Hal seperti ini memang seringkali diabaikan, baik oleh pelatih maupun pemainnya. Sehingga yang terjadi adalah ketika melihat pemain tersebut berada di level timnas. Akan sangat terlihat bagaimana karakter hasil tempaan antara pelatih-pelatih berkarakter kuat dengan pelatih yang hanya menginginkan trofi juara, saat di level klubnya masing-masing.
Inilah yang kemudian membuat kita dapat melihat dan menilai bagaimana pemain dengan jam terbang sebagus Osvaldo Haay, masih belum bisa mengelola visinya dengan baik. Karena, di level klub dia belum berjumpa dengan pelatih seperti Jacksen F. Thiago atau misalnya Widodo C. Putro.
Jika sudah bertemu dengan pelatih-pelatih yang menyukai keseimbangan antara teknis dan non teknis, maka, bisa dipastikan bahwa Osvaldo Haay tidak lagi bertumpu pada keyakinan pada dirinya sendiri (kemampuannya) namun juga bertumpu pada bagaimana mengelola emosionalnya.
Emosional itu tidak harus terlihat dengan adu argumen dengan lawan atau melakukan tackling keras. Namun, bisa dilihat dengan bagaimana si pemain salah membuat keputusan saat menguasai bola.
Jika pemain seperti Osvaldo dapat bermain bagus baik secara individu dan tim, maka, dia bisa menjadi partner yang bagus bagi Marinus Wanewar. Sehingga, duet Patrick Wanggai dan Tibo di timnas U-23 dapat terulang lagi, dan semoga kualitas tersebut bisa bertahan sampai di level timnas senior.
Tentunya akan menjadi hal yang luar biasa, jika pemain-pemain penuh semangat seperti Osvaldo Haay, Rivaldo Todd Ferre, dan Marinus, bertemu dengan pemain kreatif seperti Evan Dimas Darmono. Maka, timnas Indonesia akan semakin kuat dan tajam.
***
Malang, 23 Februari 2019
Deddy Husein S.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H