Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Setuju dengan Langkah KPI Cegah "Hitam Putih" Siarkan Live Mualafnya Deddy Corbuzier

21 Juni 2019   14:53 Diperbarui: 21 Juni 2019   19:59 2675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Deddy dan Gus Miftah. (Youtube/DeddyCorbuzier/suara.com)

Dalam beberapa hari terakhir, media massa meramaikan kabar tentang langkah baru dalam kehidupan seorang host dan mantan mentalis Indonesia, Deddy Corbuzier. Pasca adanya isu hubungan retak antara host acara Hitam Putih itu dengan seorang kapten penerbangan, Vincent Sanjaya. Publik Indonesia kembali dihebohkan dengan berita akan mualaf-nya Deddy Corbuzier.

Secara pribadi, penulis mengetahui kabar tersebut beberapa saat setelah Deddy Corbuzier mengunggah video terbarunya di channel Youtube-nya.

Ada dua hal yang penulis pikirkan ketika menonton video tersebut. Pertama, ini merupakan langkah menarik dan baru bagi Deddy untuk tetap menjadi sorotan masyarakat.

Kedua, ini akan membuat Deddy menjadi sosok berpengaruh yang tak lagi sekadar berbagi pendapatnya terhadap situasi sosial dan global yang ada di Indonesia, berdasarkan pengetahuan rasional. Dia juga akan menjadi sosok yang akan berbagi pendapatnya sebagai seorang muslim.

Dewasa ini, melihat seseorang yang vokal terhadap fenomena sosial di Indonesia dengan tanpa embel-embel agama itu sulit. Hampir semua orang bersuara dengan 'berekor dan mengekor' simbol agama, yang kemudian membuat orang lain langsung 'terhipnotis' oleh kebenaran dari suara tersebut.

Ini yang membuat masyarakat Indonesia semakin stagnan, karena mulai terbiasa dengan eksplorasi berpikir yang serba terbatas dan takut untuk sedikit keluar dari koridornya.

Berbeda dengan Deddy Corbuzier yang selama ini diikuti oleh penulis karena orang ini selalu memberikan pendapat berdasarkan pengetahuan yang tak berembel-embel agama.

Ini yang membuat penulis respek besar terhadap beliau. Karena dewasa ini, mendapati sosok non-mayoritas nan vokal itu sedikit.

Rata-rata mereka yang berhasil mengubek-ubek pikiran masyarakat adalah orang yang memiliki status kuat di bidang keagamaan. Itu memang bagus, namun membuat pola pikir masih terkotak-kotakkan. Tidak ada kemurnian seorang individu berkata berdasarkan pikirannya sebagai manusia saja, melainkan menjadi manusia yang beragama tertentu.

Deddy dan Gus Miftah. (Youtube/DeddyCorbuzier/suara.com)
Deddy dan Gus Miftah. (Youtube/DeddyCorbuzier/suara.com)
Melihat sosok Deddy Corbuzier yang sebelumnya, penulis berani menyejajarkannya dengan Najwa Shihab, Musdah Mulia, Mahfud MD, hingga sang ayah dari Najwa Shihab; Quraish Shihab. Bukan soal ilmu keagamaannya, namun soal pemikirannya yang Indonesia banget. Hal ini seperti yang penulis singgung di artikel sebelumnya.

Tiga Tokoh Muslim Ini Selaras dengan Pola Pikir Indonesia

Di artikel tersebut, penulis menyebut tiga tokoh muslim yang berpengaruh bagi penulis. Tokoh tersebut tidak mempengaruhi penulis tentang ajaran agama melainkan mindset. Pola pikir yang sangat diperlukan sebagai orang Indonesia, bukan semata-mata orang Islam saja.

Ini yang kemudian penulis sinkronkan dengan keberadaan Deddy Corbuzier yang mampu eksis sampai sekarang dan bersedia membagi segala pengalaman dan pemikirannya yang bagus dan cocok untuk menjadi inspirasi orang (yang merasa) Indonesia.

Beberapa videonya di luar dari pembahasan tentang pendidikan, sekolah, dan guru, penulis merasa terinspirasi dengan beberapa pemikirannya. Termasuk saat membuat video tentang Bumi, sampah, dan lingkungan. Termasuk pula saat beliau menanggapi keberadaan film Youtube 'Sexy Killer' -yang menghebohkan masyarakat Indonesia saat pemilu dan pilpres kemarin.

