Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Arema FC Tidak Berkutik Lagi di Markas Borneo FC

23 Mei 2019   07:25 Diperbarui: 23 Mei 2019   07:43 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Sebenarnya apa yang salah dengan permainan Arema FC di dua laga awal musim ini?

Pertanyaan ini terlintas ketika melihat hasil pertandingan yang berlangsung tadi malam (22/5) di Stadion Segiri, Samarinda. Bermain di kandang Borneo FC, Arema lagi-lagi gagal membawa satupun poin untuk pulang ke Kanjuruhan di pekan ketiga nanti. Hasil yang buruk bagi salah satu tim kandidat juara Liga 1 musim 2019 ini. Karena, dua kekalahan beruntun menjadi hasil yang harus mereka terima.

Apa yang membuat skuad asuhan Milomir Seslija tak berkutik di laga ini?

Jika disebut tak berkutik, tentu saja tidak fair, karena, Arema FC tidak pernah absen dalam meneror pertahanan Borneo melalui skema tiga penyerang yang mereka tampilkan baik di babak pertama maupun babak kedua. Namun, di sini ada beberapa hal yang membuat Arema FC kesulitan untuk dapat bermain seperti di pertengahan musim terakhir musim lalu dan apalagi di Piala Presiden 2019. Apa saja?

Pertama, di musim ini Arema FC kembali memiliki seorang striker asing setelah di musim lalu, mereka tidak memiliki penyerang asing ataupun penyerang lokal rasa asing seperti Cristian Gonzales. Kini, Arema dapat berlega hati karena berhasil mendatangkan penyerang yang sudah tidak lagi perlu diragukan kapasitasnya sebagai pencetak gol. Yaitu, Sylvano Comvalius.

Bahkan, pergerakan transfer ini dibilang sebagai pemulangan dari sosok yang berhasil menjadi topskor di Liga 1 musim 2017 saat berseragam Bali United. Maka, keberadaan Comvalius akan seperti yang diharapkan oleh publik Indonesia di musim tersebut. Yaitu, kembali melihat ketajaman Comvalius di Liga 1 musim ini bersama Arema FC.

Memang, Comvalius sukses langsung mencetak gol untuk Arema di laga pekan pertama. Namun, di laga kedua ini, Comvalius hadir seperti pemain yang 'dikorbankan' untuk tak berbuat banyak. Dijadikan sebagai target-man di laga ini, Comvalius seperti tak mampu melepaskan diri dari kawalan ketat duet palang pintu tinggi besar milik Borneo FC, Jan Lammers dan Javlon Guseynov.

Ketidak-berkutikan Comvalius ternyata tidak dipahami oleh rekan-rekannya yang justru tetap menggunakan taktik konservatif---ketika bermain dengan target-man seperti Comvalius. Yaitu, bermain dengan bola-bola silang. Padahal apa yang dilakukan oleh Arema tersebut sudah dapat dipastikan mampu diantisipasi oleh pertahanan Borneo FC. Inilah yang membuat Arema FC gagal berkembang di pertandingan ini.

Faktor kedua adalah Borneo bermain dengan duet pemain belakang yang bertipikal kuat duel udara. Uniknya, mereka 'hanya' bertarung dengan Comvalius yang dibiarkan sendirian di depan oleh Arema. Ini yang membuat Borneo tidak terlalu kerepotan, meski acapkali mereka juga gugup ketika Arema mulai memainkan bola-bola pendek untuk menusuk pertahanan Borneo.

Namun, sayangnya Arema tidak membaca situasi tersebut. Khususnya pelatih Milo yang tidak berani berjudi dengan menarik keluar Comvalius di babak kedua. Justru Milo menarik keluar Ricky Kayame dan memainkan pemain bertipikal sama seperti Kayame, Rivaldi Bouwo. Sehingga, tidak ada perubahan taktik di sini di kubu Arema untuk bermain antitesis dengan taktik Mario Gomez.

Inilah yang menjadi faktor ketiga yang menyebabkan Arema gagal di pertandingan ini. Yaitu, tidak melakukan perubahan taktik. Sesuatu yang sempat disinggung oleh komentator Yusuf Kurniawan di laga tersebut. Karena, sang komentator menilai Comvalius tidak berkembang dan membuat permainan Arema juga tidak berkembang.

Namun, Milo tetap memilih Comvalius untuk berada di atas lapangan dibandingkan mencoba mengembalikan permainan Arema di Piala Presiden yang tanpa striker asing namun justru selalu mampu merepotkan pertahanan lawan-lawannya.

Dari sini, kita dapat melihat bahwa Arema seperti belum beradaptasi dengan permainan yang baru ketika Comvalius hadir. Hal ini dapat terjadi karena, tim ini sudah mulai terbiasa bermain sporadis nan atraktif dalam menyerang. Sehingga, siapapun pemain di depan, dialah yang berhak mengeksekusi peluang.

Permainan ini dapat kita lihat ketika Arema FC berlaga di Piala Presiden 2019. Yaitu ketika sedang membangun serangan, para pemain belakang dan tengah bebas untuk memilih siapa target operannya. Tidak harus Dedik Setiawan, tidak harus Rivaldi Bouwo, bahkan juga seringkali merubah target operan dengan keberadaan Ricky Kayame, Ahmad Hardianto, maupun pemain-pemain depan lainnya.

Memang, secara permainan, para pemain depan ini adalah tipikal penggiring bola, namun, ketika menghadapi duet bek besar seperti yang dimiliki Borneo FC, maka, tidak terlalu buruk jika Milo berani menggunakan para pemain depan ini dibandingkan memainkan Comvalius.

Kita memang tidak bisa memungkiri, bahwa Comvalius sudah memiliki nama besar dan kualitas mencetak golnya mumpuni. Ini pula yang dicari Arema guna memperbaiki performa lini depannya dibanding musim lalu. Namun, ketika Comvalius hadir, nyatanya para pemain lainnya masih kagok dan terkesan terlalu polos dalam memanfaatkan keberadaan Comvalius---tidak ada variasi serangan.

Situasi ini sebenarnya juga berlaku di Borneo FC. Mereka memainkan target-man yang nyaris 11-12 dengan Comvalius, yaitu Mathias Conti. Namun, ketika Lerby Eliandri masuk, Borneo mengalami perubahan permainan. Yaitu, pelatih Mario Gomez memilih untuk menantang duet bek tengah Arthur Cunha da Rocha dan Hamka Hamzah dengan duet Conti-Lerby.

Keberadaan dua striker tinggi besar itu, membuat para pemain tengah Borneo semakin percaya diri untuk bertarung dan membangun serangan terus-menerus, dan hasilnya adalah dua gol untuk sang tuan rumah. Taktik semacam ini memang tak bisa dilakukan oleh Milo, karena mereka tidak memiliki dua penyerang yang bertipikal 'kembar' seperti yang dimiliki oleh Borneo.

Namun, seharusnya Arema dapat meniru apa yang dilakukan Borneo khususnya di babak kedua. Yaitu, mengurangi pasokan bola-bola silang dan bola panjang, serta memilih mendorong para pemain sayap untuk lebih berani melakukan tusukan-tusukan ke dalam pertahanan terakhir Arema. Hal ini akan membuat jumlah pemain Borneo di garis pertahanan lawan semakin bertambah dan membuat konsentrasi lawan buyar.

Situasi ini dapat dibuktikan dengan gol pertama yang timbul karena Ambrizal Umanailo mulai berani masuk ke kotak penalti lawan dan akhirnya mengharuskan Hamka Hamzah melakukan upaya menghadang bola---tendangan Ambrizal---yang justru membuat gawang Kartika Ajie jebol.

Sedangkan untuk gol kedua, terjadi karena Borneo memiliki banyak opsi untuk mengirimkan bola ke dalam kotak penalti Arema. Keberadaan banyak pemain menyerang Borneo di dalam kotak penalti Arema, termasuk dengan adanya Lerby, maka, para pemain Arema harus membagi konsentrasi dalam hal menjaga pemain lawan. Satu pemain lolos, itu sama dengan gol, dan Lerby berhasil melakukannya dengan baik.

Melihat laga ini---dan juga hasilnya, maka Arema (tentu) harus lebih berani bereksperimen. Yaitu, menggabungkan gaya main ketika tanpa Comvalius dengan ketika ada Comvalius. Dimainkannya Dedik Setiawan berbarengan dengan Comvalius sebenarnya bagus untuk membuat Arema memiliki dua pemain utama yang dijadikan tujuan dari aliran bola. Namun, jika Dedik dijadikan sebagai penyerang sayap, alih-alih duet striker, maka yang terjadi adalah seperti di laga semalam.

Dedik tentunya bukan Ricky Kayame, bukan pula Rivaldi Bouwo, ataupun pemain depan lainnya. Dedik murni bertipikal sebagai penyerang tengah meski dirinya memiliki kemampuan menguasai bola dengan dribbling dan kecepatan yang baik. Namun bukan berarti hal ini mengalihkan peran Dedik dari penyerang tengah menjadi penyerang sayap. Inilah yang harus diperhatikan oleh Arema FC.

Jika melihat kemiripan skuad Arema dengan Borneo FC di lini depan, mungkin pendekatan seperti yang dilakukan oleh Mario Gomez dengan Borneo FC-nya dapat menjadi contoh yang baik untuk Milo dengan berkah dua penyerangnya dan melimpahnya stok pemain sayap. Yaitu memainkan duet striker dengan dukungan dua pemain sayap, alih-alih bermain tridente.

Jadi, bagaimana Arema FC? Sudah siapkah untuk berevaluasi?
Semangat untuk bangkit Singo Edan! Dan selamat buat Borneo FC!

Malang, 23 Mei 2019
Deddy Husein S.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun