muncul saat ini?

Titik utamanya adalah karena adanya isu soal penggunaan kit (baju/seragam) yang bersponsor merk rokok pada anak. Dari problem tersebut, antara KPAI dan pihak Djarum mengalami perbedaan persepsi.

Di KPAI, persepsinya dapat ditebak jika mereka ingin "menyelamatkan" generasi muda Indonesia dari siklus regenerasi perokok. Hal ini kemudian diwujudkan dengan penolakan mereka terhadap kit yang berlogo sponsor. Alasannya, supaya anak-anak tersebut tidak menjadi media pemasaran rokok.

Selain itu, nama turnamennya pun diminta untuk dirubah dengan nama yang lebih "netral" alias tidak ada embel-embel "Djarum". 

Permintaan (dari KPAI) ini jelas ditolak oleh pihak Djarum, bahkan secara logika orang yang sudah banyak belajar -sekalipun tidak di bidang bisnis dan manajemen- pasti rata-rata mereka akan berpikir bahwa keberadaan label sponsor pada sebuah turnamen itu adalah suatu kewajaran.

Contohnya seperti Liga 1 yang setiap tahun diberikan embel-embel berbeda, dari Gojek, Gojek-Traveloka, sampai sekarang adalah Shopee, dan semua orang tidak lagi mempermasalahkannya. 

Toh, di luar negeri juga demikian. Piala Liga di Inggris juga namanya berganti-ganti, sesuai sponsor utamanya (Carling Cup hingga Carabao Cup). Begitu pula dengan nama Barclays Premier League yang merujuk pada brand sponsor utama Barclays.

Inilah yang membuat logika atau argumentasi KPAI terhadap turnamen bulutangkis anak-anak itu patut dipertanyakan. Karena, mereka terkesan melangkahi hak dari pihak swasta yang itu sangat menggelikan. Sudahkah mereka belajar atau setidaknya bekerja sama dengan perusahaan swasta? Jika sudah, mengapa masih lebay?

Istilah lebay ini memang pada akhirnya harus muncul, karena ini cukup memalukan. Apa yang terjadi ini menunjukkan bahwa pihak KPAI tidak menghargai kerja sama yang win-win solution. Apalagi ini berkaitan dengan sponsor utama -yang biasanya punya hak lebih besar daripada pihak/sponsor lain. 

"Kelucuan" ini yang membuat kita seperti melihat bahwa pengalaman sponsorship pihak KPAI masih kurang bagus. Kalaupun bagus, mereka cenderung mencoba mengaitkan bidang profesionalitas dengan bidang kemanusiaan, alih-alih kesejahteraan.

Masyarakat Indonesia tidak selamanya butuh praktik kemanusiaan yang salah satunya berwujud pada kedok penyelamatan anak-anak dari media promosi produk dewasa. 

Mengapa? Karena, masyarakat Indonesia (seharusnya) sudah cerdas. Melalui perkembangan dunia digital masa kini, masyarakat dapat memperoleh informasi-informasi yang dibutuhkan, termasuk informasi tentang kerja sama dengan rekan sponsor.

Di sini kita dapat melihat bahwa KPAI mencoba mencampur-adukkan antara sudut pandang profesional dengan sudut pandang kompromi (keinginan untuk saling legowo). 

Sedangkan di kacamata pihak swasta, apalagi perusahaan legendaris seperti PT. Djarum, tentunya mereka memiliki prinsip kerja yang jelas dan tegas. 

Jika tidak demikian, tidak mungkin mereka dapat bertahan sampai saat ini dan mereka masih selalu hadir di ajang-ajang besar dan tetap mendukung anak-anak Indonesia dengan program-program beasiswanya (KPAI melakukan apa?). 

Inilah yang patut digarisbawahi oleh kita, termasuk orang-orang yang mengaku peduli anak tersebut.

KPAI harus menyadari bahwa apa yang dilakukan oleh PT. Djarum adalah berdasarkan hak yang harus mereka miliki. Mereka adalah perusahaan swasta yang hidup-matinya bukan dari hibah anggaran dan hutang negara, melainkan dari penjualan produk. 

Keberhasilan aktivitas tersebut dapat dibuka dengan cara pemasaran. Salah satunya dengan penyediaan kit bersponsor PT. Djarum.

Sesederhana itu sebenarnya, jika KPAI bersedia menggunakan kacamata yang sama. Karena, visi-misi mereka toh sebenarnya sudah sama. Mereka ingin menjaga generasi muda Indonesia berprestasi dan salah satunya melalui bulu tangkis. Namun, mengapa harus dipersulit?

Apakah KPAI kawatir jika angka konsumen rokok Indonesia tetap dan semakin tinggi dengan adanya turnamen dan kit berembel-embel "Djarum"?

Jawabannya adalah tidak. Tidak akan ada kaitannya antara tingginya konsumen rokok di Indonesia dengan keberadaan dan eksistensi dari PT. Djarum di turnamen olahraga anak. Karena yang membuat masyarakat Indonesia gandrung terhadap rokok adalah faktor tetangga, orangtua, saudara, teman, dan orang-orang sekitarnya.

Mereka yang merokok juga bukan karena dibayari oleh PT. Djarum ketika sedang menapaki jenjang kesuksesan. Malah mereka yang kebanyakan merokok adalah karena faktor psikologis. 

Mereka yang ingin terlihat keren, ataupun sedang stress, dan tidak punya pelarian yang lain akan memilih menjadi perokok. Jadi, efektifkah langkah KPAI "merusak" kerja nyata yang dilakukan PB Djarum untuk bulutangkis Indonesia hanya karena titel dan kit turnamen yang berembel-embel "Djarum"?

Apakah KPAI sudah merasa pekerjaannya dalam memerdulikan anak-anak di Indonesia sudah benar, sampai-sampai menyampuri dapur PB Djarum? Apakah mereka sudah bisa berpikir tentang siapa yang akan membantu PBSI dalam menjaga tali regenerasi pebulutangkis Indonesia? 

Lalu, bagaimana perusahaan seperti PT. Djarum dapat menyeimbangkan misinya (antara penjadi produsen dan "pembantu" masyarakat) dalam bertahan dan ingin berperan aktif untuk mensejahterakan rakyat? Apakah KPAI punya solusi?

Jika belum, maka tidak sepatutnya untuk searogansi itu. Apalagi jika masih dalam ranah kerja sama. Karena, selama misinya mulia, kenapa tidak? Di dunia ini tidak ada orang (termasuk KPAI) yang berhak merampas peluang orang lain untuk bertindak positif meski tampangnya "tidak rapi" (anggap saja PT. Djarum ibaratnya seperti itu). 

Karena, siapapun itu, jika memiliki kebaikan, maka dia adalah orang yang sama, dan sama-sama berhak untuk memperoleh apa yang harus dia miliki. Bukankah begitu, PT. Djarum?

Malang, 8-9-2019
Deddy Husein S.

Ditulis oleh orang yang sudah tidak menyedot tembakau sejak 7 tahun lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun