Dikenal sebagai striker berpostur tinggi-besar, Giroud juga memiliki kelebihan lainnya, yaitu berwajah tampan (hehehe). Selain itu, dia juga sudah memiliki sederet trofi bersama klubnya, khususnya bersama Arsenal dan Montpellier.Â
Giroud adalah pesepakbola asal Prancis yang juga sudah mengenyam banyak caps untuk timnas Prancis. Dirinya juga sudah merasakan gelar juara di Ligue 1 saat masih berseragam Montpellier. Di sinilah awal mula nama Olivier Giroud mulai mengudara dan menarik minat Arsenal dengan Arsene Wenger yang kala itu masih menjadi manajernya.
Seperti tradisi Wenger selama di Arsenal, yaitu merekrut pemain-pemain asal Prancis. Olivier Giroud adalah pemain kesekian dari Prancis yang berada di Liga Inggris dengan berkostum merah Arsenal. Sudah banyak pemain Prancis ataupun asal Ligue 1 yang sukses mendarat ke Arsenal. Bahkan sebelum Giroud datang, Arsenal juga memiliki striker jebolan Ligue 1 pada diri Marouanne Chamakh dan Yaya Sanogo.
Bukan hal yang haram bagi sebuah klub untuk mendatangkan pemain sesuai dengan asal negara pelatihnya. Di Indonesia saja, jika pelatih itu berasal dari benua Latin, klubnya juga akan mendatangkan pemain asal benua tersebut.Â
Begitu pula ketika pelatih itu berasal dari Eropa, maka, pemain asal Eropa juga akan direkrut oleh manajemen klub tersebut. Namun, perekrutan itu harus tetap dengan 'kaidahnya' sepakbola. Yaitu, perekrutan berdasarkan potensi dan kualitas pemain tersebut yang diprediksi akan berguna bagi klub. Sama halnya dengan Olivier Giroud.
Menyandang status sebagai salah satu striker subur di Ligue 1, khususnya saat Montpellier juara, membuat Arsene Wenger kepincut untuk 'meminangnya'. Apalagi Arsenal sedang berada pada masa kekhawatiran ketika penyerang andalan mereka memutuskan untuk hengkang dan menyeberang ke klub rival. Yaitu penyerang asal Belanda, Robin van Persie. Maka, Arsene Wenger harus segera menemukan sosok yang tepat untuk menggantikan peran RvP sebagai tumpuan mencetak gol, bagi The Gunners.
Kehadiran Giroud ini pun disambut dengan antusias oleh Gooners (fans Arsenal). Melihat postur dan performanya selama di Montpellier, Arsenal bisa bermimpi untuk selalu dapat berpesta gol ketika Giroud tampil. Apalagi, kedatangan Giroud juga diiringi dengan kedatangan Lukas Podolski dan Santiago 'Santi' Cazorla ke Emirates Stadium. Maka, Arsenal akan diprediksi dapat menambal lubang yang ditinggalkan RvP dengan 3 pemain sekaligus.
Khusus dengan Giroud, Arsenal akhirnya kembali memiliki penyerang murni setelah dalam beberapa tahun terakhir bergantung pada pemain-pemain winger yang bertransformasi menjadi striker. Seperti RvP yang dulunya merupakan winger, begitu pula dengan Theo Walcott. Maka, kehadiran Giroud akan sedikit menghapuskan keraguan terhadap kualitas lini depan Arsenal pasca kepergian RvP.
Walau sebenarnya Arsenal memiliki rekam jejak yang kurang baik juga dengan striker murni. Seperti Chamakh dan Sanogo yang gagal bertaji di Arsenal. Namun, Giroud cukup berbeda. Pemain ini memiliki karakter yang kuat, sehingga akan sulit bagi pelatih manapun untuk mencoba mengutak-atik peran ataupun posisinya dalam permainan tim. Terbukti, sampai ini, Giroud masih dipercaya sebagai target-man.
Hal ini tidak lepas dari keunggulannya yang cukup sulit didapatkan dari penyerang lainnya. Yaitu duel udara. Pemain yang juga turut mengantarkan timnas Prancis meraih gelar juara Piala Dunia 2018 ini memiliki statistik yang terbilang moncer dalam urusan duel udara.Â
Memang dunia sangat mengetahui sosok hebat dalam duel udara pada Ibrahimovic dan Cristiano Ronaldo. Namun, Giroud memiliki garansi tersendiri ketika dimainkan. Karena, dengan keberadaannya di atas lapangan akan membuat pola permainan timnya langsung berubah---menyesuaikan keunggulan Giroud.
