Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Sepak Bola Indonesia Tetap "Menarik"

28 November 2018   16:22 Diperbarui: 29 November 2018   05:07 933
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesuatu yang kini kembali jauh dari tangan kita, setelah dua tahun sebelumnya nyaris berhasil memeluknya. Seandainya ini film atau sebuah cerita serial di dalam tv, mungkin kita bisa mengandaikan timnas kita seperti tokoh utama yang sedang berupaya bertahan dalam setiap kegagalan untuk mengungkapkan kebenaran. Tapi sayangnya, ini di dunia nyata, dan artinya kita bukan tokoh utama. Kita sama seperti yang lain, timnas kita sama seperti timnas lain, seperti Thailand, Vietnam, Filipina dan para tetangga lainnya. Kita sama-sama harus berjuang secara SERIUS untuk memenangkan kompetisi.

Hal ini sama seperti apa yang terjadi di Liga 1---liga profesional level tertinggi di Indonesia. Ketika semua klub yang berlaga berupaya dengan serius untuk memenangkan liga, maka mereka berupaya sangat keras untuk mewujudkannya. Bahkan saking kerasnya upaya tersebut, bisa menggunakan cara-cara yang tidak profesional dan fairplay. Tapi selama itu hanya terjadi di atas lapangan, tanpa ada behind the scene dari pihak ketiga, keempat, kelima dan keseratusnya, maka hal itu masih dapat dianggap sebagai hanya bagian dari drama sepakbola saja.

Namun, jika itu terjadi dengan keterlibatan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab dan tidak diperlukan untuk persaingan perebutan gelar juara bagi klub tersebut, maka itu sudah menjadi penyimpangan terhadap nilai fairplay dan profesionalitas dalam sepakbola. Apalagi jika sepakbola yang merdeka atas nama keolahragaannya dicampur-adukkan dengan politik dan pemerintahan. Maka semua hal yang terjadi di sepakbola akan serba bias dan tidak akan dapat dinikmati lagi perjuangan dan semangat pertandingannya di atas lapangan. Karena sepakbola yang ternodai politik dan pemerintahan akan kehilangan kejujurannya.

Di politik, semua ingin merasakan kemenangan dan segala cara dilakukan. Di sepakbola, semua ingin juara dan selamat dari jeratan degradasi. Namun, hasil ditentukan dari peracikan strategi dari pelatih dan komposisi skuad yang dimiliki. 

Bukan dari hasil lobbying sana-sini. Apalagi kalau sampai harus menyentuh ranah kepemimpinan wasit yang tugasnya menjadi pengadil namun justru seringkali dicap sebagai pemutus sepihak atas dasar kerjasama dengan pihak lain. Parahnya, hal ini diketahui oleh masyarakat umum yang dikenal mudah mengeluarkan praduga tak bersalahnya ke pihak-pihak terkait yang kemudian membuat segala hasil pertandingan yang terjadi seperti sinetron. "Semua sudah ada yang ngatur."

"(Lhoh lhoh lhoh), kok bisa begitu?"

Tapi bagaimana jika memang terjadi seperti itu?

Jika tidak demikian, mengapa sejak federasi dipegang oleh orang berlatarbelakang militer, mulai muncul klub sepakbola basis militer? Dan mengapa klub yang juara tahun lalu adalah klub yang berbasis keamanan rakyat---polisi? Jika memang itu karena sesuai dengan hasil di lapangan, mengapa ada aturan yang membuat publik menaikkan sebelah alisnya terhadap penentuan posisi di tabel klasemen---yang membuat sebuah klub yang seharusnya juara menjadi tidak juara?

Lalu, mengapa jabatan ketua umum federasi dapat dirangkap dengan jabatan politik dan pemerintahan?

Mengapa pula pengurus federasi adalah orang-orang yang masih bergerak penting untuk klub-klub di peserta liga? Apakah tidak ada orang lain yang dapat dipercayai menggerakkan kapal federasi sepakbola di Indonesia, selain mereka?

Mantan pemain sepakbola di Indonesia banyak, mereka juga berlatih untuk mendapatkan lisensi di segala bidang penting di sepakbola pasca gantung sepatu. Namun, mengapa mereka belum bisa mendapatkan kursi di federasi untuk menjadi bagian dari pengelolaan sepakbola Indonesia?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun