Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Segar Pilihan

Sebab dan Akibat Menu Berbuka Boleh yang Manis dan Persyaratannya

21 Mei 2019   22:38 Diperbarui: 21 Mei 2019   23:09 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Takjil. (Apahabar.com)

Banyak artikel* maupun video-video di Youtube yang menyatakan bahwa berbuka dengan yang manis itu tidak ada di dalam anjuran/ajaran agama (Islam). Namun, tagline 'berbuka dengan yang manis' sudah terlanjur mendarah-daging di dalam pikiran masyarakat dan membuat pesta takjil semakin meriah seperti yang kita lihat saat ini. Pro-kontra hadir ketika anjuran berbuka yang tepat muncul dan salah satunya menyatakan bahwa bukan berbuka dengan yang manis, melainkan yang segar.

Salah satu anjuran yang kemudian disebut sunnah Rasulullah SAW, adalah berbuka dengan kurma. Memang, Indonesia tidak memiliki komoditas kurma. Namun, karena Indonesia mengimpor kurma dari negara-negara Arab, maka, kebutuhan masyarakat Indonesia yang mayoritas Islam ini akhirnya terpenuhi untuk dapat berbuka dengan kurma.

Kurma memang manis, namun, sudah dapat dibuktikan juga bahwa kemanisan kurma berbeda dengan minuman sirup yang manis ataupun teh bergula. Di sini, masyarakat Indonesia sangat sadar bahwa berbuka dengan kurma bukan suatu keharusan. Akan tetap, masyarakat Indonesia terlanjur berpikir jika kurma itu adalah buah yang manis, bukan yang menyegarkan.

Hal ini bisa dimaklumi, karena, cukup sulit untuk mendapatkan kurma segar. Karena, kita tidak memiliki pohonnya. Sehingga, yang beredar di masyarakat adalah kurma-kurma yang sudah sangat masak dan tentunya terasa manis---bahkan manis sekali.

Selain itu, karena kurma adalah produk impor, maka, tidak semua masyarakat Indonesia dapat mengonsumsi kurma. Sehingga, masyarakat Indonesia kemudian memilih untuk mencari alternatifnya, dan bukan Indonesia jika tidak mampu mengatasi kebutuhan pangan. Karena, Indonesia salah satu surga makanan di dunia.

Maka, di sinilah dapat diterka bahwa masyarakat Indonesia pada akhirnya memperkenalkan banyak hidangan alternatif sebagai pengganti kurma yang (sudah terlanjur dikenal) manis dengan berbagai macam menu yang kemudian disebut takjil. 

Dari kolak pisang yang sederhana, sampai segala macam hidangan yang disebut menu takjil untuk berbuka pun pada akhirnya dapat kita lihat dan konsumsi saat ini. Takjil inilah yang kemudian merepresentasikan menu berbuka yang manis dan disebut-sebut telah menjadi budaya berbuka puasa di Indonesia.

Lalu, apakah berbuka dengan yang manis itu harus?

Kembali lagi, ditekankan bahwa berbuka dengan yang manis itu bukan suatu keharusan. Namun, keberadaan cita rasa manis terhadap menu berbuka, itu perlu. Karena, makanan/minuman yang bercita rasa manis biasanya dapat memicu selera makan yang bagus bagi orang yang baru saja menunaikan ibadah puasa seharian. Mengapa demikian?

Karena, orang yang berpuasa itu ketika sudah mendekati waktu berbuka justru sudah berada di kondisi yang sudah tidak terlalu lapar. Berbeda dengan ketika masih berada di jam 10 pagi sampai jam 1 siang. 

Hal ini yang kemudian dapat memicu keengganan untuk menyegerakan berbuka. Tentu ada beberapa orang yang pernah mengalami kejadian menolak untuk segera berbuka dan lebih memilih untuk melanjutkan kegiatan/pekerjaannya. Itu karena, kondisi tubuh sudah tidak lagi 'galau'. Ibaratnya, tubuh itu sudah kuat untuk 'ditinggal pergi' oleh asupan makanan. Dari sinilah, kita perlu kembali menggugah selera makan kita dengan cara mengonsumsi yang ada cita rasa manisnya.