Hal ini bisa dilihat ketika Arsenal yang sebelumnya identik dengan bola-bola pendek dan rapi, bisa menjadi pragmatis dan menggunakan lebar lapangan yang kemudian melakukan umpan-umpan crossing ke kotak penalti lawan. Umpan crossing inilah pasti untuk mencari kepala Giroud dan ini selalu merepotkan bagi pertahanan lawan. Bermodalkan postur yang ideal, Giroud sangat sulit untuk dihentikan ketika hendak 'menyantap' bola atas. Inilah cara paling bagus untuk memaksimalkan kemampuan Giroud.
Namun, bukan manusia jika tidak memiliki kekurangan, dan itu juga dimiliki oleh Giroud sebagai pesepakbola. Sama halnya seperti Lionel Messi yang unggul soal kecepatan dan akselerasi, namun tidak begitu fantastis ketika menggunakan kepalanya (menyundul bola). Begitu pula Giroud yang unggul bola atas namun memiliki kekurangan. Yaitu kecepatan dan kontrol bola yang kurang begitu bagus.
Segi kecepatan yang tidak istimewa, Giroud akan kesulitan untuk diandalkan dalam skema counter-attack dan direct-pass (bola langsung diarahkan ke striker). Arsenal akan bisa melakukan counter-attack maupun direct-pass ketika di depan ada minimal dua pemain dengan bola yang diarahkan bukan ke Giroud, melainkan rekan lainnya yang memiliki kecepatan dan controlling yang bagus.
Melihat kekurangan ini dan bermain di Premier League yang kadang dihiasi tempo permainan cepat dan praktis, maka, Giroud akan cukup kesulitan. Musim pertamanya di Premier League cukup berat. Apalagi, kekurangan Giroud dalam hal mengontrol bola cukup buruk, membuat fans Arsenal pasti mengumpat-umpat ketika melihat bola selalu lepas dari penguasaannya. Hal ini bisa dilihat dengan aksinya yang selalu jatuh dan bola terlepas ketika mendapatkan gangguan dari bek lawan.
Satu-satunya cara untuk membuat Giroud berguna selain di kotak penalti dengan bola atas adalah dengan menjadikan Giroud sebagai tembok---pemantul bola. Bisa diakui, bahwa ini menjadi ciri khas tersendiri bagi Giroud yang cukup jarang ditemukan di penyerang lainnya.Â
Kemampuannya dalam wall-passing atau di zaman game konsol Playstation 1 disebut 'one-two' tidak perlu diragukan lagi. Bahkan dengan skema itu, pemain cepat ataupun yang memiliki akselerasi bagus seperti Theo Walcott, Lucas Podolski, Jack Wilshere, Aaron Ramsey, Alex-Oxlade Chamberlain, Alexis Sanchez, atau kini di Arsenal ada Alex Iwobi dan Henrikh Mkhitaryan, mereka akan menjadikan Giroud sebagai pemantul bola atau juga membuat pola operan segitiga---melibatkan tiga pemain (triangle passes).
Pola ini biasanya manjur bagi Arsenal untuk membongkar pertahanan lawan yang rapat dan sulit ditembus dengan bola datar. Tanpa mengandalkan bola atas atau menggunakan lebar lapangan, Arsenal akan menggunakan pola operan segitiga ini untuk merangsek masuk. Baik itu dilakukan di luar kotak penalti ataupun saat di kotak penalti. Beberapa gol Arsenal yang melibatkan Giroud, biasanya menggunakan skema wall-passing ataupun operan segitiga.
Melalui skema itu, maka, tak mengherankan jika Giroud tidak hanya produktif dalam mencetak gol (sekitar 100 gol lebih untuk Arsenal), namun juga banyak menciptakan assist. Kelebihan lainnya yang membuat Giroud terkadang tidak harus mencetak gol, namun kehadirannya sangat diperlukan oleh tim. Terbukti, di timnas Prancis---khususnya di Piala Dunia 2018, kita tidak melihat Giroud mencetak gol. Namun, kehadirannya di atas lapangan sukses membuat Mbappe dan Griezmann memiliki 'panggung untuk berkarya'.
Di era yang sudah sedemikian tinggi terhadap tuntutan kualitas permainan seorang pesepakbola, tentu akan menjadi berat ketika tidak diimbangi dengan karakter dan mentalitas yang kuat. Dibandingkan striker lainnya, Giroud tergolong 'always ready' di setiap laga. Baik itu di Arsenal maupun kini di Chelsea.
