Namun, jika masyarakatnya (masih ada oknum) tidak bisa seratus persen menerima perbedaan itu juga sia-sia. Ke mana muaranya kepandaian (merujuk pada infrastruktur pendidikan yang lebih maju) yang dimiliki orang-orang Jawa tersebut?
Rasisme ini seperti penyakit kanker yang dapat timbul-tenggelam sesuka hati. Maka dari itu, kita harus menghadapinya melalui kemauan diri sendiri. Kita tidak bisa menekankan toleransi secara slogan, melainkan harus melalui tindakan. Jika tidak bisa dengan penggerakan nyata secara massal, maka dapat dimulai dari tindakan individual.
Kelima cara di atas sebenarnya berdasarkan praktik individual penulis. Sebagai "penyintas" korban rasisme, tentu penulis harus pernah melakukannya supaya selain dapat menyembuhkan diri sendiri, juga dapat mencegah diri untuk tidak melakukan pembalasan. Apalagi pembalasan seperti yang viral kemarin.
Maka dari itu, melalui tulisan panjang ini, penulis mengharapkan agar Indonesia segera sadar atas kemajemukannya. Jangan tutup mata tentang itu. Kita boleh tidak peduli dengan kehidupan pribadi tetangga sekitar kita (jika tidak diumbar oleh yang bersangkutan sendiri), namun jangan pernah menutup mata tentang pemahaman toleransi.
Memang "tidak ada asap, tidak ada api". Namun, alangkah-baiknya di antara kita tumbuh upaya untuk menjaga diri sendiri (seperti cara ketiga). Agar apa yang kita lakukan tidak saling merugikan orang lain.Â
Kalaupun kemudian ada rasa sakit hati dan keinginan untuk menghina orang lain, hinalah berdasarkan ketidakmampuannya tanpa harus mengaitkan ketidakmampuannya berdasarkan identitasnya (termasuk karakternya).
Semua orang pasti punya kekurangan (ketidakmampuan). Maka, wajar jika pada akhirnya kita menemukan adanya kecacatan dari orang lain.
Namun, sebelum menilai itu dengan penghinaan, nilai dulu diri sendiri; apakah sudah benar-benar lebih baik atau belum. Jika belum, tahan diri untuk berucap ataupun bertindak yang dapat menyakiti orang lain.Â
Itulah yang harus kita lakukan, bukan hanya menunggu tindakan dari pemerintah saja -untuk menghentikan rasisme. Karena Indonesia milik kita, bukan milik pemerintah saja. Merdeka!
Malang, 22-23 Agustus 2019
Deddy Husein S.