Selain itu, orang yang berpuasa tentunya sangat kekurangan tenaga, dan salah satu dorongan dari terciptanya tenaga adalah kebutuhan zat-zat dari karbohidrat yang menjadi gula dan kemudian menjadi energi. Di sini kita bisa merujuk pada fungsi terhadap mengonsumsi nasi.

Sudah banyak orang yang mengetahui bahwa nasi memiliki kandungan kalori yang besar. Namun, ketika berpuasa, kita tidak akan mendapatkan asupan kalori. Sedangkan pengeluaran kalori terus dilakukan. Untuk itulah ketika waktu berbuka tiba, kita dianjurkan untuk mengonsumsi makanan yang memiliki kadar kalori yang cukup. Setidaknya, menu tersebut dapat merangsang kembali energi yang dimiliki oleh tubuh.

Namun, di sini solusinya bukan nasi. Melainkan minum air mineral (air putih). Mengapa? Karena, ketika berpuasa, kondisi tubuh kita berada di suhu internal yang panas. Tubuh terus bekerja meski tanpa adanya asupan yang masuk. Sehingga, suhu di dalam tubuh meningkat. 

Hal ini juga menjadi perhatian bagi masyarakat iklim tropis yang mengenal istilah 'masuk angin'. Nah, ketika kita berpuasa, tubuh kita yang biasanya terisi oleh asupan dari makanan dan minuman, akan berpotensi 'digantikan' oleh gelembung-gelembung udara yang dapat masuk dari aktivitas kita saat berbicara---terlalu lama, berada di tempat yang dingin, duduk di kursi non-kayu/berbantal, dan lainnya.

Sehingga, di saat potensi ini hadir, maka, tubuh akan berupaya 'membela diri' dengan memanaskan tubuh agar gelembung-gelembung udara tak berhasi mengisi tubuh kita. Namun, karena suhu udara dan suhu di dalam tubuh kita sama-sama panas, maka, akan muncul resiko lainnya. Yaitu, terkena dehidrasi. Maka dari itulah, solusi pertama saat berbuka puasa adalah minum air mineral.

Karena dengan meminum air mineral yang tentunya lebih segar dan dingin, akan dapat melegakan kembali bagian tenggorokan, dada, dan pencernaan. Bahkan, secara biologis, air tersebut juga akan mengalir ke segala penjuru tubuh---peredaran darah---kita. Inilah yang sebenarnya perlu dicermati saat berbuka puasa.

Solusi ini yang sebenarnya sedang diperbincangkan ketika Nabi Muhammad berbuka dengan kurma (dan jika tidak ada kurma adalah dengan air). Bukan soal kurma itu manis, melainkan kurma itu juga memiliki kandungan air---yang dibutuhkan tubuh pasca puasa.

Di sini kita dapat membandingkan, bagaimana kondisi Arab yang beriklim lebih panas dan sumber mata air yang tidak sebanyak di Indonesia. Maka, mereka (orang Arab) mengandalkan kurma sebagai sumber penyegar mereka ketika berbuka. Hal ini berbeda dengan di Indonesia yang tidak memiliki komoditas kurma, maka, yang diandalkan sebagai penyegar pertama kali adalah air mineral.

Dari sini, kita bisa memahami bahwa berbuka puasa itu bukan dengan yang manis, melainkan dengan yang segar. Berhubung Indonesia diberi kekayaan alam yang luar biasa, maka, pilihannya sangat variatif. 

Tidak hanya dengan air mineral saja untuk dapat menyegarkan tubuh saat berbuka. Namun, juga kita dapat memperoleh kesegarannya dari aneka buah-buahan. Seperti melon, semangka, jambu air, jeruk, anggur, buah pir, dan buah-buah lainnya yang memiliki kesegaran (kandungan airnya) cukup banyak.

Lalu, apakah berbuka dengan yang manis lantas tidak diperbolehkan? Tentu saja boleh, asal tak berlebihan, dan tetap dengan persyaratan.