Jika di Montpellier, aksi Giroud tergolong sama seperti striker kebanyakan yang tak hanya menunggu bola namun juga mencari bola. Di Arsenal, Giroud membangun karakter yang solid dan pastinya akan menjadi pertimbangan bagi seorang pelatih dalam menggunakannya. Karena, dengan karakter bermainnya yang sedemikian rupa, perlu adanya support yang ideal juga dari rekan-rekannya.
Maka, tak heran, jika di Arsenal kemudian muncul nama-nama Nacho Monreal dan Hector Bellerin yang jago melakukan crossing akurat. Karena, mereka sudah terbiasa bermain dengan seorang target-man seperti Olivier Giroud. Selain itu, keberadaan Giroud, dapat mengembangkan kualitas dan produktivitas pemain lini kedua Arsenal, salah satunya seperti Aaron Ramsey.
Lalu, bagaimana di Chelsea?
Chelsea dengan manajer anyarnya, Maurizio Sarri, rupanya tidak kagok dalam menggunakan pemain yang berkarakter seperti Giroud. Memang, Higuain di Napoli lebih fleksibel seperti striker pada umumnya---yang uniknya pemain ini kini juga di Chelsea.Â
Begitu pula dengan Alvaro Morata yang 'normal'. Bisa mencari bola, menggiring bola, menendang bola, dan duel udara. Paket umum bagi striker. Namun, tidak dengan Giroud. Dia adalah striker murni yang sangat membutuhkan pola permainan kolektif dan suportif.
Artinya, Giroud akan berkembang pesat ketika dirinya mendapatkan dukungan maksimal dari pemain lainnya. Inilah yang menjadi alasan mengapa Giroud cenderung tenggelam ketika ada pemain yang bertipikal 'bintang'. Seperti Mbappe dan Griezmann di timnas Prancis, ataupun Eden Hazard di Chelsea.Â
Pemain-pemain ini memiliki kepercayaan diri yang tinggi, sehingga acapkali mengabaikan peluang rekannya untuk mengeksekusi bola. Berbeda halnya ketika timnas Prancis masih ada pemain yang tidak egois seperti Dimitri Payet, Mesut Ozil di Arsenal, ataupun Willian dan Pedro di Chelsea. Maka, keberadaan Giroud akan dapat dimaksimalkan.
Hal ini dapat dilihat dengan torehan gol Giroud yang cukup banyak, 9 gol bersama The Blues di Europa League dan pastinya akan bertambah, mengingat Chelsea masih bertahan di kompetisi tersebut. Bahkan, di laga terbaru Chelsea (15/3), Giroud berhasil mencetak hattrick ke gawang Dynamo Kiev.Â
Sesuatu yang cukup jarang dilakukan Giroud, namun, hal ini bisa menjadi bukti jika Giroud tetaplah seorang striker---sesuatu yang diragukan oleh publik ketika melihat Giroud tak mampu mencetak satu gol pun di Piala Dunia lalu.
Kini, Giroud sedang berada dalam performa yang bagus. Itu juga tidak lepas dari kebijakan rotasi Sarri di lini depan (pasca keberadaan Gonzalo Higuain) yang membuat Giroud pastinya ingin menunjukkan kualitasnya secara maksimal.Â
Di Chelsea, Giroud mulai menambah sesuatu yang kurang terlihat saat berada di Arsenal. Yaitu, kerja keras mencari ruang, merebut bola, mengejar bola, dan spirit yang tetap 'meledak' ketika gagal mengeksekusi peluang.
Bersama Montpellier, Giroud sukses menarik perhatian Arsenal dengan Arsene Wenger yang selalu memantau perkembangan Ligue 1. Di Arsenal, Giroud mendapatkan filosofi bermain yang kuat. Hal ini menjadikan karakter bermainnya menjadi lebih solid.Â
Sedangkan di Chelsea, Giroud menjadi pemain yang berenergi tinggi, tidak mudah menyerah. Sesuatu yang menjadi sinyal pembuktian bahwa dia bisa berbuat banyak ketika tidak dianak-emaskan.
Di Arsenal, Giroud disayang. Begitu pula di timnas Prancis. Hal ini membuat Giroud kurang garang. Sedangkan di Chelsea, Giroud harus menghadapi ambisi untuk selalu juara---faktor Roman Abramovich---sehingga, tidak ada hal lain yang dapat dilakukan Giroud selain bekerja keras mencari peluang bermain. Inilah Olivier Giroud yang seharusnya, the Frenchian Scorpion Kicker!
Keep fighting and never stop to scoring, Ollie!
Malang, 15 Maret 2019
Deddy Husein S.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H