Sedangkan gelandang serang, ketika bertahan cenderung menjadi pemain yang dapat menjalankan strategi man-to-man marking dengan didukung oleh pemain-pemain sayap---sesuai di mana bola itu berada.
Ketika bola itu dapat direbut atau dipotong alurnya, maka, bola dapat dialirkan ke salah satu pemain depan yang berdiri bebas. Jika, bola dapat dialirkan ke pemain yang dapat menerobos  jalur tengah, maka, pola serangan akan tajam dan sangat mengandalkan kombinasi kecepatan dan akselerasi.Â
Namun, jika aliran bola pertama di kuasai di sisi lapangan, maka, pola serangan akan sangat mengandalkan kombinasi bola pantul dan kecepatan pemain sayap untuk 'menyisir' sisi pertahanan lawan.
Sisi negatifnya dari formasi ini adalah ketika ada pergantian pemain di babak kedua, maka formasi ini harus diganti. Artinya, formasi ini tidak dapat dimainkan penuh untuk 90 menit melainkan sebagai strategi awal sampai pertengahan awal babak kedua.Â
Sedangkan di 20 menit sisa pertandingan akan cenderung dirubah menjadi 4-4-2 (4-4-1-1) atau 4-1-2-3, sesuai dengan situasi pertandingan---apakah sedang tertinggal atau sudah unggul dengan jarak minimal 2 gol.
Alasan dari ketidakberlangsungan strategi ini untuk digunakan secara penuh adalah stamina pemain. Untuk menjalankan strategi dengan formasi ini sangat diperlukan stamina yang besar. Khususnya bagi pemain yang berposisi sebagai AMF dan SF.Â
Sehingga, perlu modifikasi ketika sudah berada di pertengahan babak kedua ataupun jika sedang tertinggal sejak babak pertama. Maka, tim perlu melakukan perubahan. Salah satunya adalah formasi.
Lalu, dengan formasi demikian rupa, mengapa harus menggunakan pemain-pemain tersebut di dalam starting line-up?
Ada beberapa faktor yang mendasari untuk memilih 11 pemain tersebut. Pertama, kualitas pemain. Konsistensi performa. Ketiga, pemahaman taktik. Menurut penulis, kesebelas pemain tersebut adalah pemain-pemain yang sangat memahami taktik dengan baik dan memiliki kualitas yang mampu dijaga secara konsisten.
Pemilihan David De Gea di posisi penjaga gawang didasari oleh kualitas dan mentalitas yang cukup baik dalam mengawal gawang MU. Bahkan, beberapa musim terakhir, penampilan apik MU di dalam pertandingannya banyak terbantu oleh penampilan heroik kiper Spanyol ini.Â
Usia yang masih muda dalam ukuran penjaga gawang juga menentukan pilihan ini. Seandainya, boleh memilih satu penjaga gawang lain/lagi, pilihan penulis juga jatuh pada Alisson Becker. Penjaga gawang asal Liverpool ini sangat diperhitungkan sebagai penjaga gawang yang berkualitas, tenang, dan sigap.