Pertama, Anda harus yakin terhadap kadar gula di dalam tubuh Anda. Jika tidak rutin memeriksa di rumah sakit atau puskemas, maka, Anda cukup memastikan bagaimana tempo detak jantung Anda. 

Apakah normal atau tidak. Begitu pula dengan kondisi bagian dada sebelah kiri Anda, apakah pernah mengalami nyeri atau tidak. Jika tidak pernah merasakan nyeri, maka, kesehatan jantung Anda masih sangat bagus. Artinya, berbuka dengan yang manis masih diperbolehkan.

Kedua, jangan terlalu rutin mengonsumsi makanan yang selalu menghadirkan gula. Contohnya, mengonsumsi kolak pisang (dan sejenisnya) sebulan penuh selama Ramadan. Itu tentunya tidak baik, karena akan menaikkan kadar gula dalam darah dan dapat berakibat fatal. Jika tidak percaya, buktikan saja.Ketika Anda terlalu sering mengonsumsi makanan dan minuman bergula, dada Anda akan semakin sering berdebar-debar atau detak jantung tidak normal. 

Karena, kandungan gula yang berlebihan akan mengganggu sirkulasi darah di dalam tubuh Anda, dan artinya jantung Anda juga akan terganggu. Maka, beranikah beresiko dengan mengonsumsi makanan dan minuman yang manis selama sebulan penuh. Tentu saja itu berbahaya!

Persyaratan ketiga, imbangi mengonsumsi makanan dan minuman yang manis dengan jumlah air mineral yang lebih banyak dari makanan/minuman manis tersebut. Hal ini diperlukan agar air mineral itu dapat membawa larutan gula di dalam tubuh kita untuk lancar menuju ke pembuangan.

Terakhir, atau yang keempat adalah berolahragalah saat sore hari dengan lari kecil mengelilingi bidang 100 m2 selama 2-4 kali putaran. Atau jika tidak bisa melakukannya di tempat umum, bisa melakukannya di halaman rumah sendiri dengan lari di tempat selama 5-10 menit. Begitu pula di malam hari sebelum tidur. Minimal push-up, sit-up, dan peregangan kaki serta tangan sampai tubuh Anda berkeringat---tidak perlu terlalu banyak.

Poin terakhir ini penting, karena bertujuan membuat asupan makanan pasca berbuka tidak stagnan di dalam tubuh namun juga digunakan energinya agar tubuh rileks (merasa sedikit lelah) dan dapat tidur (merangsang kantuk). Karena, beberapa orang yang berpuasa dan mengonsumsi makanan yang berlebihan  pasca berbuka, akan cenderung susah tidur dan itu tidak baik. Karena jam tidur berkurang sedangkan kebutuhan untuk mengeluarkan tenaga di keesokan harinya lebih diperlukan.

Sedangkan lari kecil atau lari di tempat di sore hari itu adalah untuk merangsang tubuh agar tetap semangat dan kemudian tubuh menginginkan asupan yang segar, alih-alih yang manis. Maka, ketika melakukan aktivitas ini, Anda sebaiknya melakukannya tepat beberapa menit sebelum berbuka. Sehingga, ketika Anda beristirahat dan bertepatan dengan waktu berbuka, yang Anda cari adalah air mineral.

Satu catatan kecil jika Anda menyempatkan diri untuk berolahraga di malam hari termasuk di sore hari seperti itu adalah jangan lupa untuk mandi. Agar tubuh segar dan tidur pun nyenyak. Kalau di sore hari tentunya mandi adalah untuk dapat membuat tubuh segar dan suci, sehingga dapat melaksanakan ibadah sholat tarawih dengan nyaman.

Beginilah syarat yang penulis hadirkan untuk menyiasati keinginan kita (termasuk penulis) untuk dapat menyicipi menu berbuka yang manis di kala Ramadan. Ya, sesekali bolehlah. Hehehe.
Semoga bermanfaat dan salam sehat!

Malang, 21 Mei 2019
Deddy Husein S.

Tambahan:

* Sebuah artikel tentang menu sehat berbuka puasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun