Tinggal sejengkal kaki bagi Dusan Tadic cs untuk melangkah ke puncak, namun hal itu urung terjadi.
Ya, karena, mereka kembali ke habitatnya. Sebagai tim yang tidak efektif di lini serang dan kembali pula pada catatan tak menterengnya sebagai tim tuan rumah yang sulit menang. Keberhasilan mereka melangkah sampai ke semifinal tak lepas dari catatan tak bagus mereka saat bermain di kandang. Hal ini tak terlalu terlihat karena ditutupi dengan keberhasilan mereka melakukan comeback fantastis dan permainan yang tangguh ketika bertandang ke markas lawan.
Selain itu, ada konsekuensi yang mendasar yang seharusnya dipahami oleh para pemain Ajax. Yaitu, ketika mereka memiliki gaya menekan permainan lawan dengan garis pertahanan yang terlampau tinggi, maka pertahanan mereka akan dapat dihukum dengan serangan balik. Begitu pula jika mereka mengerahkan banyak pemain untuk berada di satu titik. Maka, tim lawan yang mampu mencium aroma kelemahan mereka---lubang-lubang yang lowong, akan mengeksploitasi dengan memainkan bola daerah.
Â
Itulah yang dilakukan Spurs. Mereka menyadari gaya permainan Ajax sangat berbahaya jika tidak diladeni dengan bentuk permainan yang berbeda. Yaitu, menggunakan taktik lebar lapangan. Melalui taktik itu, lama-kelamaan energi para pemain Ajax akan cepat terkuras dan hasilnya, mereka tidak mampu berada di performa terbaik selama sisa pertandingan.
Tidak hanya lini pertahanannya yang bermasalah, namun juga lini depan. Ketika para pemain bergerak terus-menerus ke satu titik yang sama---termasuk pemain depannya, maka dapat dipastikan bahwa semua pemain akan kelelahan. Jika kelelahan, maka tak hanya fokus di kepala yang berubah namun juga sentuhan kaki yang berubah. Terbukti dengan beberapa peluang Ajax terbuang sia-sia karena akurasi mereka mulai melemah.
Hal ini dapat menjadi faktor penting yang harus digarisbawahi. Yaitu, Ajax juga memiliki kelemahan di balik kelebihan mereka yang mampu memeragakan sepakbola ala futsal dengan sangat baik. Namun, ketika lawan tahu caranya untuk keluar dari tekanan, maka, para pemain Ajax juga akan kelimpungan. Artinya, Ajax tidak bisa melaju ke final karena 50% permainan mereka di babak pertama (over push) dan 50% taktik lawan yang sukses mengendorkan permainan Ajax (membuat anti-tesis).
Namun, sebagai tim yang berisi pemain-pemain muda, harapannya Ajax bisa kembali melakukan hal yang sama di musim depan. Yaitu melaju sampai ke semifinal Liga Champions dan mencoba kembali peluang mereka untuk bermain di partai puncak. Semoga hal ini terjadi ketika mereka tak banyak kehilangan pemain-pemain potensialnya di bursa transfer musim panas nanti.
Well done, Ajax in this season! Never give up to next season!
Malang, 9 Mei 2019
Deddy Husein S.
Tambahan:
*. Silakan membaca artikel sebelumnya di sini!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H