Deddy Corbuzier dan Ustadz Wijayanto. (Instagram dan Suara.com)
Deddy Corbuzier dan Ustadz Wijayanto. (Instagram dan Suara.com)
Di situ, penulis berani mengakui kecerdasan Deddy yang mampu mengombinasikan pengalaman dan pengetahuannya menjadi pemikiran yang tepat untuk dipikirkan pula oleh masyarakat Indonesia. Hal itulah yang penulis dapatkan ketika Deddy Corbuzier belum menjadi bagian dari orang mayoritas. Namun, bagaimana jika Deddy Corbuzier menjadi mualaf?

Ini memang masih menjadi kesangsian pribadi penulis, namun penulis akan memprediksi jika segala konten Deddy Corbuzier di videonya akan ada sangkut-pautnya dengan Islam.

Selain itu, dia akan menjadi bagian dari mayoritas yang tentunya akan terasa naif dengan suara membela NKRI berdasarkan perbedaan. Karena, dirinya sudah bukan lagi orang yang 'berbeda'. Dia adalah bagian dari mayoritas. Betul kan?

Memang keputusan berpindah agama itu adalah pilihan individu (privacy). Untuk itu pula penulis tidak akan menggugat keputusan Deddy Corbuzier menjadi mualaf. Itu adalah haknya.

Atas dasar ranah privasi pula, penulis kemudian menyetujui langkah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang melarang Hitam Putih menyiarkan prosesi mualaf-nya Deddy Corbuzier secara live. Mengapa?

Secara pribadi, penulis berpikir bahwa orang yang memiliki agama apa dan melakukan apa -terhadap agama yang dianutnya- itu bukan suatu hal yang perlu sekali untuk diketahui oleh orang lain.

Agama itu sakral. Agama itu tentang keyakinan dari lubuk hati yang terdalam. Agama adalah pembimbing individu untuk menjadi baik dan menghindari yang tidak baik. Itulah yang dipikirkan oleh penulis tentang agama.

Perihal lainnya adalah menyiarkan tentang prosesi perpindahan agama itu berarti menjadikan agama menjadi konsumsi publik dan bagian dari hiburan. Apalagi ini adalah proses perpindahan dari agama minoritas ke agama mayoritas. Jika ini adalah tanah Arab, hal itu mungkin patut dimaklumi -jika sampai memang menjadi konsumsi hiburan di pertelevisian. Namun ini adalah Indonesia. Negara yang ber-slogan Bhinneka Tunggal Ika.

Jika prosesi mualafnya Deddy Corbuzier disiarkan live, apakah prosesi perpindahan agama seorang Islam ke agama non-Islam juga memiliki hak siar live?

Penulis yakin jawabannya 70% tidak. Mengapa demikian? Ambil contoh perpindahan agama dari Islam ke non-Islam yang dialami oleh seorang selebriti bernama Asmirandah -yang menikah dengan aktor sinetron yang non-Islam. Apa yang terjadi di masyarakat ketika mengetahui kabar itu? Mereka rata-rata menyayangkan keputusan tersebut.

Ini adalah fakta sosial yang tidak bisa dilawan di Indonesia. Bahkan, secara pribadi hal ini diakui sebagai kelumrahan. Siapa yang tidak mau membenarkan agamanya sendiri dibandingkan membenarkan agama orang lain, bukan?

Namun, bukan soal itu. Pemikiran ini lebih mengarah pada kesetaraan manusia tanpa embel-embel agama. Bagaimana perlakuan KPI terhadap masyarakat Indonesia yang non-Islam, jika prosesi mualaf disiarkan live? Inilah pekerjaan rumah yang tidak ingin dikerjakan oleh KPI. Untuk itulah mereka melakukan pencegahan dan ini adalah langkah yang bagus dan berani. Thumb up for them!

KPI di sini berhasil menjadikan televisi bukan untuk menjadi media yang menyuguhkan praktik agama sebagai bagian dari hiburan, melainkan tetap mencoba membuat praktik agama adalah ajaran (edukasi) yang sakral. Kesakralan itulah yang membuat agama itu sangat dihargai di atas ilmu pengetahuan lain dan itu harus dijaga oleh kita, tidak hanya KPI.

Sebagai manusia, penulis memberikan selamat atas upaya Deddy Corbuzier untuk membuka lembar kehidupan yang baru.
Sebagai manusia yang beragama, penulis juga memberikan pujian (salute) atas langkah berani Deddy Corbuzier untuk mencari pedoman hidup yang baru.

Good luck, Om Ded!
Semoga Allah memberkahimu.

Tulungagung, 21 Juni 2019
Deddy Husein S.

Beberapa berita unik seputar mualaf-nya Deddy Corbuzier:
Alasan KPI larang Live (Islampos.com),
KPI Larang Deddy Corbuzier Pindah Agama di Hitam Putih (yakin nih judulnya begini?) (popmagz.com),
KPI Disemprot Tengku Zul (suara.com).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun